Bisnis Melejit, Bos-Bos Perusahaan Teknologi Kian Tajir saat Pandemi
Jum'at, 15 Oktober 2021 - 07:27 WIB
“Peningkatan tersebut seiring terjadi penguatan kesejahteraan di negara yang sedang tumbuh seperti China dan perluasan kelas menengah di negara berkembang,” demikian keterangan Global Wealth Report.
Dalam pandangan Melissa Leach, Direktur Institute of Development Studies, lembaga penelitian berbasis di Inggris, pandemi Covid-19 merupakan suatu hal yang unik karena memiliki dampak yang berbeda kepada populasi yang berbeda-beda di dunia.
"Epidemi selalu menjadi cermin bagi masyarakat. Itu juga mampu mengungkap dunia yang semakin tidak setara," ujarnya dilansir NBC News.
Dia mengatakan, semua pihak melihat semakin banyak orang kaya yang jumlahnya sangat sedikit. Tetapi, semakin banyak orang yang bertambah miskin.
"Itu menunjukkan perlu penguatan fungsi demokrasi dan kebijakan ekonomi yang lebih terarah," paparnya.
Di saat krisis pandemi korona, para miliarder justru tampak senang dan bahagia. Mereka tidak khawatir. "Klien kita tidak panik ketika musim penjualan menurun," kata Sergio Ermotti, kepala eksekutif UBS kepada Financial Times.
Selama pandemi, kebanyakan pola pikir miliader adalah tidak menjual aset mereka. "Jika kamu panik dan menjual pada Februari dan awal Maret 2020, itu akan menjadi hal sulit untuk bangkit karena pasar sudah ulih dengan cepat," kata Nicole Curti, kepada penasehat kekayaan Stanhope Capitial di Swiss.
Dia mencontoh dua miliarder yang menjadi kliennya, seorang miliader menjual sebagian aset bisnisnya selama pandemi. Sedangkan satu miliarder memilih menahan diri. Justru miliarder yang tidak menjual asetnya berkembang pesat.
"Masa pandemi memang penuh dengan emosional, tetapi perlu menjaga performa agar tetap berinvestasi," paparnya.
Dalam pandangan Melissa Leach, Direktur Institute of Development Studies, lembaga penelitian berbasis di Inggris, pandemi Covid-19 merupakan suatu hal yang unik karena memiliki dampak yang berbeda kepada populasi yang berbeda-beda di dunia.
"Epidemi selalu menjadi cermin bagi masyarakat. Itu juga mampu mengungkap dunia yang semakin tidak setara," ujarnya dilansir NBC News.
Dia mengatakan, semua pihak melihat semakin banyak orang kaya yang jumlahnya sangat sedikit. Tetapi, semakin banyak orang yang bertambah miskin.
"Itu menunjukkan perlu penguatan fungsi demokrasi dan kebijakan ekonomi yang lebih terarah," paparnya.
Di saat krisis pandemi korona, para miliarder justru tampak senang dan bahagia. Mereka tidak khawatir. "Klien kita tidak panik ketika musim penjualan menurun," kata Sergio Ermotti, kepala eksekutif UBS kepada Financial Times.
Selama pandemi, kebanyakan pola pikir miliader adalah tidak menjual aset mereka. "Jika kamu panik dan menjual pada Februari dan awal Maret 2020, itu akan menjadi hal sulit untuk bangkit karena pasar sudah ulih dengan cepat," kata Nicole Curti, kepada penasehat kekayaan Stanhope Capitial di Swiss.
Dia mencontoh dua miliarder yang menjadi kliennya, seorang miliader menjual sebagian aset bisnisnya selama pandemi. Sedangkan satu miliarder memilih menahan diri. Justru miliarder yang tidak menjual asetnya berkembang pesat.
"Masa pandemi memang penuh dengan emosional, tetapi perlu menjaga performa agar tetap berinvestasi," paparnya.
(ynt)
tulis komentar anda