Program Wasteco dari PHM, Olah Sampah Jadi Energi Pengganti LPG
Selasa, 26 April 2022 - 23:26 WIB
JAKARTA - PT Pertamina Hulu Mahakam ( PHM ) melalui program Waste to Energy for Community (Wasteco), mampu memproduksi energi yang bermanfaat bagi masyarakat di sekitar daerah operasi perusahaan. Program yang memanfaatkan gas metana hasil olahan sampah itu selain bisa menggantikan LPG untuk kebutuhan memasak, juga membuka peluang untuk pengembangan kegiatan usaha masyarakat.
Hal itu diungkapkan Head of Communication Relations & CID PHM Diterangkan Frans Alexander Hukom dalam webinar bertajuk "Inovasi Subholding Upstream Pertamina Grup" di Jakarta, Selasa (26/4/2022). Dia menjelaskan, Wasteco adalah program pemberdayaan masyarakat yang mengelola sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Manggar di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Frans menjelaskan, masyarakat di sekitar TPA Manggar rata-rata menggunakan gas LPG kemasan 3 kg sebanyak 3 tabung per keluarga per bulan. Sementara, untuk kegiatan usaha, bisa menghabiskan 10 hingga 20 tabung LPG 3 kg per bulan. "Kami memanfaatkan sampah jadi gas metana sehingga gas tersebut bisa dinikmati masyarakat sekitar menggantikan LPG," ujarnya.
Dia menjelaskan, sampah dari Kota Balikpapan yang terkumpul di TPA Manggar mencapai sekitar 132.000 ton per tahun atau 350-400 ton per hari. Dari tumpukan sampah tersebut, kata dia, berpotensi dihasilkan gas metana sebesar 2,2 juta meter kubik per tahun. "Kondisi dan potensi inilah yang dimanfaatkan PHM dengan menggandeng pihak TPA Manggar untuk memanfaatkan gas metana yang dihasilkan dari sampah TPA tersebut," tuturnya.
Untuk menyalurkan gas metana ke masyarakat, PHM membangun pipa distribusi sepanjang 6.640 meter. Lewat pipa tersebut, dialirkan gas metana sekitar 462.680 m3 per tahun yang dapat digunakan oleh 200 keluarga. Frans mengatakan, rencananya tahun ini PHM akan memperluas pemanfaatan gas metana dengan membangun 100 jalur distribusi lagi.
Senior Manager External Communication & Stakeholders Relation Subholding Upstream Pertamina Hermansyah Y Nasroen mengatakan, dengan manfaat tersebut, program Wasteco ini menjadi salah satu inovasi sosial Pertamina, khususnya PHM di daerah Balikpapan, Kaltim.
"Sampah identik dengan kotor, jorok dan bau, tapi kini dikembangkan menjadi sumber energi bernilai ekonomi tinggi yang dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat sekitar," ujarnya. Hermansyah mengatakan, gas metana yang dihasilkan juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber listrik untuk penerangan jalam umum, rumah tangga dan lainnya. "Nilai penghematan dari lampu penerangan jalan ini mencapai Rp15 juta per bulan," ucapnya.
Tak berhenti di situ, kata dia, dengan sumber energi baru ini, PHM bersama pemerintah daerah serta masyarakat setempat tengah mengembangkan pemanfaatannya untuk kegiatan usaha. "Banyak jenis usaha UMKM yang bisa dikembangkan. Pedagang kecil dan asongan bisa tumbuh karena mereka memperoleh energi yang baik dan murah. Teknologi pengolahan sampah menjadi energi ini sangat layak dikembangkan di daerah lain di Indonesia," tandasnya.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengapresiasi inovasi yang dikembangkan PHM melalui kegiatan corporate social responsibility (CSR) tersebut. Demikian pula dnegan program Enbarter (Energi Terbarukan) dari Subholding Upstream Pertamina Regional Kalimantan Zona 10 yang mengolah minyak jelantah menjadi biodiesel.
"Program-program ini patut diapresiasi karena mengatasi masalah, yaitu sampah dan minyak jelantah, menjadi energi. Mudah-mudahan program ini bisa dijalankan untuk semua regional," katanya. Tak hanya inovatif, kata Mamit, program-program seperti ini juga mendukung pencapaian ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi masyarakat.
Hal itu diungkapkan Head of Communication Relations & CID PHM Diterangkan Frans Alexander Hukom dalam webinar bertajuk "Inovasi Subholding Upstream Pertamina Grup" di Jakarta, Selasa (26/4/2022). Dia menjelaskan, Wasteco adalah program pemberdayaan masyarakat yang mengelola sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Manggar di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Frans menjelaskan, masyarakat di sekitar TPA Manggar rata-rata menggunakan gas LPG kemasan 3 kg sebanyak 3 tabung per keluarga per bulan. Sementara, untuk kegiatan usaha, bisa menghabiskan 10 hingga 20 tabung LPG 3 kg per bulan. "Kami memanfaatkan sampah jadi gas metana sehingga gas tersebut bisa dinikmati masyarakat sekitar menggantikan LPG," ujarnya.
Dia menjelaskan, sampah dari Kota Balikpapan yang terkumpul di TPA Manggar mencapai sekitar 132.000 ton per tahun atau 350-400 ton per hari. Dari tumpukan sampah tersebut, kata dia, berpotensi dihasilkan gas metana sebesar 2,2 juta meter kubik per tahun. "Kondisi dan potensi inilah yang dimanfaatkan PHM dengan menggandeng pihak TPA Manggar untuk memanfaatkan gas metana yang dihasilkan dari sampah TPA tersebut," tuturnya.
Untuk menyalurkan gas metana ke masyarakat, PHM membangun pipa distribusi sepanjang 6.640 meter. Lewat pipa tersebut, dialirkan gas metana sekitar 462.680 m3 per tahun yang dapat digunakan oleh 200 keluarga. Frans mengatakan, rencananya tahun ini PHM akan memperluas pemanfaatan gas metana dengan membangun 100 jalur distribusi lagi.
Senior Manager External Communication & Stakeholders Relation Subholding Upstream Pertamina Hermansyah Y Nasroen mengatakan, dengan manfaat tersebut, program Wasteco ini menjadi salah satu inovasi sosial Pertamina, khususnya PHM di daerah Balikpapan, Kaltim.
"Sampah identik dengan kotor, jorok dan bau, tapi kini dikembangkan menjadi sumber energi bernilai ekonomi tinggi yang dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat sekitar," ujarnya. Hermansyah mengatakan, gas metana yang dihasilkan juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber listrik untuk penerangan jalam umum, rumah tangga dan lainnya. "Nilai penghematan dari lampu penerangan jalan ini mencapai Rp15 juta per bulan," ucapnya.
Tak berhenti di situ, kata dia, dengan sumber energi baru ini, PHM bersama pemerintah daerah serta masyarakat setempat tengah mengembangkan pemanfaatannya untuk kegiatan usaha. "Banyak jenis usaha UMKM yang bisa dikembangkan. Pedagang kecil dan asongan bisa tumbuh karena mereka memperoleh energi yang baik dan murah. Teknologi pengolahan sampah menjadi energi ini sangat layak dikembangkan di daerah lain di Indonesia," tandasnya.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengapresiasi inovasi yang dikembangkan PHM melalui kegiatan corporate social responsibility (CSR) tersebut. Demikian pula dnegan program Enbarter (Energi Terbarukan) dari Subholding Upstream Pertamina Regional Kalimantan Zona 10 yang mengolah minyak jelantah menjadi biodiesel.
"Program-program ini patut diapresiasi karena mengatasi masalah, yaitu sampah dan minyak jelantah, menjadi energi. Mudah-mudahan program ini bisa dijalankan untuk semua regional," katanya. Tak hanya inovatif, kata Mamit, program-program seperti ini juga mendukung pencapaian ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi masyarakat.
(fai)
tulis komentar anda