Transformasi Digital di KAI, Jonan Beberkan Upaya Berantas Calo Hingga Mengubah Kultur
Minggu, 18 Juli 2021 - 08:30 WIB
JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia atau KAI , Ignasius Jonan mengatakan transformasi yang dilakukan oleh KAI yang dirasakan oleh masyarakat saat ini, tidak terlepas dari transformasi digital.
Dalam ceritanya, dia menyebutkan bahwa selama dirinya memimpin KAI pada 2009-2014, salah satu tantangan transformasi digital yang dihadapi adalah tantangan dalam bentuk kultur.
Dia menyontohkan, salah satu tantangan KAI pada waktu itu adalah bagaimana mengatur supaya tidak ada calo di stasiun. Jonan menyebut, dalam mengatasi persoalan tersebut tidak bisa jika tidak menggunakan digital. Akhirnya, tercetuslah pembelian tiket secara online.
“Kalau saat itu tidak pakai digital, itu (menghilangkan calo) tidak bisa. Akhirnya kita ciptakan transformasi baru. Orang-orang bisa pesan tiket lewat handphone dalam bentuk aplikasi-aplikasi, bisa dibeli di Indomaret, Alfamart yang gerainya ada 10.000 lebih di Indonesia dan juga bisa lewat internet, dan lain-lain,” ujarnya dalam acara webinar PPM School of Management, Sabtu (17/7/2021).
Dengan transformasi digital tersebut, lanjut dia, bisa menghapus adanya percaloan dan membuat stasiun menjadi lebih user friendly dan public friendly. Menurut dia, digitalisasi seringkali tidak berhasil secara sempurna atau bahkan gagal. Hal itu terjadi lantaran kulturnya tidak disiapkan dengan baik.
Jonan menyadari bahwa digitalisasi berdampak pada banyak hal seperti stabilitas organisasi, peranan setiap orang yang berada di organisasi, termasuk juga kepada stakeholder yang terkait.
“Digitalisasi di kereta api waktu itu sistem logistik daripada material. Nggak banyak materialnya sarana dan prasarana 6.000 sampai 7.000 item. Tapi nggak mungkin semuanya manual karena berantakan jadinya. Ini yang penting. Mengubah kultur supaya siap menerima digitalisasi,” tandasnya.
Dalam ceritanya, dia menyebutkan bahwa selama dirinya memimpin KAI pada 2009-2014, salah satu tantangan transformasi digital yang dihadapi adalah tantangan dalam bentuk kultur.
Dia menyontohkan, salah satu tantangan KAI pada waktu itu adalah bagaimana mengatur supaya tidak ada calo di stasiun. Jonan menyebut, dalam mengatasi persoalan tersebut tidak bisa jika tidak menggunakan digital. Akhirnya, tercetuslah pembelian tiket secara online.
Baca Juga
“Kalau saat itu tidak pakai digital, itu (menghilangkan calo) tidak bisa. Akhirnya kita ciptakan transformasi baru. Orang-orang bisa pesan tiket lewat handphone dalam bentuk aplikasi-aplikasi, bisa dibeli di Indomaret, Alfamart yang gerainya ada 10.000 lebih di Indonesia dan juga bisa lewat internet, dan lain-lain,” ujarnya dalam acara webinar PPM School of Management, Sabtu (17/7/2021).
Dengan transformasi digital tersebut, lanjut dia, bisa menghapus adanya percaloan dan membuat stasiun menjadi lebih user friendly dan public friendly. Menurut dia, digitalisasi seringkali tidak berhasil secara sempurna atau bahkan gagal. Hal itu terjadi lantaran kulturnya tidak disiapkan dengan baik.
Baca Juga
Jonan menyadari bahwa digitalisasi berdampak pada banyak hal seperti stabilitas organisasi, peranan setiap orang yang berada di organisasi, termasuk juga kepada stakeholder yang terkait.
“Digitalisasi di kereta api waktu itu sistem logistik daripada material. Nggak banyak materialnya sarana dan prasarana 6.000 sampai 7.000 item. Tapi nggak mungkin semuanya manual karena berantakan jadinya. Ini yang penting. Mengubah kultur supaya siap menerima digitalisasi,” tandasnya.
(ind)
tulis komentar anda