Harga Tetiba Meroket, Awas Kena Bocuan dari Saham Gorengan
Sabtu, 14 Mei 2022 - 16:18 WIB
Cilakanya, ketika sudah banyak investor tercebur membeli dan berusaha menjualnya kembali, mereka bakal gelagapan. Pasalnya, tak ada lagi investor apalagi bandar yang sudi melakukan buyback. Alhasil, para investor itu terjebak membeli saham dengan harga tinggi dan sulit menjualnya.
Bayangkan, berapalah harga dari sebuah barang yang tak laku dijual, barang yang tak ada yang menginginkan? Sekalipun ada yang tertarik membeli, maka harganya akan sangat jauh dibanding harga beli. Bahkan, dibanding harga awal sebelum saham itu digoreng.
Makanya, banyak investor yang akhirnya cut lost (jual rugi) daripada menyimpan saham itu. Pasalnya, harga saham itu ke depannya sangat-sangat sulit bergerak naik lagi. Ini bisa kita lihat di kelompok saham-saham gocap.
Pertanyaannya, apakah saham gorengan melulu terkait dengan kenaikan harga? Bisa jadi tidak. Saham gorengan bisa saja dibuat jatuh harganya, agar para investor ramai-ramai melepas. Tujuannya untuk menguasai saham itu secara dominan karena mereka mengetahui rencana-rencana aksi korporasi terlebih dahulu. Biasanya gorengan saham jenis ini masuk dalam kategori insider trading, melibatkan orang dalam.
Agar tak terjebak dalam saham gorengan, maka investor harus mengenali ciri-cirinya. Berikut ini ciri-ciri saham gorengan yang dikutip dari berbagai sumber.
1. Harga naik cukup tinggi dan cepat
Turun atau naiknya harga sebuah saham adalah wajar, karena ditentukan oleh penawaran dan pembelian. Namun jika ada saham mengalami kenaikan harga yang signifikan dalam waktu yang sangat singkat, lebih dari 10%, maka bisa ditebak saham tersebut telah digoreng.
Kenaikan saham yang tetiba itu umumnya juga biasanya kena kartu dari PT Bursa Efek Indonesia berupa auto reject atas (ARA). Sistem bursa akan menolak order jual atau beli yang masuk secara otomatis jika harga saham telah menembus batas atas atau bawah yang telah ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia.
Besaran persentase kenaikan yang ditentukan oleh ARA disesuaikan dengan kelas dan harga saham. Untuk kelas saham dengan harga di atas Rp5.000, ARA-nya hanya 20%. Saham di antara Rp200-Rp5.000 ARA 25%. Dan saham dengan harga Rp50-Rp200 adalah 35% per harinya.
Lantaran sudah masuk radar bursa, maka pergerakan harga yang tak biasanya itu juga dapat menjadi alarm kepada pelaku bursa bahwa ada kemungkinan saham tersebut sedang digoreng bandar. Kenaikan harga saham yang tinggi ini juga tak sesuai dengan kinerja perseroan yang stagnan, bahkan merugi. Makanya, aneh jika perusahaannya merugi tapi harga sahamnya meroket.
Bayangkan, berapalah harga dari sebuah barang yang tak laku dijual, barang yang tak ada yang menginginkan? Sekalipun ada yang tertarik membeli, maka harganya akan sangat jauh dibanding harga beli. Bahkan, dibanding harga awal sebelum saham itu digoreng.
Makanya, banyak investor yang akhirnya cut lost (jual rugi) daripada menyimpan saham itu. Pasalnya, harga saham itu ke depannya sangat-sangat sulit bergerak naik lagi. Ini bisa kita lihat di kelompok saham-saham gocap.
Pertanyaannya, apakah saham gorengan melulu terkait dengan kenaikan harga? Bisa jadi tidak. Saham gorengan bisa saja dibuat jatuh harganya, agar para investor ramai-ramai melepas. Tujuannya untuk menguasai saham itu secara dominan karena mereka mengetahui rencana-rencana aksi korporasi terlebih dahulu. Biasanya gorengan saham jenis ini masuk dalam kategori insider trading, melibatkan orang dalam.
Agar tak terjebak dalam saham gorengan, maka investor harus mengenali ciri-cirinya. Berikut ini ciri-ciri saham gorengan yang dikutip dari berbagai sumber.
1. Harga naik cukup tinggi dan cepat
Turun atau naiknya harga sebuah saham adalah wajar, karena ditentukan oleh penawaran dan pembelian. Namun jika ada saham mengalami kenaikan harga yang signifikan dalam waktu yang sangat singkat, lebih dari 10%, maka bisa ditebak saham tersebut telah digoreng.
Kenaikan saham yang tetiba itu umumnya juga biasanya kena kartu dari PT Bursa Efek Indonesia berupa auto reject atas (ARA). Sistem bursa akan menolak order jual atau beli yang masuk secara otomatis jika harga saham telah menembus batas atas atau bawah yang telah ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia.
Besaran persentase kenaikan yang ditentukan oleh ARA disesuaikan dengan kelas dan harga saham. Untuk kelas saham dengan harga di atas Rp5.000, ARA-nya hanya 20%. Saham di antara Rp200-Rp5.000 ARA 25%. Dan saham dengan harga Rp50-Rp200 adalah 35% per harinya.
Lantaran sudah masuk radar bursa, maka pergerakan harga yang tak biasanya itu juga dapat menjadi alarm kepada pelaku bursa bahwa ada kemungkinan saham tersebut sedang digoreng bandar. Kenaikan harga saham yang tinggi ini juga tak sesuai dengan kinerja perseroan yang stagnan, bahkan merugi. Makanya, aneh jika perusahaannya merugi tapi harga sahamnya meroket.
tulis komentar anda