Beratkan Petani, Kementan Tolak Revisi PP No 109/2012
Senin, 21 Juni 2021 - 11:02 WIB
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau akan membebani petani dan buruh tani di sektor tembakau . Revisi peraturan ini dinilai akan memberatkan industri hasil tembakau (IHT) yang menjadi tumpuan para petani tembakau.
Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementan Hendratmojo Bagus Hudoro meminta revisi PP 109 ditunda karena akan menyulitkan petani yang bergantung pada industri hasil tembakau.
"Revisi PP 109 lebih baik di-pending terlebih dahulu. Hal ini memberatkan IHT yang berakibat kepada petani dan buruh tani tembakau yang sampai saat ini menghidupi lebih dari 1 juta keluarga," kata Hendratmojo di Jakarta, Senin (21/6/2021).
Hendratmojo menjelaskan, banyaknya keluarga yang bergantung pada IHT akan berdampak kepada perekonomian nasional. Padahal, sepanjang 2020 saja, kinerja IHT sudah turun hingga 9,7% akibat kenaikan cukai, dampak pandemi serta regulasi yang terus menekan.
"Menurut data Kementan, 1,7 petani dan buruh tani tembakau menggantungkan mata pencahariannya sebagai petani tembakau. Sementara untuk komoditas cengkeh, sebesar 95% diserap oleh IHT untuk produk rokok kretek," tuturnya.
Seperti diberitakan, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) anti tembakau terus mendorong upaya revisi PP 109/2012. Adapun, Kementerian Kesehatan segera mempercepat proses revisi agar segera rampung tahun ini. Namun, pihak lainnya menganggap revisi ini tidak memberikan solusi dan justru membahayakan IHT dan mata rantai yang menggantungkan pendapatannya dari sektor tersebut apalagi ekonomi sedang melambat karena Covid-19.
Wacana revisi PP 109/2012 oleh Kementerian Kesehatan dinilai tidak memandang dan memposisikan keberlanjutan IHT sebagai sektor padat karya yang memiliki efek ganda signifikan bagi perekonomian nasional. Tekanan untuk merevisi PP 109/2012 juga dinilai tidak sejalan dengan fokus pemerintah dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.
"Revisi PP 109 perlu dikaji terlebih dahulu karena berdampak kepada berbagai bidang salah satunya perekonomian nasional di mana pemerintah saat ini sedang melaksanakan program pemulihan ekonomi sampai tahun 2023," tandas Hendratmojo.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Atong Soekirman berpendapat serupa. Ia mengungkapkan pemerintah saat ini tengah fokus memulihkan ekonomi nasional dari dampak pandemi Covid-19.
"Jadi tidak perlu revisi PP109/2012 ini dilanjutkan, karena industri kita, khususnya IHT yang padat karya banyak menggunakan tenaga kerja," tegasnya.
Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementan Hendratmojo Bagus Hudoro meminta revisi PP 109 ditunda karena akan menyulitkan petani yang bergantung pada industri hasil tembakau.
Baca Juga
"Revisi PP 109 lebih baik di-pending terlebih dahulu. Hal ini memberatkan IHT yang berakibat kepada petani dan buruh tani tembakau yang sampai saat ini menghidupi lebih dari 1 juta keluarga," kata Hendratmojo di Jakarta, Senin (21/6/2021).
Hendratmojo menjelaskan, banyaknya keluarga yang bergantung pada IHT akan berdampak kepada perekonomian nasional. Padahal, sepanjang 2020 saja, kinerja IHT sudah turun hingga 9,7% akibat kenaikan cukai, dampak pandemi serta regulasi yang terus menekan.
"Menurut data Kementan, 1,7 petani dan buruh tani tembakau menggantungkan mata pencahariannya sebagai petani tembakau. Sementara untuk komoditas cengkeh, sebesar 95% diserap oleh IHT untuk produk rokok kretek," tuturnya.
Seperti diberitakan, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) anti tembakau terus mendorong upaya revisi PP 109/2012. Adapun, Kementerian Kesehatan segera mempercepat proses revisi agar segera rampung tahun ini. Namun, pihak lainnya menganggap revisi ini tidak memberikan solusi dan justru membahayakan IHT dan mata rantai yang menggantungkan pendapatannya dari sektor tersebut apalagi ekonomi sedang melambat karena Covid-19.
Wacana revisi PP 109/2012 oleh Kementerian Kesehatan dinilai tidak memandang dan memposisikan keberlanjutan IHT sebagai sektor padat karya yang memiliki efek ganda signifikan bagi perekonomian nasional. Tekanan untuk merevisi PP 109/2012 juga dinilai tidak sejalan dengan fokus pemerintah dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.
"Revisi PP 109 perlu dikaji terlebih dahulu karena berdampak kepada berbagai bidang salah satunya perekonomian nasional di mana pemerintah saat ini sedang melaksanakan program pemulihan ekonomi sampai tahun 2023," tandas Hendratmojo.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Atong Soekirman berpendapat serupa. Ia mengungkapkan pemerintah saat ini tengah fokus memulihkan ekonomi nasional dari dampak pandemi Covid-19.
"Jadi tidak perlu revisi PP109/2012 ini dilanjutkan, karena industri kita, khususnya IHT yang padat karya banyak menggunakan tenaga kerja," tegasnya.
(fai)
tulis komentar anda