Harta Karun di Lumpur Lapindo Tak Hanya Rare Earth, Siapa Pemiliknya?
Kamis, 27 Januari 2022 - 10:22 WIB
Pengelolaan WK Brantas oleh Lapindo Brantas, dinilai Pemerintah telah berjalan dengan baik. Meski demikian, Pemerintah meminta agar Lapindo serta KKKS lainnya harus tetap melakukan kegiatannya secara aman. Perpanjangan pengelolaan WK Brantas oleh Lapindo, juga diklaim mendapat dukungan dari pemerintah daerah serta masyarakat sekitar.
Alasan lain Pemerintah menyerahkan kembali pengelolaan WK Brantas ke Lapindo karena tidak ada perusahaan lain yang mengajukan permintaan untuk mengelolanya karena pernah terjadi semburan lumpur. Selain itu, pengembangan WK Brantas juga bermanfaat bagi penerimaan negara serta proyek jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga (jargas).
Saat ini produksi WK tersebut rata-rata mencapai 20-25 MMSCFD dan diharapkan pada akhir tahun mencapai 30-35 MMSCFD. Rencananya pada tahun 2022-2023, produksi mencapai 100 MMSCFD dan 150 MMSCFD ditargetkan dapat tercapai pada 2025.
Untuk perpanjangan kontrak ini, Lapindo Brantas menyerahkan bonus tanda tangan (signature bonus) sebesar USD1 juta atau setara Rp 13,4 miliar. Sedangkan perkiraan total nilai investasi dari pelaksanaan komitmen kerja pasti lima tahun pertama adalah sebesar USD115,5 juta atau setara Rp 1,5 triliun (asumsi nilai tukar Rupiah sesuai APBN 2018 adalah sebesar Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat). Komitmen ini terdiri dari seismic 3D sepanjang 600 km2, seismic 2D sepanjang 200 km dan pengeboran 4 sumur.
Sementara itu bila hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan mineral di dalam lumpur Lapindo ini bernilai ekonomis, maka terang Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono menjelaskan, seharusnya akan menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM untuk mengelolanya dan Ditjen Minerba berwenang untuk melelangnya.
Di sisi lain, berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan, Lapindo pada akhir 2019 memiliki total utang mencapai Rp1,9 triliun. Nilai tersebut terdiri dari pokok utang sebesar Rp 773,38 miliar, bunga Rp 163,95 miliar, dan denda Rp981,42 miliar.
Utang ini merupakan Dana Talangan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo yang dibayarkan pemerintah pada 2015. Sesuai kesepakatan, pinjaman tersebut harus dibayar pada 10 Juli 2019. Hingga kini, Lapindo baru membayar utang Rp 5 miliar pada Desember 2018.
Alasan lain Pemerintah menyerahkan kembali pengelolaan WK Brantas ke Lapindo karena tidak ada perusahaan lain yang mengajukan permintaan untuk mengelolanya karena pernah terjadi semburan lumpur. Selain itu, pengembangan WK Brantas juga bermanfaat bagi penerimaan negara serta proyek jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga (jargas).
Saat ini produksi WK tersebut rata-rata mencapai 20-25 MMSCFD dan diharapkan pada akhir tahun mencapai 30-35 MMSCFD. Rencananya pada tahun 2022-2023, produksi mencapai 100 MMSCFD dan 150 MMSCFD ditargetkan dapat tercapai pada 2025.
Untuk perpanjangan kontrak ini, Lapindo Brantas menyerahkan bonus tanda tangan (signature bonus) sebesar USD1 juta atau setara Rp 13,4 miliar. Sedangkan perkiraan total nilai investasi dari pelaksanaan komitmen kerja pasti lima tahun pertama adalah sebesar USD115,5 juta atau setara Rp 1,5 triliun (asumsi nilai tukar Rupiah sesuai APBN 2018 adalah sebesar Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat). Komitmen ini terdiri dari seismic 3D sepanjang 600 km2, seismic 2D sepanjang 200 km dan pengeboran 4 sumur.
Baca Juga
Sementara itu bila hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan mineral di dalam lumpur Lapindo ini bernilai ekonomis, maka terang Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono menjelaskan, seharusnya akan menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM untuk mengelolanya dan Ditjen Minerba berwenang untuk melelangnya.
Di sisi lain, berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan, Lapindo pada akhir 2019 memiliki total utang mencapai Rp1,9 triliun. Nilai tersebut terdiri dari pokok utang sebesar Rp 773,38 miliar, bunga Rp 163,95 miliar, dan denda Rp981,42 miliar.
Utang ini merupakan Dana Talangan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo yang dibayarkan pemerintah pada 2015. Sesuai kesepakatan, pinjaman tersebut harus dibayar pada 10 Juli 2019. Hingga kini, Lapindo baru membayar utang Rp 5 miliar pada Desember 2018.
(akr)
tulis komentar anda