Pedagang Sebut Sulit Jika Harga Minyak Goreng Curah Ikuti Keinginan Pemerintah

Rabu, 04 Mei 2022 - 13:00 WIB
Harga minyak goreng curah masih di atas Rp14.000 per liter di sejumlah pasar. Foto/Dok
JAKARTA - Harga minyak goreng (migor) curah terpantau masih mahal di pasar rakyat di kawasan Bekasi. Padahal pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya agar minyak goreng curah dijual Rp14.000 per liter.



Mutmainah, seorang pedagang di Pasar Tambun, Bekasi, menuturkan bahwa harga minyak goreng curah masih susah untuk diturunkan sesuai keinginan pemerintah. Para pedagang masih membeli di atas harga yang diinginkan.



"Masih susah kalau ngikutin harga pemerintah. Nyatanya saya beli di agen masih mahal, di atas Rp14 ribu. Jadi gimana saya mau jual segitu," ujarnya saat ditemui MNC Portal Indonesia, Rabu (4/5/2022).

Mutmainah menerangkan, harga minyak goreng yang ia jual saat ini dipantok Rp20.000 per kilogram. Katanya, harga tersebut bisa naik Rp1.000 atau Rp2.000 tergantung harga yang ia dapat dari agen.

Dia menyebut, harga yang tak menentu itu lantaran minyak goreng curah yang ia beli tidak di satu tempat saja, melainkan banyak tempat. Mengingat tak semua agen menyediakan minyak goreng curah.

Lanjutnya, perihal ketersediaan barang, Mutmainah mengaku masih sulit mendapatkan. Padahal sebelum ada persoalan minyak goreng, tiap agen yang ia datangi pasti jual migor curah.

"Sekarang susah barangnya, saya saja nggak dapat barang udah beberapa hari ke belakang. Kosong barang sekarang," jelasnya.

Pemerintah telah mengupayakan dua cara tambahan untuk mendistribusikan minyak goreng curah seharga Rp14.000 kepada masyarakat. Pertama, pemerintah akan membayar selisih harga oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tanpa mengurangi good governance dari BPDPKS yang diberikan kepada produsen.



Cara kedua, yakni dengan menugaskan kepada Perum Bulog untuk melakukan distribusi minyak goreng curah kepada masyarakat di pasar-pasar tradisional. Terutama minyak goreng yang berasal dari kawasan pelarangan ekspor yang produsennya tidak memiliki jaringan distribusi. Nyatanya, hingga hari ini, realita di lapangan, belum terwujud sesuai dengan harapan pemerintah.
(uka)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More