Larangan Mudik Bisa Turunkan Kepercayaan pada Pemerintah
Senin, 29 Maret 2021 - 07:42 WIB
JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PKM) Muhajir Effendi resmi melarang semua kalangan untuk mudik Lebaran, dimulai pada 6 – 17 Mei 2021. Adapun larangan mudik Lebaran dilakukan untuk menekan meluasnya kasus Covid-19 yang mungkin terjadi setelah mudik.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) sekaligus Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, keputusan pelarangan mudik sebenarnya secara empiris berdasarkan data, di mana setiap kali selesai liburan panjang, angka penularan Covid-19 pasti meningkat signifikan.
“Ada pelarangan mudik, walaupun pada kenyataannya di lapangan pasti akan ada pelanggaran. Jika tidak dilarang, susah dibayangkan jutaan manusia mudik seperti tidak ada pandemi dan pasti juga nantinya akan ada ledakan penderita Covid baru pasca lebaran,” kata dia saat dihubungi MNC Portal Indonesia di Jakarta, Minggu (28/3/2021).
Menurut dia, secara psikologis hal ini akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pandemi utamanya vaksinasi. Vaksinasi bisa dianggap gagal jika terjadi ledakan penderita Covid pasca lebaran dan akan semakin membuat masyarakat tidak percaya kepada pemerintah. Lanjut Djoko, dampak lain yang diperkirakan yaitu angkutan umum pelat hitam akan semakin marak.
“Kendaraan truk diakali dapat digunakan mengangkut orang. Bisnis PO Bus resmi akan semakin terpuruk setelah tahun lalu juga mengalami masa suram. Pendapatan akan berkurang dan menurun drastis. Mudik menggunakan sepeda motor masih mungkin dapat dilakukan karena jalan alternatif cukup banyak dan sulit dipantau,” ujarnya.
Di sisi lain, Djoko menjelaskan, adanya pengecualian dalam kebijakan pelarangan mudik lebaran telah menimbulkan banyak penafsiran dan penyimpangan. Hal ini berpotensi terjadinya pungutan liar.
“Jika pemerintah mau serius melarang, caranya mudah. Pada rentang tanggal yang sudah ditetapkan itu, semua operasional transportasi di bandara, terminal penumpang, stasiun kereta, dan pelabuhan dihentikan. Tahun 2020, operasional KA jarak jauh, kapal laut, serta penerbangan domestik dan internasional, berhenti operasi mulai 25 April hingga 9 Mei (selama 15 hari),” jelas dia.
Sementara itu, kata dia, tidak perlu ada pengecualian, sehingga hasilnya akan lebih terasa manfaatnya. Dia memandang perlu dipertimbangkan menggunakan frasa melarang, namun nanti masih banyak pengecualian yang dilakukan.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) sekaligus Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, keputusan pelarangan mudik sebenarnya secara empiris berdasarkan data, di mana setiap kali selesai liburan panjang, angka penularan Covid-19 pasti meningkat signifikan.
“Ada pelarangan mudik, walaupun pada kenyataannya di lapangan pasti akan ada pelanggaran. Jika tidak dilarang, susah dibayangkan jutaan manusia mudik seperti tidak ada pandemi dan pasti juga nantinya akan ada ledakan penderita Covid baru pasca lebaran,” kata dia saat dihubungi MNC Portal Indonesia di Jakarta, Minggu (28/3/2021).
Baca Juga
Menurut dia, secara psikologis hal ini akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pandemi utamanya vaksinasi. Vaksinasi bisa dianggap gagal jika terjadi ledakan penderita Covid pasca lebaran dan akan semakin membuat masyarakat tidak percaya kepada pemerintah. Lanjut Djoko, dampak lain yang diperkirakan yaitu angkutan umum pelat hitam akan semakin marak.
“Kendaraan truk diakali dapat digunakan mengangkut orang. Bisnis PO Bus resmi akan semakin terpuruk setelah tahun lalu juga mengalami masa suram. Pendapatan akan berkurang dan menurun drastis. Mudik menggunakan sepeda motor masih mungkin dapat dilakukan karena jalan alternatif cukup banyak dan sulit dipantau,” ujarnya.
Di sisi lain, Djoko menjelaskan, adanya pengecualian dalam kebijakan pelarangan mudik lebaran telah menimbulkan banyak penafsiran dan penyimpangan. Hal ini berpotensi terjadinya pungutan liar.
“Jika pemerintah mau serius melarang, caranya mudah. Pada rentang tanggal yang sudah ditetapkan itu, semua operasional transportasi di bandara, terminal penumpang, stasiun kereta, dan pelabuhan dihentikan. Tahun 2020, operasional KA jarak jauh, kapal laut, serta penerbangan domestik dan internasional, berhenti operasi mulai 25 April hingga 9 Mei (selama 15 hari),” jelas dia.
Sementara itu, kata dia, tidak perlu ada pengecualian, sehingga hasilnya akan lebih terasa manfaatnya. Dia memandang perlu dipertimbangkan menggunakan frasa melarang, namun nanti masih banyak pengecualian yang dilakukan.
(ind)
tulis komentar anda