Saatnya Mengolah Hasil Tambang
Selasa, 25 Januari 2022 - 11:03 WIB
Jauh sebelum rare earth ramai diperbicangkan, di Indonesia sebenarnya telah banyak ditemukan cadangan mineral penting yang berperan dalam industri manufaktur. Sebut saja nikel, timah, bauksit hingga tembaga. Dari sejumlah mineral tersebut, ada yang sudah diproduksi dan mayoritas di ekspor secara mentah.
Data Kementerian ESDM menyebutkan, sepanjang 2021 produksi tembaga Indonesia mencapai 289.500 ton, emas 79 ton, perak 397 ton, timah 34.500 ton, feronikel 1,58 juta ton dan pig iron 799.000 ton. Akan tetapi, untuk mineral tanah jarang memang belum terlalu banyak diketahui masyarakat awam.
Sekretaris Perusahaan PT Timah (Tbk) Muhammad Zulkarnaen mengatakan, perseroan bersama MIND ID selalku induk holding pertambangan BUMN, terus melakukan upaya percepatan pengembangan logam tanah jarang (LTJ). Langkah ini dimulai dari pengumpulan data sumber daya berdasarkan kegiatan eksplorasi sampai diperolehnya kepastian pemenuhan keberlanjutan usaha yang bekerjasama dengan institusi terkait. Teknologi yang digunakan dalam pengolahan LTJ merupakan teknologi yang tertutup dan strategis secara geopolitik.
"Oleh karena itu, fokus proyek di PT Timah saat ini melakukan pemilihan teknologi dan technology provider. Pemilihan teknologi ini tentu berkaitan juga dengan parameter ramah lingkungan, yield product antara intermediate ataupun hilir, proven reliability dalam pengembangan, serta tentu saja harus bankable,"tuturnya.
Dia menambahkan, pada 2015 silam perseroan telah membuat pilot plant pengolahan monasit menjadi rare hydroxide (REOH) yang berada di Tanjung Ular, Bangka Barat. Adapun saat ini PT Timah sedang mencoba mengoptimalkan perbaikan proses dan kualitas produk pilot plant REOH dengan mengkomparasikan teknologi yang dikembangkan di Pusat Teknologi Bahn Galian Nuklir (PTBGN) serta Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
Meski demikian, diakui Zulkarnaen bahwa pihaknya masih kesulitan menghasilkan LTJ karena keterbatasan informasi dan teknologi. Sekadar diketahui, saat ini teknologi komersial pengelola monasit masih dikuasai China, sehingga sangat sulit memperoleh teknologi pengolahan monasit secara komersial.
"Untuk itu, perlu dukungan pemerintah untuk memperoleh teknologi hilirisasi selanjutnya," ungkapnya.
Di sisi lain, Kementrian ESDM mendorong PT Timah untuk bisa memproduksi logam tanah jarang karena perusahaan dinilai memiliki upaya dan strategi tersendiri seperti melakukan eksplorasi terutama dalam menambah inventori."Rare earth ini adalah kandungan mineral ikutan, jadi kita utamanya bukan mencari rare earth tapi mencari timah yang hasil ikutannya kita kumpulkan sebagai inventori,"jelasnya.
Proses pengolahan rare earth sendiri pun cukup panjang, mulai memecah menjadi oxide lalu menjadi logam, sampai akhirnya menjadi magnet. PT Timah pun tetap mendorong hilirisasi. Hal ini dibuktikan dengan membangun pabrik yakni mendirikan perusahaan industri timah di Cilegon, Banten, yang bertujuan melakukan hilirisasi produk logam timah. Di pabrik tersebut, perseroan memproduksi tin chemical dan solder yang telah dijual ke Vietnam pada semester II/2021. Tidak hanya berhenti di situ, PT Timah juga terus melakukan penetrasi kepada para end user di Jawa Timur.
Pengamat ekonomi energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti mengatakan, dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya mineral di Tanah Air, diperlukan beberanya strategi. Di antaranya; Pertama, harus diketahui bagaimana posisi cadangan yang dimiliki. Dia menyebut hal itu sebagai strategi stockpiling geopolitical power.
Data Kementerian ESDM menyebutkan, sepanjang 2021 produksi tembaga Indonesia mencapai 289.500 ton, emas 79 ton, perak 397 ton, timah 34.500 ton, feronikel 1,58 juta ton dan pig iron 799.000 ton. Akan tetapi, untuk mineral tanah jarang memang belum terlalu banyak diketahui masyarakat awam.
Sekretaris Perusahaan PT Timah (Tbk) Muhammad Zulkarnaen mengatakan, perseroan bersama MIND ID selalku induk holding pertambangan BUMN, terus melakukan upaya percepatan pengembangan logam tanah jarang (LTJ). Langkah ini dimulai dari pengumpulan data sumber daya berdasarkan kegiatan eksplorasi sampai diperolehnya kepastian pemenuhan keberlanjutan usaha yang bekerjasama dengan institusi terkait. Teknologi yang digunakan dalam pengolahan LTJ merupakan teknologi yang tertutup dan strategis secara geopolitik.
"Oleh karena itu, fokus proyek di PT Timah saat ini melakukan pemilihan teknologi dan technology provider. Pemilihan teknologi ini tentu berkaitan juga dengan parameter ramah lingkungan, yield product antara intermediate ataupun hilir, proven reliability dalam pengembangan, serta tentu saja harus bankable,"tuturnya.
Dia menambahkan, pada 2015 silam perseroan telah membuat pilot plant pengolahan monasit menjadi rare hydroxide (REOH) yang berada di Tanjung Ular, Bangka Barat. Adapun saat ini PT Timah sedang mencoba mengoptimalkan perbaikan proses dan kualitas produk pilot plant REOH dengan mengkomparasikan teknologi yang dikembangkan di Pusat Teknologi Bahn Galian Nuklir (PTBGN) serta Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
Meski demikian, diakui Zulkarnaen bahwa pihaknya masih kesulitan menghasilkan LTJ karena keterbatasan informasi dan teknologi. Sekadar diketahui, saat ini teknologi komersial pengelola monasit masih dikuasai China, sehingga sangat sulit memperoleh teknologi pengolahan monasit secara komersial.
"Untuk itu, perlu dukungan pemerintah untuk memperoleh teknologi hilirisasi selanjutnya," ungkapnya.
Di sisi lain, Kementrian ESDM mendorong PT Timah untuk bisa memproduksi logam tanah jarang karena perusahaan dinilai memiliki upaya dan strategi tersendiri seperti melakukan eksplorasi terutama dalam menambah inventori."Rare earth ini adalah kandungan mineral ikutan, jadi kita utamanya bukan mencari rare earth tapi mencari timah yang hasil ikutannya kita kumpulkan sebagai inventori,"jelasnya.
Proses pengolahan rare earth sendiri pun cukup panjang, mulai memecah menjadi oxide lalu menjadi logam, sampai akhirnya menjadi magnet. PT Timah pun tetap mendorong hilirisasi. Hal ini dibuktikan dengan membangun pabrik yakni mendirikan perusahaan industri timah di Cilegon, Banten, yang bertujuan melakukan hilirisasi produk logam timah. Di pabrik tersebut, perseroan memproduksi tin chemical dan solder yang telah dijual ke Vietnam pada semester II/2021. Tidak hanya berhenti di situ, PT Timah juga terus melakukan penetrasi kepada para end user di Jawa Timur.
Pengamat ekonomi energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti mengatakan, dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya mineral di Tanah Air, diperlukan beberanya strategi. Di antaranya; Pertama, harus diketahui bagaimana posisi cadangan yang dimiliki. Dia menyebut hal itu sebagai strategi stockpiling geopolitical power.
tulis komentar anda