Kerugian Akibat Investasi Bodong Tembus Rp117,5 Triliun, Uangnya Dihamburkan Pelaku
Senin, 18 April 2022 - 16:57 WIB
JAKARTA - Investasi ilegal alias bodong telah banyak memakan korban dan menimbulkan kerugian hingga triliunan. Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, kerugian yang ditimbulkan akibat praktik investasi bodong mencapai Rp 117,5 trilun selama periode 2011-2022.
Ketua SWI Tongam Lumban Tobing mengatakan, pengembalian dana masyarakat yang sudah terjerumus investasi bodong ini cukup sulit. Pasalnya, uangnya biasanya sudah digunakan oleh para pelaku.
"Dalam kita menangani investasi ilegal tidak pernah ada pengembalian 100% karena uangnya sudah dihamburkan untuk bonus, kegiatan yang tidak bermanfaat dan hal lain sehingga kewajiban jauh lebih tinggi dari aset," ujarnya dalam talkshow yang digelar PPATK, Senin (18/4/2022).
Menurut Tongam, pelaku investasi bodong ini seringkali mengubah identitas sehingga sulit diberantas. Mereka bisa dengan mudah membuat situs web, aplikasi, akun media sosial baru meskipun operasi mereka sudah diblokir.
Di sisi lain, masyarakat yang menjadi korban investasi bodong ini berasal dari kalangan menengah atas yang memiliki pendidikan dan penghasilan mapan.
"Kami tidak pernah menerima pengaduan korban binary dan robot trading ini dari pendapatan menengah ke bawah. Mereka yang jadi korban punya akses, pengetahuan, tapi tidak peduli, makanya mereka harus berubah mindset-nya," tandasnya.
Tongam menyebut, keuntungan yang menggiurkan membuat para korban terlena meskipun tidak masuk akal secara perhitungan. Hal ini sebenarnya menjadi ciri paling nyata dari investasi bodong dan seharusnya bisa dipahami masyarakat.
"Mungkin dulu Bapak dan Ibu ingat MeMiles, kita top up Rp7 juta dapat (mobil) Fortuner, dari mana akal sehat kita menerima itu? Tapi ratusan ribu orang ikut. Lalu bayar mobil Rp50 juta dapat Rp150 juta, tidak masuk akal," tukasnya.
Ketua SWI Tongam Lumban Tobing mengatakan, pengembalian dana masyarakat yang sudah terjerumus investasi bodong ini cukup sulit. Pasalnya, uangnya biasanya sudah digunakan oleh para pelaku.
"Dalam kita menangani investasi ilegal tidak pernah ada pengembalian 100% karena uangnya sudah dihamburkan untuk bonus, kegiatan yang tidak bermanfaat dan hal lain sehingga kewajiban jauh lebih tinggi dari aset," ujarnya dalam talkshow yang digelar PPATK, Senin (18/4/2022).
Menurut Tongam, pelaku investasi bodong ini seringkali mengubah identitas sehingga sulit diberantas. Mereka bisa dengan mudah membuat situs web, aplikasi, akun media sosial baru meskipun operasi mereka sudah diblokir.
Di sisi lain, masyarakat yang menjadi korban investasi bodong ini berasal dari kalangan menengah atas yang memiliki pendidikan dan penghasilan mapan.
"Kami tidak pernah menerima pengaduan korban binary dan robot trading ini dari pendapatan menengah ke bawah. Mereka yang jadi korban punya akses, pengetahuan, tapi tidak peduli, makanya mereka harus berubah mindset-nya," tandasnya.
Tongam menyebut, keuntungan yang menggiurkan membuat para korban terlena meskipun tidak masuk akal secara perhitungan. Hal ini sebenarnya menjadi ciri paling nyata dari investasi bodong dan seharusnya bisa dipahami masyarakat.
"Mungkin dulu Bapak dan Ibu ingat MeMiles, kita top up Rp7 juta dapat (mobil) Fortuner, dari mana akal sehat kita menerima itu? Tapi ratusan ribu orang ikut. Lalu bayar mobil Rp50 juta dapat Rp150 juta, tidak masuk akal," tukasnya.
(ind)
Lihat Juga :
tulis komentar anda