Gandeng BNI dan Jasindo, BP2MI Fasilitasi Kredit dan Jaminan Keamanan Pekerja Migran
Rabu, 20 Oktober 2021 - 09:00 WIB
JAKARTA - Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menggandeng PT Bank Negara Indonesia (Persero) dan Asuransi Jasindo sebagai upaya membantu pembiayaan serta keamanan Pekerja Migran Indonesia (PMI) . Adapun bentuk dukungan yang diberikan berupa fasilitas Kredit Tanpa Agunan (KTA) dan jaminan keamanan.
Pasalnya, para PMI yang hendak bekerja harus mengikuti pelatihan guna mendapatkan sertifikat sebagai bukti keahlian dibidangnya. Di mana dalam mengikuti pelatihan tersebut membutuhkan biaya besar. Selain itu, diiringi pula oleh biaya lainnya seperti medical check up, paspor, visa, tiket, transportasi dan lainnya.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani memaparkan, dirilisnya bantuan dari bank BNI berlandaskan dari persoalan biaya yang ditanggung oleh PMI. Sebelum bantuan ini diluncurkan, banyak dari para PMI yang menjual harta milik keluarganya maupun meminjam kepada rentenir.
"Kalau PMI ingin berangkat ke luar negeri, mereka pasti butuh modal yang besar. Dulu mereka nggak punya uang, pilihannya dua. Antara menjual harta milik keluarganya atau meminjam ke rentenir, dengan resiko bunganya tinggi. Makanya PMI sulit kaya ya karena itu, mereka jadi nggak punya tabungan," paparnya kepada MNC Portal, Selasa (19/10/2021).
Untuk modal bekerja tersebut, lanjut Benny, saat ini BP2MI yang dibantu oleh BUMN dalam hal ini bank BNI dengan meluncurkan Kredit Tanpa Agunan (KTA). "Jadi kebutuhan biaya untuk bekerja yang hingga Rp30-40 juta itu sudah disiapkan oleh BNI, bunganya pun juga sangat rendah, yaitu 11 persen per tahun," ujarnya.
Sementara bantuan dari Asuransi Jasindo, Benny menerangkan kehadirannya sebagai pihak yang menanggung resiko. Sehingga apabila batal berangkat namun sudah terlanjur meminjam uang, bisa ditanggung oleh Jasindo.
Terkait bantuan dana yang disediakan oleh BNI, Benny menekankan, pinjaman tersebut bentuknya tidak wajib. Artinya program ini hanyalah bantuan dari negara yang memberikan fasilitas agar PMI terbantu dari sisi permodalan.
"Pinjaman ini bukan suatu kewajiban atau paksaan. Tapi ini hanya bantuan dari negara menyiapkan fasilitas supaya PMI bisa terbantu. Lalu untuk jumlah dana bisa disesuaikan dengan kebutuhan modal. Karena setiap negara beda-beda," tukasnya.
Pasalnya, para PMI yang hendak bekerja harus mengikuti pelatihan guna mendapatkan sertifikat sebagai bukti keahlian dibidangnya. Di mana dalam mengikuti pelatihan tersebut membutuhkan biaya besar. Selain itu, diiringi pula oleh biaya lainnya seperti medical check up, paspor, visa, tiket, transportasi dan lainnya.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani memaparkan, dirilisnya bantuan dari bank BNI berlandaskan dari persoalan biaya yang ditanggung oleh PMI. Sebelum bantuan ini diluncurkan, banyak dari para PMI yang menjual harta milik keluarganya maupun meminjam kepada rentenir.
"Kalau PMI ingin berangkat ke luar negeri, mereka pasti butuh modal yang besar. Dulu mereka nggak punya uang, pilihannya dua. Antara menjual harta milik keluarganya atau meminjam ke rentenir, dengan resiko bunganya tinggi. Makanya PMI sulit kaya ya karena itu, mereka jadi nggak punya tabungan," paparnya kepada MNC Portal, Selasa (19/10/2021).
Untuk modal bekerja tersebut, lanjut Benny, saat ini BP2MI yang dibantu oleh BUMN dalam hal ini bank BNI dengan meluncurkan Kredit Tanpa Agunan (KTA). "Jadi kebutuhan biaya untuk bekerja yang hingga Rp30-40 juta itu sudah disiapkan oleh BNI, bunganya pun juga sangat rendah, yaitu 11 persen per tahun," ujarnya.
Sementara bantuan dari Asuransi Jasindo, Benny menerangkan kehadirannya sebagai pihak yang menanggung resiko. Sehingga apabila batal berangkat namun sudah terlanjur meminjam uang, bisa ditanggung oleh Jasindo.
Terkait bantuan dana yang disediakan oleh BNI, Benny menekankan, pinjaman tersebut bentuknya tidak wajib. Artinya program ini hanyalah bantuan dari negara yang memberikan fasilitas agar PMI terbantu dari sisi permodalan.
"Pinjaman ini bukan suatu kewajiban atau paksaan. Tapi ini hanya bantuan dari negara menyiapkan fasilitas supaya PMI bisa terbantu. Lalu untuk jumlah dana bisa disesuaikan dengan kebutuhan modal. Karena setiap negara beda-beda," tukasnya.
(ind)
tulis komentar anda