Kisah Sukses Petani Banyuwangi Raup Omzet Ratusan Juta Berkat Listrik PLN
Rabu, 09 Februari 2022 - 20:35 WIB
Edy Purwoko, Ketua Panaba yang menginisiasi penerapan Electrifying Agriculture kepada rekan-rekannya.
Alhasil, produktivitas mereka meningkat dari 14 ton per hektare menjadi 26 ton per hektare. Pendapatan pun meningkat dari Rp42 juta per hektare per tahun, menjadi Rp 390 juta per hektare per tahun.
"Ini termasuk buah naga yang berbuah di luar musim, dengan harga rata-rata tahunan Rp 10 ribu per kilogram," sebutnya.
Melihat percobaannya sukses, para petani lain pun mulai memasang lampu di kebun-kebun yang jauh dari aliran listrik PLN. Meski mahal tapi mereka tetap nekat. Sebab, lampu di kebun terbukti meningkatkan produktivitas nyaris dua kali lipat, dan tak kalah pentingnya, berbuah di luar musim sehingga harganya tinggi.
“Petani di Banyuwangi itu dikenal sebagai petani wani, pemberani. Berani modal asal hasilnya setimpal. Di kampung saya ini ada empat gardu induk, itu khusus untuk penerangan lampu di kebun,” ujarnya.
Edy sendiri kini memiliki tujuh hektare lahan buah naga. Enam hektare di antaranya telah menerapkan penerangan lampu secara intensif. Hasil penjualan per tahunnya mencapai miliaran rupiah.
Gerak Cepat PLN
Melihat antusiasme para petani untuk menerapkan Electrifying Agriculture, PLN pun merespons dengan langsung memasang jaringan khusus untuk para petani. Berawal dari Kecamatan Purwokarjo, intensifikasi pertanian buah naga itu kemudian berkembang hingga ke kecamatan lain dan terus meluas hingga saat ini.
Kemudahan jaringan ini kemudian disusul dengan penerapan Electrifying Agriculture lainnya, seperti untuk pengairan. Sebelumnya, petani menggunakan mesin pompa air berbahan bakar diesel sehingga kebutuhan biayanya cukup tinggi yaitu sekitar Rp8,9 juta per bulan.
"Kini setelah menggunakan listrik PLN, biaya yang dikeluarkan hanya Rp4,6 juta per bulan," ujar Edy.
Alhasil, produktivitas mereka meningkat dari 14 ton per hektare menjadi 26 ton per hektare. Pendapatan pun meningkat dari Rp42 juta per hektare per tahun, menjadi Rp 390 juta per hektare per tahun.
"Ini termasuk buah naga yang berbuah di luar musim, dengan harga rata-rata tahunan Rp 10 ribu per kilogram," sebutnya.
Melihat percobaannya sukses, para petani lain pun mulai memasang lampu di kebun-kebun yang jauh dari aliran listrik PLN. Meski mahal tapi mereka tetap nekat. Sebab, lampu di kebun terbukti meningkatkan produktivitas nyaris dua kali lipat, dan tak kalah pentingnya, berbuah di luar musim sehingga harganya tinggi.
“Petani di Banyuwangi itu dikenal sebagai petani wani, pemberani. Berani modal asal hasilnya setimpal. Di kampung saya ini ada empat gardu induk, itu khusus untuk penerangan lampu di kebun,” ujarnya.
Edy sendiri kini memiliki tujuh hektare lahan buah naga. Enam hektare di antaranya telah menerapkan penerangan lampu secara intensif. Hasil penjualan per tahunnya mencapai miliaran rupiah.
Gerak Cepat PLN
Melihat antusiasme para petani untuk menerapkan Electrifying Agriculture, PLN pun merespons dengan langsung memasang jaringan khusus untuk para petani. Berawal dari Kecamatan Purwokarjo, intensifikasi pertanian buah naga itu kemudian berkembang hingga ke kecamatan lain dan terus meluas hingga saat ini.
Kemudahan jaringan ini kemudian disusul dengan penerapan Electrifying Agriculture lainnya, seperti untuk pengairan. Sebelumnya, petani menggunakan mesin pompa air berbahan bakar diesel sehingga kebutuhan biayanya cukup tinggi yaitu sekitar Rp8,9 juta per bulan.
"Kini setelah menggunakan listrik PLN, biaya yang dikeluarkan hanya Rp4,6 juta per bulan," ujar Edy.
Lihat Juga :
tulis komentar anda