DPR Setujui UU HKPD, Belanja PNS Dibatasi 30% Agar Tidak Boros
Selasa, 07 Desember 2021 - 18:11 WIB
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD) menjadi undang-undang. Melalui aturan tersebut, pemerintah daerah kini hanya boleh belanja pegawai maksimal 30% dari anggarannya.
"Untuk kualitas belanja, kami bersama DPR telah sepakat untuk melakukan pengaturan belanja pegawai dan belanja infrastruktur. Belanja pegawai 30% dan infrastruktur 40% dengan transisi selama lima tahun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers usai Rapat Paripurna pengesahan UU HKPD, Selasa (7/12/2021).
Ia menyebut, langkah pemerintah memberlakukan batas maksimal ini karena lebih dari separuh anggaran daerah selama ini digunakan untuk belanja pegawai. Belanja pegawai yang diperoleh dari hasil Dana Alokasi Umum (DAU) menyerap 64,8% dari transfer yang diterima daerah.
Adapun UU HKPD yang baru disahkan ini terdiri atas 12 BAB. Salah satu BAB dalam beleid tersebut mengatur tentang upaya peningkatan kualitas belanja pemerintah daerah yang selama ini masih didominasi belanja pegawai. Ada sejumlah manfaat yang akan didapatkan daerah dalam aturan baru tersebut. Terdapat empat pilar penting yang termuat dalam UU HKPD.
Pertama, mengembangkan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dengan meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal. "Kedua, mengembangkan sistem pajak daerah untuk mendukung alokasi sumber daya yang efisien, ketiga kualitas belanja, keempat harmonisasi belanja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah," ujar dia.
Melalui pelaksanaan UU HKPD, kata dia, ada beberapa hal yang bisa meningkatkan kapasitas pendapatan pemerintah daerah. Misalnya Dana Bagi Hasil (DBH) akan dilakukan beberapa perubahan sesuai dengan aspirasi beberapa daerah yang sekarang, terutama dari natural resources.
Misalnya, hasil dari sumber daya yang dikelola biasanya dibagikan untuk daerah origin atau penghasil dan daerah non penghasil, tapi di provinsi yang sama. Kini, DBH akan diberikan juga untuk daerah perbatasan meski dalam provinsi yang berbeda.
"Kita juga memberikan kepada daerah pengolah kemudian DBH diberikan berdasarkan realisasi tahun sebelumnya. Misal, DBH cukai hasil tembakau atau DBH rokok naik dari 2 persen menjadi 3 persen, dan juga kita meningkatkan DBH untuk PBB dari 90 persen jadi 10 persen semuanya untuk daerah," ungkap Sri.
Kemudian, DBH akan dihitung berdasarkan realisasi penerimaan negara tahun anggaran sebelumnya (T-1). Melalui berbagai kebijakan DBH tersebut, Sri menyebutkan hasil simulasi dengan menggunakan data penerimaan negara tahun 2021 memperkirakan alokasi DBH akan meningkat sebesar 2,74% yaitu dari Rp108,2 triliun menjadi Rp111,2 triliun.
"Meskipun DBH dialokasikan berdasarkan prinsip by origin, aspek kinerja juga akan menjadi salah satu pertimbangan dalam pengalokasian DBH dalam RUU HKPD," pungkasnya.
"Untuk kualitas belanja, kami bersama DPR telah sepakat untuk melakukan pengaturan belanja pegawai dan belanja infrastruktur. Belanja pegawai 30% dan infrastruktur 40% dengan transisi selama lima tahun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers usai Rapat Paripurna pengesahan UU HKPD, Selasa (7/12/2021).
Ia menyebut, langkah pemerintah memberlakukan batas maksimal ini karena lebih dari separuh anggaran daerah selama ini digunakan untuk belanja pegawai. Belanja pegawai yang diperoleh dari hasil Dana Alokasi Umum (DAU) menyerap 64,8% dari transfer yang diterima daerah.
Adapun UU HKPD yang baru disahkan ini terdiri atas 12 BAB. Salah satu BAB dalam beleid tersebut mengatur tentang upaya peningkatan kualitas belanja pemerintah daerah yang selama ini masih didominasi belanja pegawai. Ada sejumlah manfaat yang akan didapatkan daerah dalam aturan baru tersebut. Terdapat empat pilar penting yang termuat dalam UU HKPD.
Pertama, mengembangkan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dengan meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal. "Kedua, mengembangkan sistem pajak daerah untuk mendukung alokasi sumber daya yang efisien, ketiga kualitas belanja, keempat harmonisasi belanja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah," ujar dia.
Melalui pelaksanaan UU HKPD, kata dia, ada beberapa hal yang bisa meningkatkan kapasitas pendapatan pemerintah daerah. Misalnya Dana Bagi Hasil (DBH) akan dilakukan beberapa perubahan sesuai dengan aspirasi beberapa daerah yang sekarang, terutama dari natural resources.
Misalnya, hasil dari sumber daya yang dikelola biasanya dibagikan untuk daerah origin atau penghasil dan daerah non penghasil, tapi di provinsi yang sama. Kini, DBH akan diberikan juga untuk daerah perbatasan meski dalam provinsi yang berbeda.
"Kita juga memberikan kepada daerah pengolah kemudian DBH diberikan berdasarkan realisasi tahun sebelumnya. Misal, DBH cukai hasil tembakau atau DBH rokok naik dari 2 persen menjadi 3 persen, dan juga kita meningkatkan DBH untuk PBB dari 90 persen jadi 10 persen semuanya untuk daerah," ungkap Sri.
Kemudian, DBH akan dihitung berdasarkan realisasi penerimaan negara tahun anggaran sebelumnya (T-1). Melalui berbagai kebijakan DBH tersebut, Sri menyebutkan hasil simulasi dengan menggunakan data penerimaan negara tahun 2021 memperkirakan alokasi DBH akan meningkat sebesar 2,74% yaitu dari Rp108,2 triliun menjadi Rp111,2 triliun.
"Meskipun DBH dialokasikan berdasarkan prinsip by origin, aspek kinerja juga akan menjadi salah satu pertimbangan dalam pengalokasian DBH dalam RUU HKPD," pungkasnya.
(nng)
tulis komentar anda