Ombudsman Sarankan Perbaikan Kriteria Petani Penerima Pupuk Subsidi
Selasa, 30 November 2021 - 21:28 WIB
JAKARTA - Dalam rangka meningkatkan tata kelola pupuk bersubsidi, Ombudsman RI memberikan opsi rekomendasi perbaikan kriteria petani penerima subsidi kepada Kementerian Pertanian. Ombudsman menilai, kriteria petani penerima pupuk bersubsidi yang diatur dalam Permentan No. 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan HET Pupuk Bersubsidi Tahun Anggaran 2021 menyebabkan pemberian pupuk subsidi belum memberikan hasil yang setimpal dengan anggaran yang terbatas.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan jumlah komoditas yang sangat banyak, pembatasan lahan kurang dari dua hektare, serta penggunaan pupuk bersubsidi yang lebih beragam mengakibatkan alokasi pupuk bersubsidi terhadap kebutuhannya rata-rata hanya mencapai 38%.
“Jadi, resultante dari 69 komoditas, lahan dua hektare, ragam pupuk bersubsidinya yang banyak, ternyata rata-rata petani itu hanya mendapatkan 38% dari kebutuhannya,” kata Yeka saat memaparkan hasil Kajian Sistemik Ombudsman tentang “Pencegahan Maladministrasi dalam Tata Kelola Pupuk Bersubsidi” pada Selasa (30/11/2021) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.
Hasil kajian tersebut disampaikan secara langsung kepada Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri, dan PT Pupuk Indonesia (Persero).
Yeka menyampaikan, opsi pertama yakni pupuk subsidi alokasinya diberikan 100% sesuai dengan kebutuhan kepada para petani pangan dan holtikultura dengan luas lahan garapan di bawah 0,1 hektare.
“Perlu diketahui, petani pangan dan holtikultura yang luas lahan garapannya di bawah 0,1 hektare itu mencapai 60% dari seluruh rumah tangga petani Indonesia,” ungkapnya.
Opsi kedua, pupuk subsidi diberikan 100% hanya kepada petani dengan komoditas tertentu, dengan luas lahan garapan di bawah 0,5 hektare hanya untuk tanaman padi dan jagung saja.
“Opsi ketiga, pupuk subsidi diberikan kepada petani dengan luas lahan garapan di bawah 1 hektare dengan komoditas strategis. Akan tetapi kami memagari rasio alokasi dengan kebutuhannya minimal 60%,” terangnya.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan jumlah komoditas yang sangat banyak, pembatasan lahan kurang dari dua hektare, serta penggunaan pupuk bersubsidi yang lebih beragam mengakibatkan alokasi pupuk bersubsidi terhadap kebutuhannya rata-rata hanya mencapai 38%.
“Jadi, resultante dari 69 komoditas, lahan dua hektare, ragam pupuk bersubsidinya yang banyak, ternyata rata-rata petani itu hanya mendapatkan 38% dari kebutuhannya,” kata Yeka saat memaparkan hasil Kajian Sistemik Ombudsman tentang “Pencegahan Maladministrasi dalam Tata Kelola Pupuk Bersubsidi” pada Selasa (30/11/2021) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.
Hasil kajian tersebut disampaikan secara langsung kepada Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri, dan PT Pupuk Indonesia (Persero).
Yeka menyampaikan, opsi pertama yakni pupuk subsidi alokasinya diberikan 100% sesuai dengan kebutuhan kepada para petani pangan dan holtikultura dengan luas lahan garapan di bawah 0,1 hektare.
“Perlu diketahui, petani pangan dan holtikultura yang luas lahan garapannya di bawah 0,1 hektare itu mencapai 60% dari seluruh rumah tangga petani Indonesia,” ungkapnya.
Opsi kedua, pupuk subsidi diberikan 100% hanya kepada petani dengan komoditas tertentu, dengan luas lahan garapan di bawah 0,5 hektare hanya untuk tanaman padi dan jagung saja.
“Opsi ketiga, pupuk subsidi diberikan kepada petani dengan luas lahan garapan di bawah 1 hektare dengan komoditas strategis. Akan tetapi kami memagari rasio alokasi dengan kebutuhannya minimal 60%,” terangnya.
tulis komentar anda