Bos Bio Farma Klaim Tarif PCR di Indonesia Lebih Murah dari Malaysia hingga UEA
Selasa, 09 November 2021 - 15:08 WIB
JAKARTA - Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir mengklaim harga tes polymerase chain reaction (PCR) di Indonesia lebih murah daripada negara lain seperti Thailand, Malaysia, Singapura, hingga Uni Emirat Arab (UEA).
Sesuai ketentuan pemerintah, saat ini tarif tertinggi PCR mencapai Rp275.000 untuk Jawa-Bali dan di luar Jawa-Bali sebesar Rp300.000. Tarif ini mengalami penurunan dari sebelumnya Rp475.000.
"Kami melihat harga tes PCR di Indonesia merupakan harga tes PCR yang termurah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura, bahkan ada beberapa negara seperti Uni Emirat Arab, di mana harga tes PCR di negara tersebut jauh lebih mahal dari harga yang ditetapkan di Indonesia," ujarnya, Selasa (9/11/2021).
Bahkan, dia berkeyakinan harga tes PCR akan terus mengalami penurunan karena adanya perubahan model bisnis perusahaan farmasi hingga pasokan dalam negeri. Menurut dia, semakin tinggi supply dan perubahan model bisnis, maka dimungkunkan terjadinya penurunan tarif PCR.
"Kami berkeyakinan semakin banyak supply dalam negeri, mungkin harga ini bisa kita turunkan hingga level tertentu dan juga adanya bisnis model yang berkembang sekarang antara kolaborasi pemilik mesin sendiri dan pemilik reagen sendiri mungkin bisa menekan harga sampai ke level tertentu," urainya.
Sebagai catatan, Bio Farma merupakan salah satu BUMN yang ikut memproduksi reagen PCR. Tercatat, perseroan sudah mengantongi tiga produk alat diagnosa Covid-19 tersebut yaitu BioVTM, PCR Singleplex (Biocav), dan BioSaliva.
Saat ini, kapasitas existing BioVTM 300.000 tube per bulan dan kapasitas ekspansi sebanyak 600.000 tube per bulan. Kemudian untuk existing produk Biocav mencapai 2.400.000 test per bulan dengan kapasitas ekspansi mencapai 5.000.000 test per bulan. Lalu, kapasitas eksisting BioSaliva 40.000 kit per bulan dengan kapasitas ekspansi 100.000 kit per bulan.
Honesti juga menilai, mekanisme harga tertinggi PCR sama dengan harga tertinggi eceran sejumlah obat-obatan yang dipasarkan di klinik atau layanan kesehatan resmi.
"Dan menurut kami, model sekarang yang ditetapkan pemerintah untuk menetapkan harga tertinggi dari reagen ini sangat membantu membuat harga pengetesan ini bisa didapat oleh masyarakat. Persis seperti pada farmasi obat-obatan, itu juga semacam harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, tidak murni melewati syarat mekanisme pasar," jelas dia.
Sesuai ketentuan pemerintah, saat ini tarif tertinggi PCR mencapai Rp275.000 untuk Jawa-Bali dan di luar Jawa-Bali sebesar Rp300.000. Tarif ini mengalami penurunan dari sebelumnya Rp475.000.
"Kami melihat harga tes PCR di Indonesia merupakan harga tes PCR yang termurah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura, bahkan ada beberapa negara seperti Uni Emirat Arab, di mana harga tes PCR di negara tersebut jauh lebih mahal dari harga yang ditetapkan di Indonesia," ujarnya, Selasa (9/11/2021).
Bahkan, dia berkeyakinan harga tes PCR akan terus mengalami penurunan karena adanya perubahan model bisnis perusahaan farmasi hingga pasokan dalam negeri. Menurut dia, semakin tinggi supply dan perubahan model bisnis, maka dimungkunkan terjadinya penurunan tarif PCR.
"Kami berkeyakinan semakin banyak supply dalam negeri, mungkin harga ini bisa kita turunkan hingga level tertentu dan juga adanya bisnis model yang berkembang sekarang antara kolaborasi pemilik mesin sendiri dan pemilik reagen sendiri mungkin bisa menekan harga sampai ke level tertentu," urainya.
Sebagai catatan, Bio Farma merupakan salah satu BUMN yang ikut memproduksi reagen PCR. Tercatat, perseroan sudah mengantongi tiga produk alat diagnosa Covid-19 tersebut yaitu BioVTM, PCR Singleplex (Biocav), dan BioSaliva.
Saat ini, kapasitas existing BioVTM 300.000 tube per bulan dan kapasitas ekspansi sebanyak 600.000 tube per bulan. Kemudian untuk existing produk Biocav mencapai 2.400.000 test per bulan dengan kapasitas ekspansi mencapai 5.000.000 test per bulan. Lalu, kapasitas eksisting BioSaliva 40.000 kit per bulan dengan kapasitas ekspansi 100.000 kit per bulan.
Honesti juga menilai, mekanisme harga tertinggi PCR sama dengan harga tertinggi eceran sejumlah obat-obatan yang dipasarkan di klinik atau layanan kesehatan resmi.
"Dan menurut kami, model sekarang yang ditetapkan pemerintah untuk menetapkan harga tertinggi dari reagen ini sangat membantu membuat harga pengetesan ini bisa didapat oleh masyarakat. Persis seperti pada farmasi obat-obatan, itu juga semacam harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, tidak murni melewati syarat mekanisme pasar," jelas dia.
(ind)
Lihat Juga :
tulis komentar anda