Gara-gara China, Bursa Asia Dibuat Kelepekan
Senin, 16 Agustus 2021 - 15:51 WIB
JAKARTA - Bursa saham di Asia terpantau kompak berada di zona merah setelah rilis data ekonomi China menunjukkan adanya perlambatan yang cukup tajam. Data MarketWatch (16/8) menunjukkan indeks Nikkei 225 Jepang anjlok 453 poin (1,62%) di level 27.523, Hang Seng Hong Kong merosot 307 poin (1,16%) di 26.084, dan Shanghai Composite China melemah 3,13 poin (0,09%) di 3513.
Selanjutnya Straits Times Singapura juga menurun 12,15 poin (0,38%) di posisi 3153. Indeks S&P/ASX 200 Australia turun 46,4 poin (-0,61%) di 7582 dan Kospi Korea tersun 37 poin (1,16%) di level 3171.
Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di kedua di dunia, China melaporkan nilai produksi industri, penjualan ritel, dan investasi dalam negeri meleset dari perkiraan. Pada Juli 2021, produksi industri mencapai 6,4% (YoY) melambat dibandingkan pada Juni 2021 (8,3%) dan meleset dari ekspektasi awal (7,8%).
Sementara penjualan ritel dilaporkan mencapai 3,49 triliun yuan atau USD540 miliar pada Juli 2021 (8,5%). Angka itu jauh lebih rendah dari bulan Juni (12,1%) dan meleset dari perkiraan kenaikan (11,5%). Tren ini dimungkinkan bertambah buruk sejalan dengan kebijakan pembatasan baru dan bencana alam di Negeri Tirai Bambu.
"Tingkat vaksinasi di Asia yang rendah dan rendahnya toleransi kesehatan di masyarkat meningkat risiko untuk ekonomi," kata ekonom JPMorgan, Bruce Kasman, dilansir Reuters, Senin (16/8/2021).
Kasman menilai China akan menahan pertumbuhan permintaan domestik menyusul beban berat kinerja regional hingga akhir 2021.
"Dengan adanya hambatan ini, maka dalam beberapa minggu terakhi, ada perkiraan penurunan pertumbuhan di tingkat regional sepanjang semester ke-II 2021," tukasnya.
Selanjutnya Straits Times Singapura juga menurun 12,15 poin (0,38%) di posisi 3153. Indeks S&P/ASX 200 Australia turun 46,4 poin (-0,61%) di 7582 dan Kospi Korea tersun 37 poin (1,16%) di level 3171.
Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di kedua di dunia, China melaporkan nilai produksi industri, penjualan ritel, dan investasi dalam negeri meleset dari perkiraan. Pada Juli 2021, produksi industri mencapai 6,4% (YoY) melambat dibandingkan pada Juni 2021 (8,3%) dan meleset dari ekspektasi awal (7,8%).
Sementara penjualan ritel dilaporkan mencapai 3,49 triliun yuan atau USD540 miliar pada Juli 2021 (8,5%). Angka itu jauh lebih rendah dari bulan Juni (12,1%) dan meleset dari perkiraan kenaikan (11,5%). Tren ini dimungkinkan bertambah buruk sejalan dengan kebijakan pembatasan baru dan bencana alam di Negeri Tirai Bambu.
"Tingkat vaksinasi di Asia yang rendah dan rendahnya toleransi kesehatan di masyarkat meningkat risiko untuk ekonomi," kata ekonom JPMorgan, Bruce Kasman, dilansir Reuters, Senin (16/8/2021).
Baca Juga
Kasman menilai China akan menahan pertumbuhan permintaan domestik menyusul beban berat kinerja regional hingga akhir 2021.
"Dengan adanya hambatan ini, maka dalam beberapa minggu terakhi, ada perkiraan penurunan pertumbuhan di tingkat regional sepanjang semester ke-II 2021," tukasnya.
(uka)
tulis komentar anda