Kekeuh Gelar May Day Saat Pandemi, KSPI Bawa Tuntutan Ini
Selasa, 27 April 2021 - 14:56 WIB
JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan, bahwa ada beberapa tuntutan buruh dalam aksi demo serentak pada peringatan May Day tanggal 1 Mei mendatang. Salah satunya adalah menuntut MK untuk mencabut PP turunan UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan karena para buruh menilai bahwa PP ini menimbulkan tidak adanya kepastian kerja.
"Bahwa kalau kita bicara perlindungan buruh, maka perlindungan masyarakat. Karena bukan hanya buruh yang bekerja, tapi anak-anak masyarakat yang sudah lulus sekolah dan masuk pasar tenaga kerja akan mengalami penurunan upah," ungkap Said dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (27/4/2021).
Bahkan kalau di tahun 2022 tidak ada penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), maka bisa jadi upah buruh pun menurun. "Ini berlaku juga tidak ada kepastian kerja. Orang yang akan masuk pasar kerja, siapapun dia, mau lulusan S1, bahkan lulusan D3, SMK, maupun SMA, tidak memiliki kepastian kerja," tambah Said.
Hal ini karena perusahaan berbondong-bondong menggunakan jasa agen outsourcing yang menjadi kliennya. Itu pun lanjut Said, tanpa sebuah peraturan yang jelas berapa upahnya, jaminan kesehatan, dan jaminan pensiun.
"Ini masuk manpower trading, perdagangan tenaga kerja. Masa tenaga kerja dijual beli sama agen outsourcing. Gak akan agen ini membayar pesangon," cetusnya.
Dia juga mencontohkan, para buruh atau orang yang masuk dunia kerja, bisa masuk kontrak 2 minggu, sebulan, atau setahun lalu dipecat begitu saja dengan adanya aturan yang sekarang karena perusahaan bisa outsourcing 100%.
"Pesangon dikurangi nilainya, jam kerja, aturan jam lembur ditambah, betul uang lembur dibayar, tapi kesehatan kan harus diperhatikan. Banyak hal yang akan menimpa buruh yang sedang bekerja, ini memberatkan," pungkas Said.
"Bahwa kalau kita bicara perlindungan buruh, maka perlindungan masyarakat. Karena bukan hanya buruh yang bekerja, tapi anak-anak masyarakat yang sudah lulus sekolah dan masuk pasar tenaga kerja akan mengalami penurunan upah," ungkap Said dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (27/4/2021).
Bahkan kalau di tahun 2022 tidak ada penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), maka bisa jadi upah buruh pun menurun. "Ini berlaku juga tidak ada kepastian kerja. Orang yang akan masuk pasar kerja, siapapun dia, mau lulusan S1, bahkan lulusan D3, SMK, maupun SMA, tidak memiliki kepastian kerja," tambah Said.
Hal ini karena perusahaan berbondong-bondong menggunakan jasa agen outsourcing yang menjadi kliennya. Itu pun lanjut Said, tanpa sebuah peraturan yang jelas berapa upahnya, jaminan kesehatan, dan jaminan pensiun.
"Ini masuk manpower trading, perdagangan tenaga kerja. Masa tenaga kerja dijual beli sama agen outsourcing. Gak akan agen ini membayar pesangon," cetusnya.
Dia juga mencontohkan, para buruh atau orang yang masuk dunia kerja, bisa masuk kontrak 2 minggu, sebulan, atau setahun lalu dipecat begitu saja dengan adanya aturan yang sekarang karena perusahaan bisa outsourcing 100%.
"Pesangon dikurangi nilainya, jam kerja, aturan jam lembur ditambah, betul uang lembur dibayar, tapi kesehatan kan harus diperhatikan. Banyak hal yang akan menimpa buruh yang sedang bekerja, ini memberatkan," pungkas Said.
(akr)
tulis komentar anda