Tragedi Fukushima dan Alasan Jepang Borong Cangkang Sawit Indonesia
Senin, 29 November 2021 - 16:55 WIB
JAKARTA - Jepang menjadi pasar ekspor terbesar bagi cangkang sawit Indonesia dan diperkirakan akan terus menjadi pasar utama untuk komoditas tersebut seiring kebijakan pengembangan energi terbarukan di Negeri Matahari Terbit.
Pascatragedi gempa bumi Fukushima pada satu dekade silam atau tepatnya pada Maret 2011, pemerintah Jepang melarang adanya pembangkit listrik yang menggunakan nuklir. Ini membuat Jepang mulai melirik biomassa cangkang sawit sebagai sumber bioenergi untuk pembangkit listrik.
"Jepang memberikan suatu kebijakan untuk tidak lagi membangun pembangkit listrik tenaga nuklir, tetapi meningkatkan jumlah pembangkit listrik yang menggunakan biomassa," ujarKetua Umum Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (Apcasi) Dikki Akhmar dalam Market Review IDX Channel, Senin (29/11/2021).
Dikki melanjutkan, saat ini pertumbuhan listrik biomassa di Jepang semakin meningkat. Ini juga seiring kebijakan energi Jepang yang yang menetapkan 24% pemenuhan energi di Jepang pada 2030 harus berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT).
Pada tahun 2019, Jepang sudah membangun 33 pembangkit listrik, kemudian 2020 meningkat menjadi 41. Selanjutnya pada tahun 2021 meningkat jadi 48 dan 2022 akan meningkat jadi 58 pembangkit.
"Dengan sendirinya kebutuhan cangkang sawit akan semakin meningkat karena jumlah pembangkit listrik yang menggunakan biomassa semakin bertumbuh di Jepang," tuturnya.
Menurut dia, pembangkit listrik biomassa di Jepang ada yang menggunakan cangkang sawit 100%, ada juga yang 30% dikombinasikan dengan wood pellet, dan 70% menggunakan cangkang sawit. "Itu yang membuat frekuensi atau volume cangkang sawit kita makin lama makin besar dibutuhkan di negara Jepang," ungkapnya.
Selain itu, karakteristik cangkang sawit Indonesia yang tebal diminati oleh Jepang serta kalori yang dihasilkan dari cangkang sawit Indonesia juga cukup baik berkisar antara 3.900-4.200.
Pascatragedi gempa bumi Fukushima pada satu dekade silam atau tepatnya pada Maret 2011, pemerintah Jepang melarang adanya pembangkit listrik yang menggunakan nuklir. Ini membuat Jepang mulai melirik biomassa cangkang sawit sebagai sumber bioenergi untuk pembangkit listrik.
"Jepang memberikan suatu kebijakan untuk tidak lagi membangun pembangkit listrik tenaga nuklir, tetapi meningkatkan jumlah pembangkit listrik yang menggunakan biomassa," ujarKetua Umum Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (Apcasi) Dikki Akhmar dalam Market Review IDX Channel, Senin (29/11/2021).
Dikki melanjutkan, saat ini pertumbuhan listrik biomassa di Jepang semakin meningkat. Ini juga seiring kebijakan energi Jepang yang yang menetapkan 24% pemenuhan energi di Jepang pada 2030 harus berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT).
Pada tahun 2019, Jepang sudah membangun 33 pembangkit listrik, kemudian 2020 meningkat menjadi 41. Selanjutnya pada tahun 2021 meningkat jadi 48 dan 2022 akan meningkat jadi 58 pembangkit.
"Dengan sendirinya kebutuhan cangkang sawit akan semakin meningkat karena jumlah pembangkit listrik yang menggunakan biomassa semakin bertumbuh di Jepang," tuturnya.
Menurut dia, pembangkit listrik biomassa di Jepang ada yang menggunakan cangkang sawit 100%, ada juga yang 30% dikombinasikan dengan wood pellet, dan 70% menggunakan cangkang sawit. "Itu yang membuat frekuensi atau volume cangkang sawit kita makin lama makin besar dibutuhkan di negara Jepang," ungkapnya.
Selain itu, karakteristik cangkang sawit Indonesia yang tebal diminati oleh Jepang serta kalori yang dihasilkan dari cangkang sawit Indonesia juga cukup baik berkisar antara 3.900-4.200.
(ind)
Lihat Juga :
tulis komentar anda