Harta Karun di Lumpur Lapindo Tak Hanya Rare Earth, Siapa Pemiliknya?
Kamis, 27 Januari 2022 - 10:22 WIB
JAKARTA - Lumpur Lapindo belakangan kembali menjadi perbincangan setelah Badan Geologi Kementerian ESDM menemukan adanya potensi mineral super langka bernama Logam Tanah Jarang (LTJ) . Ditambah ternyata selain LTJ, lumpur Lapindo mengandung mineral lain yang jumlahnya lebih banyak daripada LTJ.
"Ada indikasi keberadaan dari logam tanah jarang ini, selain itu ada logam lainnya termasuk logam critical raw material (CRM) ini yang jumlahnya lebih besar," ujar Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono.
CRM sendiri adalah mineral mentah yang sangat penting untuk industri, contohnya bauksit, cobalt, antimoni, baryte dan lainnya. Berdasarkan keterangan dari Badan Geologi, CRM yang terkandung di kawasan ini berupa Litium (Li) dan Stronsium (Sr).
"Kandungan Litium di lumpur Lapindo memiliki kadar 99,26-280,46 ppm, dan Stronsium dengan kadar 255,44 - 650,49 pp," tulisnya.
Dua CRM ini ditemukan di dalam lumpur Lapindo dengan kedalaman 5 meter. Ke depan, perlu dilakukan penyelidikan yang lebih terperinci untuk mendapatkan data yang lebih detail dan pasti terkait jumlah sumber daya Litium dan Stronsium pada kandungan lumpur Sidoarjo.
Lithium sendiri merupakan salah satu mineral penting sebagai bahan baku komponen teknologi masa depan, salah satunya baterai, baik baterai untuk kendaraan listrik maupun baterai untuk pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Lalu jika memang lumpur Lapindo memiliki kandungan mineral yang berharga seperti rare earth , siapakah pemiliknya? Apakah masih menjadi milik Lapindo Brantas, atau sudah beralih ke pemerintah. Sebagai informasi, sebelumnya area Lumpur Lapindo ini masuk ke dalam Wilayah Kerja (WK/ Blok) migas Brantas yang dikelola salah satunya oleh PT Minarak Brantas Gas.
Pada tahun 2018 silam, pemerintah secara resmi telah memperpanjang pengelolaan Wilayah Kerja Brantas selama 20 tahun mulai 23 April 2020 kepada Lapindo Brantas Inc., PT. Prakarsa Brantas dan PT. Minarak Brantas Gas, di mana Lapindo Brantas Inc. sebagai operator. Belajar dari pengalaman terjadinya semburan lumpur tahun 2006 lalu, sebelum memberikan persetujuan, Pemerintah memeriksa secara mendalam proposal yang diajukan KKKS tersebut.
"Ada indikasi keberadaan dari logam tanah jarang ini, selain itu ada logam lainnya termasuk logam critical raw material (CRM) ini yang jumlahnya lebih besar," ujar Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono.
CRM sendiri adalah mineral mentah yang sangat penting untuk industri, contohnya bauksit, cobalt, antimoni, baryte dan lainnya. Berdasarkan keterangan dari Badan Geologi, CRM yang terkandung di kawasan ini berupa Litium (Li) dan Stronsium (Sr).
"Kandungan Litium di lumpur Lapindo memiliki kadar 99,26-280,46 ppm, dan Stronsium dengan kadar 255,44 - 650,49 pp," tulisnya.
Dua CRM ini ditemukan di dalam lumpur Lapindo dengan kedalaman 5 meter. Ke depan, perlu dilakukan penyelidikan yang lebih terperinci untuk mendapatkan data yang lebih detail dan pasti terkait jumlah sumber daya Litium dan Stronsium pada kandungan lumpur Sidoarjo.
Lithium sendiri merupakan salah satu mineral penting sebagai bahan baku komponen teknologi masa depan, salah satunya baterai, baik baterai untuk kendaraan listrik maupun baterai untuk pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Lalu jika memang lumpur Lapindo memiliki kandungan mineral yang berharga seperti rare earth , siapakah pemiliknya? Apakah masih menjadi milik Lapindo Brantas, atau sudah beralih ke pemerintah. Sebagai informasi, sebelumnya area Lumpur Lapindo ini masuk ke dalam Wilayah Kerja (WK/ Blok) migas Brantas yang dikelola salah satunya oleh PT Minarak Brantas Gas.
Pada tahun 2018 silam, pemerintah secara resmi telah memperpanjang pengelolaan Wilayah Kerja Brantas selama 20 tahun mulai 23 April 2020 kepada Lapindo Brantas Inc., PT. Prakarsa Brantas dan PT. Minarak Brantas Gas, di mana Lapindo Brantas Inc. sebagai operator. Belajar dari pengalaman terjadinya semburan lumpur tahun 2006 lalu, sebelum memberikan persetujuan, Pemerintah memeriksa secara mendalam proposal yang diajukan KKKS tersebut.
Lihat Juga :
tulis komentar anda