Hanya 8% Petani Pelaku Usaha Hutan Punya Akses ke Pasar
Selasa, 24 Agustus 2021 - 23:17 WIB
JAKA - Pertumbuhan bisnis produk hutan berbasis masyarakat masih sangat rendah. Para petani di pedesaan yang menjadi pelaku usaha hutan ini masih sangat banyak yang tak memiliki akses ke pasar. Hanya sekitar 8% dari total 7.529 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) di Indonesia, yang bisa mengakses pasar.
Hal itu diutarakan oleh Direktur Program MFP4 (Multistakeholder Forestry Programme Phase 4), Tri Nugroho dalam webinar Katadata SAFE Forum 2021 Collaboration for The Future Economy, Selasa (24/8/2021).
Untuk mengatasi hal ini, dan sekaligus sebagai upaya meningkatkan hidup masyarakat yang bergantung pada hutan, MFP4 yang merupakan hasil kerjasama bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Inggris, melakukan kerjasama dengan lembaga yang disebut sebagai Market Access Player (MAP) yang memiliki kemampuan menjembatani masyarakat pelaku usaha hutan dengan pasar.
Menurut Tri Nugroho, MAP berbeda dengan pedagang biasa. Pedagang hanya membeli satu komoditas, dan membawanya ke pasar, menjualnya ke pasar dan mengambil margin keuntungan. Tidak demikian dengan MAP.
“Market Access Player tidak demikian. Dia membeli, memberikan nilai tambah, memperkuat masyarakat, dan menjualnya dengan pesan-pesan kepada pasar yang menceritakan the story behind the comodity,” ujar Tri Nugroho.
Salah satu contoh MAP yang juga menjadi pembicara di webinar Katadata ini adalah Partnership Director, Sekolah Seniman Pangan (SSP), Etih Suryatin. SSP diawali dari adanya kekhawatiran dan adanya potensi sumber daya alam yang luas namun terlupakan dan belum diolah menjadi produk yang punya nilai ekonomi tinggi.
SSP merupakan sekolah kewirausahaan berbasih pelatihan berorientasi pada praktik langsung untuk mengasah kemampuan kewirausahaan para petani, nelayan, dan food artisan di Indonesia.
“Kami mengembangkan wirausaha pedesaan, termasuk pengembangan produknya. Kami bersifat action based learning,” kata Etih dalam webinar yang dipandu oleh CEO Forest Digest Asep Sugih Suntana sebagai moderator.
Hal itu diutarakan oleh Direktur Program MFP4 (Multistakeholder Forestry Programme Phase 4), Tri Nugroho dalam webinar Katadata SAFE Forum 2021 Collaboration for The Future Economy, Selasa (24/8/2021).
Untuk mengatasi hal ini, dan sekaligus sebagai upaya meningkatkan hidup masyarakat yang bergantung pada hutan, MFP4 yang merupakan hasil kerjasama bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Inggris, melakukan kerjasama dengan lembaga yang disebut sebagai Market Access Player (MAP) yang memiliki kemampuan menjembatani masyarakat pelaku usaha hutan dengan pasar.
Menurut Tri Nugroho, MAP berbeda dengan pedagang biasa. Pedagang hanya membeli satu komoditas, dan membawanya ke pasar, menjualnya ke pasar dan mengambil margin keuntungan. Tidak demikian dengan MAP.
“Market Access Player tidak demikian. Dia membeli, memberikan nilai tambah, memperkuat masyarakat, dan menjualnya dengan pesan-pesan kepada pasar yang menceritakan the story behind the comodity,” ujar Tri Nugroho.
Salah satu contoh MAP yang juga menjadi pembicara di webinar Katadata ini adalah Partnership Director, Sekolah Seniman Pangan (SSP), Etih Suryatin. SSP diawali dari adanya kekhawatiran dan adanya potensi sumber daya alam yang luas namun terlupakan dan belum diolah menjadi produk yang punya nilai ekonomi tinggi.
SSP merupakan sekolah kewirausahaan berbasih pelatihan berorientasi pada praktik langsung untuk mengasah kemampuan kewirausahaan para petani, nelayan, dan food artisan di Indonesia.
“Kami mengembangkan wirausaha pedesaan, termasuk pengembangan produknya. Kami bersifat action based learning,” kata Etih dalam webinar yang dipandu oleh CEO Forest Digest Asep Sugih Suntana sebagai moderator.
tulis komentar anda