Soal 'Tumor' Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung, Faisal Basri Unggah Tulisan Lawasnya
Minggu, 05 September 2021 - 14:30 WIB
Menurut perhitungannya, menggunakan kereta cepat ke Surabaya lebih cepat dibanding pesawat terbang. Dengan kereta cepat, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh selama 2,5 jam, sedangkan dengan pesawat bisa mencapai 5 jam. Lamanya waktu itu karena ada rangkaian proses naik pesawat, mulai dari check ini, take off, jam terbang, pengambilan bagasi hingga waktu tempuh ke bandara.
"Jika dengan kereta cepat, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh sekitar 2,5 jam. Tiba di stasiun lima menit sebelum berangkat masih memungkinkan. Jadi, jauh lebih cepat dibandingkan dengan pesawat terbang," tulis Faisal lagi.
Yang menjadi tanda tanya buat Faisal terhadap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah keikutsertaan PTPN VIII. BUMN itu adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, sedangkan kereta cepat adalah proyek dengan high tech.
“Apakah pantas perusahaan perkebunan dipaksa berinvestasi di sektor perkeretaapian? Mengapa PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII yang merupakan salah satu di antara perkebunan milik negara tidak didorong untuk mengembangkan industri pengolahan produk-produk perkebunan saja?,” tuturnya.
Poin (ter)penting dari pandangan Faisal soal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah soal pendanaannya. Di sini, Faisal menyoroti soal besaran pinjaman, pembayaran bunga, dan cicilan dari pendanaan yang bermata uang China (renminbi). Pasalnya, selain seluruh penerimaan dari kereta cepat berbentuk rupiah, pun masalah kurs rupiah terhadap renminbi.
"Ingat pula, dalam lima tahun terakhir rupiah terdepresiasi 100 persen terhadap renminbi," tegasnya.
Faisal kemudian menutup pandangannya soal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. "Analisis maslahat-ongkos (cost-benefit analysis) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung rasanya kurang meyakinkan. Kesannya terlalu dipaksakan".
"Jika dengan kereta cepat, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh sekitar 2,5 jam. Tiba di stasiun lima menit sebelum berangkat masih memungkinkan. Jadi, jauh lebih cepat dibandingkan dengan pesawat terbang," tulis Faisal lagi.
Yang menjadi tanda tanya buat Faisal terhadap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah keikutsertaan PTPN VIII. BUMN itu adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, sedangkan kereta cepat adalah proyek dengan high tech.
“Apakah pantas perusahaan perkebunan dipaksa berinvestasi di sektor perkeretaapian? Mengapa PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII yang merupakan salah satu di antara perkebunan milik negara tidak didorong untuk mengembangkan industri pengolahan produk-produk perkebunan saja?,” tuturnya.
Poin (ter)penting dari pandangan Faisal soal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah soal pendanaannya. Di sini, Faisal menyoroti soal besaran pinjaman, pembayaran bunga, dan cicilan dari pendanaan yang bermata uang China (renminbi). Pasalnya, selain seluruh penerimaan dari kereta cepat berbentuk rupiah, pun masalah kurs rupiah terhadap renminbi.
"Ingat pula, dalam lima tahun terakhir rupiah terdepresiasi 100 persen terhadap renminbi," tegasnya.
Faisal kemudian menutup pandangannya soal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. "Analisis maslahat-ongkos (cost-benefit analysis) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung rasanya kurang meyakinkan. Kesannya terlalu dipaksakan".
(uka)
tulis komentar anda