Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Harus Jadi Pertimbangan Kenaikan Cukai Rokok
Senin, 25 April 2022 - 12:44 WIB
JAKARTA - Meski dirasa berat dan berdampak negatif kepada pertumbuhan industri dan penjualan rokok, kebijakan kenaikan cukai rokok tahun 2021 lalu yang telah diambil pemerintah tetap diterima para pelaku industri industri hasil tembakau (IHT). Namun, pihak IHT berharap pemerintah bersikap lebih bijak dengan tidak menaikan cukai rokok di tahun depan.
Selain itu, untuk memberikan kepastian dalam bisnis termasuk masalah percukaian, dapat duduk bersama dengan seluruh stake holder IHT untuk membuat road map atau peta jalan IHT di masa depan.
“Meski dengan berat hati, kami masih patuh menerima kebijakan kenaikan cukai rokok. Tapi kami berharap ke depan dalam menentukan kebijakan tarif menyesuaikan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” kata Sulami Bahar, Ketua Gabungan Pabrik Rokok Surabaya, dikutip Senin (25/4/2022).
Sulami Bahar mengingatkan, jika pemerintah terus menaikkan cukai rokok, bahkan tidak mendengarkan masukan dan pendapat dari para pelaku IHT, akan berdampak pada semakin tingginya rokok ilegal di pasaran. Pasalnya, rokok legal harga jualnya naik karena kenaikan cukai.
“Rokok ilegal sangat merugikan semua pihak. Terhadap pemerintah, pendapatan negara hilang, dengan pengusaha (rokok) terjadi persaingan tidak sehat. Tak kalah pentingnya, sangat merugikan masyarakat konsumen karena di dalam rokok ilegal itu tidak diketahui kandungannya berbahaya atau tidak karena tanpa melalui uji lab,” tambah Sulami.
Lebih lanjut, Sulami Bahar menjelaskan, kebijakan pemerintah selama tiga tahun berturut-turut menaikan cukai rokok di atas besaran inflasi telah menambah beban harga kepada setiap batang rokok yang diproduksi perusahaan rokok resmi sebesar 64,5%. Bahkan untuk perusahaan atau pabrik rokok yang kecil-kecil, beban itu bertambah menjadi 74%.
BPS mencatat dalam dua tahun terakhir, industri hasil tembakau mengalami kontraksi 1,32% persen di tahun 2021 dan 5,78% di tahun 2020. Kenaikan cukai tahun 2022 sebesar 12% menjadi semakin memberatkan industri yang baru pulih akibat pandemi.
Menurut Sulami Bahar, akibat kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah di tahun 2021 dan berlaku mulai awal Januari 2022, telah berdampak negatif bagi perekonomian, khususnya IHT. Sedikitnya 4.000 buruh rokok telah dirumahkan atau diberhentikan.
“Ada sekitar 4.000 buruh (pabrik rokok) dari anggota kami yang lay off. Jadi, sebenarnya PHK ini tidak hanya dampak dari kenaikan cukai tetapi ada juga dampak dari pandemi. Jadi, dampak gabungan kenaikan tarif cukai dan adanya pandemi,” tandas Sulami Bahar.
Selain itu, untuk memberikan kepastian dalam bisnis termasuk masalah percukaian, dapat duduk bersama dengan seluruh stake holder IHT untuk membuat road map atau peta jalan IHT di masa depan.
“Meski dengan berat hati, kami masih patuh menerima kebijakan kenaikan cukai rokok. Tapi kami berharap ke depan dalam menentukan kebijakan tarif menyesuaikan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” kata Sulami Bahar, Ketua Gabungan Pabrik Rokok Surabaya, dikutip Senin (25/4/2022).
Sulami Bahar mengingatkan, jika pemerintah terus menaikkan cukai rokok, bahkan tidak mendengarkan masukan dan pendapat dari para pelaku IHT, akan berdampak pada semakin tingginya rokok ilegal di pasaran. Pasalnya, rokok legal harga jualnya naik karena kenaikan cukai.
“Rokok ilegal sangat merugikan semua pihak. Terhadap pemerintah, pendapatan negara hilang, dengan pengusaha (rokok) terjadi persaingan tidak sehat. Tak kalah pentingnya, sangat merugikan masyarakat konsumen karena di dalam rokok ilegal itu tidak diketahui kandungannya berbahaya atau tidak karena tanpa melalui uji lab,” tambah Sulami.
Lebih lanjut, Sulami Bahar menjelaskan, kebijakan pemerintah selama tiga tahun berturut-turut menaikan cukai rokok di atas besaran inflasi telah menambah beban harga kepada setiap batang rokok yang diproduksi perusahaan rokok resmi sebesar 64,5%. Bahkan untuk perusahaan atau pabrik rokok yang kecil-kecil, beban itu bertambah menjadi 74%.
BPS mencatat dalam dua tahun terakhir, industri hasil tembakau mengalami kontraksi 1,32% persen di tahun 2021 dan 5,78% di tahun 2020. Kenaikan cukai tahun 2022 sebesar 12% menjadi semakin memberatkan industri yang baru pulih akibat pandemi.
Menurut Sulami Bahar, akibat kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah di tahun 2021 dan berlaku mulai awal Januari 2022, telah berdampak negatif bagi perekonomian, khususnya IHT. Sedikitnya 4.000 buruh rokok telah dirumahkan atau diberhentikan.
“Ada sekitar 4.000 buruh (pabrik rokok) dari anggota kami yang lay off. Jadi, sebenarnya PHK ini tidak hanya dampak dari kenaikan cukai tetapi ada juga dampak dari pandemi. Jadi, dampak gabungan kenaikan tarif cukai dan adanya pandemi,” tandas Sulami Bahar.
(uka)
tulis komentar anda