DPR Kritisi Rencana Bappebti Bentuk Bursa Perdagangan Kripto

Kamis, 01 Juli 2021 - 22:48 WIB
Rencana Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) membentuk bursa kripto disorot DPR RI. Foto/Ist
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) merespon positif rencana Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) untuk mulai mengatur dan mengawasi aktivitas perdagangan aset kripto (crypto currency) di Tanah Air. Langkah tersebut dinilai tepat karena selain nilai kapitalisasinya yang cukup besar, upaya pengaturan dinilai penting agar perdagangan yang terjadi tidak liar, sehingga dapat menghadirkan perlindungan bagi konsumen dan investor.

Meski demikian, DPR RI juga mengkritisi rencana Bappebti yang akan membentuk bursa perdagangan khusus akses kripto di Indonesia. Walau bertujuan sebagai upaya pengaturan dari pemerintah, namun harus dicek kredibilitasnya.



“Kalau kemudian sampai dibuatkan (bursa) khusus untuk kripto sendiri saya kira berlebihan dan perlu dipertanyakan kredibilitasnya. Karena tren di dunia itu justru integrasi market. Dulu bursa efek saja ada dua, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES), dan lalu dimerger jadi satu menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI),” kata Anggota Komisi VI DPR RI, Nusron Wahid, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Bappebti, di Jakarta, Kamis (1/7/2021).

Sedangkan menurut Nusron saat ini bursa komoditas pun juga sudah ada dua, yaitu Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (Indonesia Commodity & Derivatives Exchange/ICDX). Sehinga bila harus ditambah lagi dengan bursa khusus kripto, yang akan diberi nama Digital Future Exchange (DFX), maka total ada tiga bursa terpisah yang menaungi aktivitas perdagangan komoditas di Indonesia.



Dari segi komoditas yang diperdagangkan pun, BJJ dan ICDX menaungi banyak komoditas untuk diperdagangkan. Sedangkan bila jadi berdiri, DFX nantinya hanya memperdagangkan satu jenis komoditas saja, yaitu komoditas aset kripto.

“Bagaimana mungkin sebuah bursa didirikan hanya untuk satu komoditas saja? Dan lagi kredibilitas penyelenggara bursanya juga belum teruji. Ini penting karena dana yang akan dikelola cukup besar dan itu dana masyarakat. Jangan sampai nanti ada kasus penyelenggaranya kabur dan dana masyarakat hilang seperti yang pernah terjadi di negara-negara lain,” ungkap Nusron.

Tak hanya soal jumlah komoditas yang diperdagangkan, Nusron juga menyoroti terkait regulasi yang memayungi keabsahan aktivitas transaksi akses kripto di Indonesia. Nusron menyebut sejauh ini dari aspek filosofi dan regulasi aset kripto masih terjadi tarik-menarik antar sejumlah stakeholder.

Misalnya saja PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang lebih menganggap aset kripto sebagai modal dan bukan komoditas, sehingga selayaknya berada di bawah pengawasan BEI. Sementara Bank Indonesia (BI) lebih menggarisbawahi pemakaian istilah crypto currency, sehingga lebih memaknai aset kripto sebagai alat pembayaran sehingga harus tunduk dalam pengawasan dan peraturan BI.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More