Kinerja Keuangan Garuda Indonesia Diramal Membaik Tahun Depan
Rabu, 10 November 2021 - 20:57 WIB
JAKARTA - Kementerian BUMN memperkirakan kinerja keuangan Garuda Indonesia mulai membaik di kuartal II 2022 mendatang. Optimisme tersebut dibarengi dengan kesepakatan restrukturisasi utang emiten yang ditargetkan berakhir di periode tersebut.
Adapun utang emiten dengan kode saham GIAA itu mencapai USD9,8 miliar atau setara Rp139 triliun. Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo memperhitungkan Mei-Juni tahun depan terjadi break even point (BEP) atau total pendapatan Garuda sama dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan begitu, di periode selanjutnya keuangan perusahaan akan tumbuh positif. "Jadi harapannya memang di Mei-Juni 2022 baru mulai mencapai break event dan mulai positif," ujar Kartika, Rabu (10/11/2021).
Meski begitu, nasib baik keuangan Garuda tergantung persetujuan kreditur hingga lessor. Tiko, sapaan akrab Kartika mencatat, persetujuan terhadap proposal restrukturisasi utang akan menekan bunga dan utang maskapai penerbangan pelat merah itu.
Di kesempatan lain, Tiko mencatat bila proses restrukturisasi berjalan lancar, maka dapat menghemat pengeluaran perusahaan hingga 50 persen lebih. Kondisi tersebut akan menambah nafas Garuda hingga industri penerbangan semakin kondusif.
Dalam hitungan pemegang saham, pada 2022 pendapatan Garuda sudah menyentuh level USD120 juta dan naik hingga USD200 juta pada 2023. Namun, perkiraan ini juga tergantung pada kebijakan pemerintah perihal pengetatan pergerakan masa.
Baca Juga: Restrukturisasi Utang Garuda Indonesia Kompleks, Ini Penjelasannya
Di lain sisi, Kementerian BUMN juga meyakini mampu mengurangi utang perusahaan dari Rp139 triliun menjadi USD3,69 miliar atau setara Rp52,39 triliun. Saat ini, pemegang saham telah menyusun rumusan besar perihal langkah strategis untuk menekan utang perusahaan
"Secara umum, untuk mengurangi utang garuda dari USD9,7 miliar menjadi USD3,69 miliar, itu mesti ada rumusan dasar yang harus kita ajukan dan sekarang dalam proses komunikasi," tutur dia.
Adapun utang emiten dengan kode saham GIAA itu mencapai USD9,8 miliar atau setara Rp139 triliun. Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo memperhitungkan Mei-Juni tahun depan terjadi break even point (BEP) atau total pendapatan Garuda sama dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan begitu, di periode selanjutnya keuangan perusahaan akan tumbuh positif. "Jadi harapannya memang di Mei-Juni 2022 baru mulai mencapai break event dan mulai positif," ujar Kartika, Rabu (10/11/2021).
Meski begitu, nasib baik keuangan Garuda tergantung persetujuan kreditur hingga lessor. Tiko, sapaan akrab Kartika mencatat, persetujuan terhadap proposal restrukturisasi utang akan menekan bunga dan utang maskapai penerbangan pelat merah itu.
Di kesempatan lain, Tiko mencatat bila proses restrukturisasi berjalan lancar, maka dapat menghemat pengeluaran perusahaan hingga 50 persen lebih. Kondisi tersebut akan menambah nafas Garuda hingga industri penerbangan semakin kondusif.
Dalam hitungan pemegang saham, pada 2022 pendapatan Garuda sudah menyentuh level USD120 juta dan naik hingga USD200 juta pada 2023. Namun, perkiraan ini juga tergantung pada kebijakan pemerintah perihal pengetatan pergerakan masa.
Baca Juga: Restrukturisasi Utang Garuda Indonesia Kompleks, Ini Penjelasannya
Di lain sisi, Kementerian BUMN juga meyakini mampu mengurangi utang perusahaan dari Rp139 triliun menjadi USD3,69 miliar atau setara Rp52,39 triliun. Saat ini, pemegang saham telah menyusun rumusan besar perihal langkah strategis untuk menekan utang perusahaan
"Secara umum, untuk mengurangi utang garuda dari USD9,7 miliar menjadi USD3,69 miliar, itu mesti ada rumusan dasar yang harus kita ajukan dan sekarang dalam proses komunikasi," tutur dia.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda