Hindari Resesi, Jaga Daya Beli
Selasa, 19 Juli 2022 - 09:47 WIB
Seperti diketahui, 60% ekonomi Tanah Air ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Penerimaan yang tinggi dari ekspor komoditas itu juga dialokasikan untuk 40% kelompok masyarakat bawah.“Itu yang dilakukan pemerintah. Maka kita bisa tumbuh di atas 5% dua kuartal terakhir. Kalau kita lihat data, dalam 26 bulan neraca perdagangan surplus. Itu sangat jauh berbeda dengan negara-negara Asia yang ditampilkan (survei) Bloomberg itu,” klaimnya.
Beberapa langkah yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global lainnya, antara lain, terus menggenjot ekspor dan mengoptimalkan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp455,62 triliun. Hingga Juni lalu, dana yang sudah digunakan Rp113,5 triliun. Porsi terbesar untuk perlinsos, yakni Rp57 triliun dari pagu Rp154,76 triliun. Iskandar menyatakan untuk dana PEN tahun depan, pemerintah akan melihat situasi.
Dari sisi eksternal, perang Rusia-Ukraina selain telah menyebabkan gejolak harga energi dan komoditas, juga berimbas pada angka inflasi di berbagai negara seperti Amerika Serikat yang melonjak. Di Negeri Paman Sam, inflasi pada Juni mencapai 9,1%, tertinggi dalam empat dekade terakhir.
Dengan kondisi ini, The Federal Reserve(The Fed) kemungkinan besar kembali menaikkan suku bunganya. Tahun ini, The Fed sudah beberapa kali menaikkan suku bunga. Yang terakhir, menaikkan suku bunga acuan 75 basis poin(bps) ke kisaran 1,5–1,75%. Sejumlah analis memperkirakan The Fed bisa saja menaikkan suku bunga acuan di kisaran 3% pada tahun depan.
Terkait hal ini, Iskandar sependapat bahwa kemungkinan The Fed akan lebih agresif meningkatkan suku bunga. “Kalau suku bunga naik, makainterest rate differential-nya Indonesia dan AS makin kecil. Sebenarnya terakhir itu,interest rate differentialIndonesia-Amerika itu berkisar 5–6%,” tuturnya.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani juga telah menyampaikan, Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan bahwa ekonomi Indonesia aman dari jurang resesi. Hal itu dilihat dari berbagai sisi kinerja ekonomi, pertumbuhan, neraca pembayaran yang mengalami surplus perdagangan selama 26 bulan berturut-turut, dan inflasi yang berada di bawah 5%.
"Paling penting yaitu sinkronisasi dan kerja sama kebijakan moneter fiskal dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan untuk bisa menjaga untuk tetap bekerja secara harmonis, karena ini akan membantu menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia," ucap Sri Mulyani dalam pernyataan tertulis, Senin (18/7).
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menegaskan, Indonesia masih memiliki daya tahan dalam menghadapi situasi krisis dunia saat ini. Kebijakan makroekonomi yang diambil pemerintah dianggap mampu untuk mengantisipasi keadaan dan situasi global. Dikatakan, pemerintah telah membelanjakan APBN sangat banyak dalam rangka kepentingan menjaga inflasi.
"Yaitu dengan memberikan subsidi yang sangat berat akibat tekanan harga BBM yang naik tinggi di luar perkiraan awal asumsi makro APBN. Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran cukup besar untuk itu. Karena itu maka harga BBM di Indonesia masih terjangkau oleh masyarakat,” katanya.
Baca Juga
Beberapa langkah yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global lainnya, antara lain, terus menggenjot ekspor dan mengoptimalkan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp455,62 triliun. Hingga Juni lalu, dana yang sudah digunakan Rp113,5 triliun. Porsi terbesar untuk perlinsos, yakni Rp57 triliun dari pagu Rp154,76 triliun. Iskandar menyatakan untuk dana PEN tahun depan, pemerintah akan melihat situasi.
Dari sisi eksternal, perang Rusia-Ukraina selain telah menyebabkan gejolak harga energi dan komoditas, juga berimbas pada angka inflasi di berbagai negara seperti Amerika Serikat yang melonjak. Di Negeri Paman Sam, inflasi pada Juni mencapai 9,1%, tertinggi dalam empat dekade terakhir.
Dengan kondisi ini, The Federal Reserve(The Fed) kemungkinan besar kembali menaikkan suku bunganya. Tahun ini, The Fed sudah beberapa kali menaikkan suku bunga. Yang terakhir, menaikkan suku bunga acuan 75 basis poin(bps) ke kisaran 1,5–1,75%. Sejumlah analis memperkirakan The Fed bisa saja menaikkan suku bunga acuan di kisaran 3% pada tahun depan.
Terkait hal ini, Iskandar sependapat bahwa kemungkinan The Fed akan lebih agresif meningkatkan suku bunga. “Kalau suku bunga naik, makainterest rate differential-nya Indonesia dan AS makin kecil. Sebenarnya terakhir itu,interest rate differentialIndonesia-Amerika itu berkisar 5–6%,” tuturnya.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani juga telah menyampaikan, Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan bahwa ekonomi Indonesia aman dari jurang resesi. Hal itu dilihat dari berbagai sisi kinerja ekonomi, pertumbuhan, neraca pembayaran yang mengalami surplus perdagangan selama 26 bulan berturut-turut, dan inflasi yang berada di bawah 5%.
"Paling penting yaitu sinkronisasi dan kerja sama kebijakan moneter fiskal dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan untuk bisa menjaga untuk tetap bekerja secara harmonis, karena ini akan membantu menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia," ucap Sri Mulyani dalam pernyataan tertulis, Senin (18/7).
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menegaskan, Indonesia masih memiliki daya tahan dalam menghadapi situasi krisis dunia saat ini. Kebijakan makroekonomi yang diambil pemerintah dianggap mampu untuk mengantisipasi keadaan dan situasi global. Dikatakan, pemerintah telah membelanjakan APBN sangat banyak dalam rangka kepentingan menjaga inflasi.
"Yaitu dengan memberikan subsidi yang sangat berat akibat tekanan harga BBM yang naik tinggi di luar perkiraan awal asumsi makro APBN. Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran cukup besar untuk itu. Karena itu maka harga BBM di Indonesia masih terjangkau oleh masyarakat,” katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda