Pengusaha ‘Terjepit’ di Tengah Ketidakkompakan Kemendag-Kementan

Jum'at, 26 Juni 2020 - 18:07 WIB
Menanggapi laporan tersebut, Ketua Pusbarindo Valentino dalam siaran persnya mengatakan, pada Maret 2020 lalu Pusbarindo sudah mengingatkan atas pembebasan SPI dan LS utk importase bawang putih berpotensi rawan penyalahgunaan.

“Kita sudah ingatkan relaksasi itu jelas merusak semangat Wajib Tanam bagi para pelaku usaha (importir) yang patuh dan taat terhadap UU dan hukum. Dan ternyata kekhawatiran kamipun terjadi,” ujarnya.

Valentino meminta Badan Karantina dan Ditjen Hortikultura yang berada dalam satu atap yaitu Kementerian Pertanian, semestinya kompak dan satu sikap. Jika memang terjadi pelanggaran, lanjutnya, maka produk bawang tersebut mesti ditahan tidak boleh dilepas atau beredar.

“Jika sikap Ditjen Hortikultura konsisten dengan amanah UU No. 20 Tahun 2010 yaitu menjamin keamanan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia atas produk pangan impor. Barantan tidak perlu ragu bertindak tegas sesuai aturan dan UU atas produk pangan yang tidak dilengkapi dokumen resmi,” tegasnya.

Dia menyesalkan, bawang putih impor tanpa dokumen RIPH berarti lolos pula dari kewajiban Wajib Tanam sesuai ketentuan Permentan No.39 dan Permentan No.46 Tahun 2019. Dampak dari pelanggaran hukum ini, lanjut Valentino, jelas bahwa diantara para pelaku usaha sudah terjadi persaingan usaha yang cacat hukum.

Hal senada diungkap Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo. Ia menilai impor untuk memenuhi kebutuhan nasional adalah hal wajar. Untuk itulah, kata dia, setiap impor harus mendapatkan izin rekomendasi dari Kementan. Ketika ada izin yang di keluarkan kemudian tidak mengindahkan atau tidak memenuhi aturan perundang-undangan maka berarti ada penyimpangan. Di saat sama, dia menilai ada ketidakkompakan yang jelas terlihat dari kebijakan itu.

“Kalau saya lihat masalah ini harus dibangun komunikasi yang kuat antara Kemendag dan Kementan bahwa UU itu dibuat untuk dijalankan, bukan untuk dilanggar. Kalau pemerintah tidak kompak berbahaya,” tuturnya.

Firman mengatakan, jika pelaku usaha melanggar, maka pelanggarannya pun harus dipastikan oleh penegak hukum. “Mereka kan melakukan sesuai persyaratan dan prosedur. Ini harus clear. Kecuali 34 pelaku usaha ini melanggar dan melakukan kongkalingkong, melakukan penyuapan, penyogokan. Lalu ada buktinya, berarti kasus pidananya,” tuturnya.
(akr)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More