Pertarungan Makin Sengit, Rusia Siapkan Senjata Gempur Ekonomi AS
Kamis, 10 Maret 2022 - 08:25 WIB
JAKARTA - Kremlin menyerukan perang ekonomi melawan Amerika Serikat (AS) usai Joe Biden melarang impor minyak dan gas bumi (migas) dari Rusia. Senjata disiapkan untuk menggempur ekonomi AS.
Rusia menuding AS telah menebar kekacauan pasar energi sehingga perlu dilawan dengan serius. Ekonomi Rusia kini menghadapi krisis paling parah sejak jatuhnya Uni Soviet tahun 1991 setelah digempur sanksi berat di hampir seluruh sistem keuangan dan perusahaan menyusul invasi Moskow ke Ukraina.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebut sanksi barat merupakan bentuk permusuhan yang menyebabkan guncangan pasar global. Ia pun sampai tak bisa memprediksi sampai kapan turbulensi pasar energi global akan berlanjut.
"Anda melihat permusuhan yang telah ditaburkan barat, dan itu membuat situasi menjadi sangat sulit dan memaksa kita untuk berpikir serius," kata Peskov dilansir dari Reuters, Kamis (10/3/2022).
Namun pihaknya masih merahasiakan langkah apa yang akan diambil untuk menggempur ekonomi barat. Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai pemimpin tertinggi Rusia sejak 1999 akan menggelar pertemuan Kamis (10/3) memmbahas dampak gempuran sanksi ekonomi barat.
Upaya barat menghentikan impor migas dan logam telah memukul pasar komoditas hingga menyebabkan guncangan inflasi global. Sebelumnya, Presiden China Xi Jinping telah memperingatkan sanksi ekonomi akan mengguncang pasar global.
Rusia mengingatkan bahwa harga minyak dunia berpotensi melonjak lebih USD300 per barel jika AS dan Uni Eropa melarang impor minyak mentah dari Rusia. Brent pada Senin lalu mencapai USD139 tertinggi sejak 2008. Eropa mengkonsumsi sekitar 500 juta ton minyak per tahun. Rusia memasok sekitar 30% atau 150 juta ton serta 80 juta ton petrokimia.
"Jika Anda bertanya kepada saya apa yang akan dilakukan Rusia. Rusia akan melakukan apa yang diperlukan untuk mempertahankan kepentingannya. AS jelas telah menyatakan perang ekonomi melawan Rusia dan mengobarkan perang ini," tandas dia.
Rusia menuding AS telah menebar kekacauan pasar energi sehingga perlu dilawan dengan serius. Ekonomi Rusia kini menghadapi krisis paling parah sejak jatuhnya Uni Soviet tahun 1991 setelah digempur sanksi berat di hampir seluruh sistem keuangan dan perusahaan menyusul invasi Moskow ke Ukraina.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebut sanksi barat merupakan bentuk permusuhan yang menyebabkan guncangan pasar global. Ia pun sampai tak bisa memprediksi sampai kapan turbulensi pasar energi global akan berlanjut.
"Anda melihat permusuhan yang telah ditaburkan barat, dan itu membuat situasi menjadi sangat sulit dan memaksa kita untuk berpikir serius," kata Peskov dilansir dari Reuters, Kamis (10/3/2022).
Namun pihaknya masih merahasiakan langkah apa yang akan diambil untuk menggempur ekonomi barat. Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai pemimpin tertinggi Rusia sejak 1999 akan menggelar pertemuan Kamis (10/3) memmbahas dampak gempuran sanksi ekonomi barat.
Upaya barat menghentikan impor migas dan logam telah memukul pasar komoditas hingga menyebabkan guncangan inflasi global. Sebelumnya, Presiden China Xi Jinping telah memperingatkan sanksi ekonomi akan mengguncang pasar global.
Rusia mengingatkan bahwa harga minyak dunia berpotensi melonjak lebih USD300 per barel jika AS dan Uni Eropa melarang impor minyak mentah dari Rusia. Brent pada Senin lalu mencapai USD139 tertinggi sejak 2008. Eropa mengkonsumsi sekitar 500 juta ton minyak per tahun. Rusia memasok sekitar 30% atau 150 juta ton serta 80 juta ton petrokimia.
"Jika Anda bertanya kepada saya apa yang akan dilakukan Rusia. Rusia akan melakukan apa yang diperlukan untuk mempertahankan kepentingannya. AS jelas telah menyatakan perang ekonomi melawan Rusia dan mengobarkan perang ini," tandas dia.
(nng)
tulis komentar anda