OPSI: Harga Vaksin Individu Kemahalan, Harusnya Rp150 Ribu
Selasa, 13 Juli 2021 - 09:58 WIB
JAKARTA - Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan bahwa sebenarnya program vaksinasi yang gratis dan vaksinasi gotong royong yang berbayar itu tidak saling mengganggu karena kedua program itu menggunakan merek yang berbeda.
"Kalau vaksin gotong royong itu seperti Sinopharm yang diimpor oleh BUMN. Sinopharm enggak dibolehkan untuk vaksinasi program, sehingga pemerintah tidak mengorder Sinopharm," ujar Timboel di Jakarta, Selasa(13/7/2021).
Tentunya, sambung dia, produsen vaksin ada juga yg menjual vaksin ke swasta, bukan ke pemerintah. Ini yang dinilai Timboel bisa membantu percepatan supply vaksin di Indonesia.
"Yang dibolehkan untuk vaksinasi program adalah seperti Sinovac, Pfizer, AstraZeneca. Jadi vaksinasi gotong royong tidak mengganggu vaksinasi program, namun kehadiran vaksinasi gotong royong hanya untuk percepatan vaksinasi. Itu sifatnya opsional saja," tambah Timboel.
Baca juga:Luhut Ngaku Ditelepon Jokowi Tiga Kali Sehari Cek PPKM Darurat
Dasar hukum vaksin gotong royong adalah Pasal 60 ayat 2 Undang Undang (UU) Penanganan Bencana, yaitu partisipasi masyarakat. Menurut Timboel, argumen yang mengatakan kalau mau nyaman pakai saja vaksin gotong royong yang berbayar adalah argumen yang salah. Pemerintah harus memastikan pemberian program vaksinasi juga tetap nyaman dengan menghindari penyebaran Covid-19 di tempat vaksinasi.
"Kemarin saya antar-anak vaksinasi di sebuah sekolah SMA. Ramainya minta ampun, sepertinya tidak ada manajemen antrean yang bisa memastikan peserta vaksinasi tidak berkerumun. Selain itu waktunya pun bisa 1 hingga 1,5 jam dikumpulkan di lantai 2. Sudah ngumpul, waktunya lama lagi. Ini berisiko," tuturnya.
Menurut Timboel, narasi yang dibangun untuk memilih vaksin gotong royong atau program adalah merek vaksinnya saja, tidak boleh menawarkan vaksinasi gotong royong karena kenyamanan.
"Pemerintah harus memastikan program vaksinasi nyaman, manajemen antrean harus diperbaiki dengan benar-benar mematuhi 5M supaya tidak menjadi tempat penyebaran Covid-19," imbuhnya.
"Kalau vaksin gotong royong itu seperti Sinopharm yang diimpor oleh BUMN. Sinopharm enggak dibolehkan untuk vaksinasi program, sehingga pemerintah tidak mengorder Sinopharm," ujar Timboel di Jakarta, Selasa(13/7/2021).
Tentunya, sambung dia, produsen vaksin ada juga yg menjual vaksin ke swasta, bukan ke pemerintah. Ini yang dinilai Timboel bisa membantu percepatan supply vaksin di Indonesia.
"Yang dibolehkan untuk vaksinasi program adalah seperti Sinovac, Pfizer, AstraZeneca. Jadi vaksinasi gotong royong tidak mengganggu vaksinasi program, namun kehadiran vaksinasi gotong royong hanya untuk percepatan vaksinasi. Itu sifatnya opsional saja," tambah Timboel.
Baca juga:Luhut Ngaku Ditelepon Jokowi Tiga Kali Sehari Cek PPKM Darurat
Dasar hukum vaksin gotong royong adalah Pasal 60 ayat 2 Undang Undang (UU) Penanganan Bencana, yaitu partisipasi masyarakat. Menurut Timboel, argumen yang mengatakan kalau mau nyaman pakai saja vaksin gotong royong yang berbayar adalah argumen yang salah. Pemerintah harus memastikan pemberian program vaksinasi juga tetap nyaman dengan menghindari penyebaran Covid-19 di tempat vaksinasi.
"Kemarin saya antar-anak vaksinasi di sebuah sekolah SMA. Ramainya minta ampun, sepertinya tidak ada manajemen antrean yang bisa memastikan peserta vaksinasi tidak berkerumun. Selain itu waktunya pun bisa 1 hingga 1,5 jam dikumpulkan di lantai 2. Sudah ngumpul, waktunya lama lagi. Ini berisiko," tuturnya.
Menurut Timboel, narasi yang dibangun untuk memilih vaksin gotong royong atau program adalah merek vaksinnya saja, tidak boleh menawarkan vaksinasi gotong royong karena kenyamanan.
"Pemerintah harus memastikan program vaksinasi nyaman, manajemen antrean harus diperbaiki dengan benar-benar mematuhi 5M supaya tidak menjadi tempat penyebaran Covid-19," imbuhnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda