Demi Pemulihan Ekonomi Pascapandemi, Pembangunan Trans Sumatera Terus Berlanjut
Minggu, 07 Juni 2020 - 07:30 WIB
Di tengah pandemi mengapa pemerintah tetap ngotot untuk melanjutkan pembangunan Trans Sumatera yang membutuhkan dana besar. Tidak itu saja, utang Hutama Karya sejak menjadi kontraktor pembangunan jalan tol ini pun bertambah. Seperti di tahun 2019 lalu, liabilitas (kewajiban membayar utang) perseroan tercatat meningkat 28,52% menjadi Rp 69,29 triliun. Di Tahun 2020 ini, Hutama Karya juga telah menerbitkan global bonds senilai US$600 juta atau setara dengan Rp9 triliun.
Salah satu alasannya, sebagai pulau terbesar kedua di negeri ini, memiliki populasi penduduk yang besar, lebih dari 58 juta jiwa. Sumatera juga punya peran penting dalam perekonomian negara. Pulau ini dianugerahi beragam sumber daya alam yang melimpah. Mulai dari karet, minyak kelapa sawit, kopi, minyak bumi, batu bara, hingga gas alam.
Sumatera memiliki sekitar 4,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit atau 70% dari luas perkebunan kelapa sawit nasional. Luas perkebunan karet di pulau ini sekitar 2,58 juta hektar atau 74,4% dari luas perkebunan kelapa sawit nasional. Indonesia memiliki cadangan batu bara 147,6 miliar ton yang tersebar di 21 provinsi. Dari jumlah tersebut, sumber daya paling banyak terdapat di Sumatera Selatan, 50,2 miliar ton.
Berdasarkan catatan BPS, tahun 2019, Sumatera mampu memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 21,32%. Kedua terbesar setalah Pulau Jawa. Dengan segala potensi yang dimiliki, tak berlebihan bila dikatakan membangun Sumatera berarti juga membangun masa depan Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, keberadaan Tol Trans Sumatera memang penting. Menurutnya Tol Trans Sumatera diperkirakan akan mampu memberikan multiplier effect sebesar Rp 2,23 triliun per tahun. Sehingga manfaat yang dapat dipetik dari keseluruhan proyek infrastruktur ini bisa capai Rp 769,5 triliun. Jauh lebih besar dari biaya yang dibutuhkan untuk membangunnya.
Dari kajian yang dilakukan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, diketahui pembangunan Trans Sumatera berpotensi menambah penerimaan pajak sebesar Rp 2.690 triliun dalam kurun waktu 2018-2048 atau sekitar Rp 89,7 triliun per tahun. Penerimaan tersebut berasal dari pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Mampu memberi tambahan bagi Penerimaan Asli Daerah (PAD) untuk provinsi-provinsi yang ada di Sumatera. Besarnya, Rp 9,7 triliun per tahun atau Rp 300 triliun. Trans Sumatera juga dapat membuat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) naik mencapai Rp 627 triliun per tahun. Dihitung-hitung, mega proyek ini pun dapat menyerap tenaga kerja selama periode 2018-2040 sebanyak 2,13 juta orang.
Semua prediksi itu memang terlihat oke, tapi semuanya itu masih hitung-hitungan di atas kertas. Faktanya tidak semua masyarakat di sumatera seperti Wiryanto atau Waluyo yang telah menikmati manfaat dari keberadaan Trans Jawa.
Lihat saja, pedagang dan juga pemilik rumah makan yang ada berada di jalan Lintas Sumatera. Mereka kini malah menurun pendapatannya akibat kendaraan pribadi bus dan truck lebih memilih melalui jalan tol ketimbang jalan lintas Sumatera (jalan nasional).
Omset mereka turun drastis hingga 70% lebih. Dulu setiap pedagang bisa mengantongi pendapatan rata-rata satu juta per hari. Apalagi disaat pandemic seperti sekarang ini kadang tidak ada pembeli yang datang. Itu seperti yang dialami oleh pedagang oleh-oleh khas Lampung yang berada di sepanjang jalan Bypass Soekarno-Hatta, Karang Maritim, Kecamatan Pajang, Lampung.
Salah satu alasannya, sebagai pulau terbesar kedua di negeri ini, memiliki populasi penduduk yang besar, lebih dari 58 juta jiwa. Sumatera juga punya peran penting dalam perekonomian negara. Pulau ini dianugerahi beragam sumber daya alam yang melimpah. Mulai dari karet, minyak kelapa sawit, kopi, minyak bumi, batu bara, hingga gas alam.
Sumatera memiliki sekitar 4,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit atau 70% dari luas perkebunan kelapa sawit nasional. Luas perkebunan karet di pulau ini sekitar 2,58 juta hektar atau 74,4% dari luas perkebunan kelapa sawit nasional. Indonesia memiliki cadangan batu bara 147,6 miliar ton yang tersebar di 21 provinsi. Dari jumlah tersebut, sumber daya paling banyak terdapat di Sumatera Selatan, 50,2 miliar ton.
Berdasarkan catatan BPS, tahun 2019, Sumatera mampu memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 21,32%. Kedua terbesar setalah Pulau Jawa. Dengan segala potensi yang dimiliki, tak berlebihan bila dikatakan membangun Sumatera berarti juga membangun masa depan Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, keberadaan Tol Trans Sumatera memang penting. Menurutnya Tol Trans Sumatera diperkirakan akan mampu memberikan multiplier effect sebesar Rp 2,23 triliun per tahun. Sehingga manfaat yang dapat dipetik dari keseluruhan proyek infrastruktur ini bisa capai Rp 769,5 triliun. Jauh lebih besar dari biaya yang dibutuhkan untuk membangunnya.
Dari kajian yang dilakukan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, diketahui pembangunan Trans Sumatera berpotensi menambah penerimaan pajak sebesar Rp 2.690 triliun dalam kurun waktu 2018-2048 atau sekitar Rp 89,7 triliun per tahun. Penerimaan tersebut berasal dari pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Mampu memberi tambahan bagi Penerimaan Asli Daerah (PAD) untuk provinsi-provinsi yang ada di Sumatera. Besarnya, Rp 9,7 triliun per tahun atau Rp 300 triliun. Trans Sumatera juga dapat membuat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) naik mencapai Rp 627 triliun per tahun. Dihitung-hitung, mega proyek ini pun dapat menyerap tenaga kerja selama periode 2018-2040 sebanyak 2,13 juta orang.
Semua prediksi itu memang terlihat oke, tapi semuanya itu masih hitung-hitungan di atas kertas. Faktanya tidak semua masyarakat di sumatera seperti Wiryanto atau Waluyo yang telah menikmati manfaat dari keberadaan Trans Jawa.
Lihat saja, pedagang dan juga pemilik rumah makan yang ada berada di jalan Lintas Sumatera. Mereka kini malah menurun pendapatannya akibat kendaraan pribadi bus dan truck lebih memilih melalui jalan tol ketimbang jalan lintas Sumatera (jalan nasional).
Omset mereka turun drastis hingga 70% lebih. Dulu setiap pedagang bisa mengantongi pendapatan rata-rata satu juta per hari. Apalagi disaat pandemic seperti sekarang ini kadang tidak ada pembeli yang datang. Itu seperti yang dialami oleh pedagang oleh-oleh khas Lampung yang berada di sepanjang jalan Bypass Soekarno-Hatta, Karang Maritim, Kecamatan Pajang, Lampung.
tulis komentar anda