Transisi Energi Butuh Duit Rp3.500 Triliun, APBN RI Kuat?
Kamis, 09 Desember 2021 - 19:45 WIB
BALI - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, transisi dari energi fosil ke ramah lingkungan membutuhkan biaya sangat besar mencapai Rp3.500 triliun. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagaimana bisa meraih pendanaan sebesar itu.
"Kita sekarang sedang membangun fiscal policy untuk climate change work. Tujuannya untuk mengumpulkan dana internasional termasuk green finance," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rangakaian forum G20, di Bali, Kamis (9/12/2021).
Menurutnya, APBN RI tidak bisa menanggung beban biaya sebesar itu. Sebab itu, pihaknya menyiapkan beberapa langkah lain, seperti kebijakan fiskal khusus untuk menangani perubahan iklim.
Adapun APBN akan difokuskan untuk kegiatan yang mendukung ekonomi berkelanjutan, misalnya mendorong program penanaman mangrove hingga perbaikan manajemen lahan.
"Kemudian, untuk membangun transportasi seperti LRT, MRT, yang tidak hanya untuk mengurangi kemacetan namun untuk mengurangi emisi C02," katanya.
Tidak hanya itu, pemerintah juga tentunya akan menggandeng pihak swasta agar mau berinvetasi mengembangan energi baru terbarukan (EBT).
"Karena kebutuhannya tadi Rp 3.500 triliun nggak mungkin semua dari APBN, pasti dari private sector, dan mereka pasti pinjam. Kalau dia pinjam di bank risiko tinggi dia nggak bisa, sehingga bank sentral dan OJK perlu memberikan sinyal bahwa sekarang investasi climate change risikonya bisa diturunkan. Ini akan didiskusikan," jelasnya.
"Kita sekarang sedang membangun fiscal policy untuk climate change work. Tujuannya untuk mengumpulkan dana internasional termasuk green finance," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rangakaian forum G20, di Bali, Kamis (9/12/2021).
Menurutnya, APBN RI tidak bisa menanggung beban biaya sebesar itu. Sebab itu, pihaknya menyiapkan beberapa langkah lain, seperti kebijakan fiskal khusus untuk menangani perubahan iklim.
Adapun APBN akan difokuskan untuk kegiatan yang mendukung ekonomi berkelanjutan, misalnya mendorong program penanaman mangrove hingga perbaikan manajemen lahan.
"Kemudian, untuk membangun transportasi seperti LRT, MRT, yang tidak hanya untuk mengurangi kemacetan namun untuk mengurangi emisi C02," katanya.
Tidak hanya itu, pemerintah juga tentunya akan menggandeng pihak swasta agar mau berinvetasi mengembangan energi baru terbarukan (EBT).
"Karena kebutuhannya tadi Rp 3.500 triliun nggak mungkin semua dari APBN, pasti dari private sector, dan mereka pasti pinjam. Kalau dia pinjam di bank risiko tinggi dia nggak bisa, sehingga bank sentral dan OJK perlu memberikan sinyal bahwa sekarang investasi climate change risikonya bisa diturunkan. Ini akan didiskusikan," jelasnya.
(nng)
tulis komentar anda