Didik Rachbini Dukung BUMN Hantu Dibubarkan
Selasa, 16 Juni 2020 - 22:07 WIB
JAKARTA - Niat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membubarkan BUMN hantu atau yang tak pernah untung dan berguna untuk publik mendapat dukungan. Pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik Junaidi Rachbini mendukung niat Erick Thohir menyehatkan BUMN melalui restrukturisasi di perusahaan pelat merah itu.
Didik berpendapat, sudah terdapat ratusan BUMN yang tidak signifikan memberikan keuntungan dan dalam kondisi sakit yang sudah saatnya untuk dibubarkan.
"BUMN sekarang sudah terlalu gemuk sehingga mengganggu dinamika bisnis, dan juga kontribusinya kepada BUMN tidak nyata, tidak signifikan malah menggerogoti jadi (BUMN) yang kolaps-kolaps itu, yang sudah tidak sehat itu, yang tinggal namanya memang sebaiknya dibubarkan untuk apa dipertahankan dan sudah ratusan jumlah BUMN itu," kata Didik di Jakarta, Selasa (16/6/2020).
Guru Besar Ilmu Ekonomi ini percaya Erick Thohir sebagai seorang profesional bakal menjalankan sesuai dengan kapasitasnya. Namun, Didik menyayangkan sikap profesional Erick Thohir sebagai Menteri BUMN dalam melakukan kebijakan penyehatan BUMN diganggu oleh para politikus yang merasa terganggu kepentingannya, sehingga berusaha untuk menyingkirkan mantan bos klub sepak bola Inter Milan itu.
"Erick itu sebagai profesional tentu akan menjalankan sesuai dengan kapasitasnya, sebagai profesional dia punya modal yang bukan seperti pejabat yang ditaroh disitu, tetapi punya pengalaman bisnis iya tidak. Sekarang diganggu oleh partai untuk disingkirkan, iya itu dinamika politik yang terjadi kan sedang diganggu seperti itu," ujar Ketua Dewan Pengurus Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) ini.
Lebih lanjut Didik mengatakan, ketika ada perusahaan BUMN dinilai sudah tidak produktif, artinya sudah tidak layak dijalankan, maka sudah tidak perlu lagi untuk dipertahankan.
Dirinya pun memberikan contoh, di Jepang terdapat ribuan perusahaan yang cukup dinamis, perusahaan disebut ada yang berhasil tumbuh namun ada juga yang mengalami kebangkrutan.
Akan tetapi, hal tersebut dianggap dinamika yang biasa dalam bisnis. "Perusahaan di Jepang itu, tumbuh-mati, tumbuh-mati biasa saja. Dunia usaha juga begitu, orang mendirikan perusahaan 10 yang jadi 3 tidak apa-apa, seperti tanam padi tidak semuanya hidup, tidak ada masalah, itu suatu dinamika yang biasa saja," ujarnya.
Didik berpendapat, sudah terdapat ratusan BUMN yang tidak signifikan memberikan keuntungan dan dalam kondisi sakit yang sudah saatnya untuk dibubarkan.
"BUMN sekarang sudah terlalu gemuk sehingga mengganggu dinamika bisnis, dan juga kontribusinya kepada BUMN tidak nyata, tidak signifikan malah menggerogoti jadi (BUMN) yang kolaps-kolaps itu, yang sudah tidak sehat itu, yang tinggal namanya memang sebaiknya dibubarkan untuk apa dipertahankan dan sudah ratusan jumlah BUMN itu," kata Didik di Jakarta, Selasa (16/6/2020).
Guru Besar Ilmu Ekonomi ini percaya Erick Thohir sebagai seorang profesional bakal menjalankan sesuai dengan kapasitasnya. Namun, Didik menyayangkan sikap profesional Erick Thohir sebagai Menteri BUMN dalam melakukan kebijakan penyehatan BUMN diganggu oleh para politikus yang merasa terganggu kepentingannya, sehingga berusaha untuk menyingkirkan mantan bos klub sepak bola Inter Milan itu.
"Erick itu sebagai profesional tentu akan menjalankan sesuai dengan kapasitasnya, sebagai profesional dia punya modal yang bukan seperti pejabat yang ditaroh disitu, tetapi punya pengalaman bisnis iya tidak. Sekarang diganggu oleh partai untuk disingkirkan, iya itu dinamika politik yang terjadi kan sedang diganggu seperti itu," ujar Ketua Dewan Pengurus Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) ini.
Lebih lanjut Didik mengatakan, ketika ada perusahaan BUMN dinilai sudah tidak produktif, artinya sudah tidak layak dijalankan, maka sudah tidak perlu lagi untuk dipertahankan.
Dirinya pun memberikan contoh, di Jepang terdapat ribuan perusahaan yang cukup dinamis, perusahaan disebut ada yang berhasil tumbuh namun ada juga yang mengalami kebangkrutan.
Akan tetapi, hal tersebut dianggap dinamika yang biasa dalam bisnis. "Perusahaan di Jepang itu, tumbuh-mati, tumbuh-mati biasa saja. Dunia usaha juga begitu, orang mendirikan perusahaan 10 yang jadi 3 tidak apa-apa, seperti tanam padi tidak semuanya hidup, tidak ada masalah, itu suatu dinamika yang biasa saja," ujarnya.
(bon)
tulis komentar anda