Viral Alun-alun Keraton Yogyakarta Dijual di Metaverse, Tanda-tanda Apa Ini?

Sabtu, 08 Januari 2022 - 11:46 WIB
Alun-alun utara keraton Yogyakarta viral dijual online. FOTO/Tangkapan Layar Instagram/@kratonjogja
JAKARTA - Viral alun-alun keraton Yogyakarta dijual secara virtual. Penjualan itu dilakukan di platform metaverse dan NFT. Kehebohan ini menandakan bahwa kegiatan di dunia maya harus diatur lebih ketat.

Pakar komunikasi digital UI, Firman Kurniawan mengkhawatirkan apabila ini terus dibiarkan akan menimbulkan berbagai masalah. Pasalnya, sekarang ruang virtual telah banyak dijamah publik.

"Masalah bisa muncul karena belum ada aturan hukum yang spesifik. Sementara ada risiko tafsir aturannya dicampur aduk dengan aturan main kehidupan riil sehari-hari," ujar Firman saat dihubungi MNC Portal Indonesia di Jakarta (8/1/2022).



Dia mengatakan ruang virtual, seperti metaverse atau ekstensi bumi virtual yang identik dengan bumi termasuk alun-alun keraton Yogyakarta muncul karena salinan data jutaan peta muka bumi dan sistem algoritma. Sehingga mampu memunculkan keidentikan dengan kondisi nyata. "Realitasnya sebatas virtual. Ia adalah space of flows. Ada karena terhubung oleh internet," tutur Firman

Terlebih, metaverse sebenarnya terjadi karena adanya jaringan internet. Apabila aliran listrik mati atau internet down, ruang metaverse tersebut tentu tidak ada atau bisa diakses. "Jadi, ruang itu ada tapi maya, bukan ada tapi real. Nah, karena ada tapi maya, tentu konsekuensi hukum atau regulasinya tidak akan sama," jelasnya.



Lebih lanjut dia mengatakan masyarakat Indonesia jangan gampang terjebak jargon populer dan sekedar nampak canggih di dunia maya. Metaverse adalah hasil inovasi teknologi informasi keberadaannya mampu menciptakan dan mengorganisasi ulang kehidupan paralel di dunia yang kita huni. "Namun hasil penataan ulang tergantung pihak-pihak yang berinteraksi di dalamnya," jelasnya.

Dia menjelaskan, dampak dunia maya bisa menjadi lebih baik atau lebih buruk tergantung kesepakatan. Apakah bernilai atau tak bernilai tergantung pihak yang terlibat untuk memberi nilai.

"Yang harus sepenuhnya dipahami, dunia paralel itu ditopang oleh teknologi. Teknologi tak pernah lepas dari kepentingan pengembangnya. Kepentingan itu mulai dari ekonomi, politik, sosial, budaya. Tidak pernah netral," katanya.
(nng)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More