Penertiban Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin Harus Tuntas
Kamis, 28 Juli 2022 - 17:25 WIB
Pemerintah juga melakukan pemutusan rantai pasok bahan baku dan mata rantai penjualan hasil peti melalui koordinasi bersama Polri dan pemda. Penguatan pengawasan oleh PPNS berkoordinasi dengan Polri, dan Gakkum KLHK.
Sementara itu, Kepala Unit 3/Subdit V Sumber Daya Alam Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Komisaris (Polisi) Eko Susanda mengatakan, selagi aspek hukumnya jelas, pelibatan kepolisian dalam penindakan kegiatan tambang ilegal akan sangat mudah. "Namun jika aspek hukumnya masih abu-abu itu akan sangat berat. Kepolisian jadi ada keraguan juga kalau mau melakukan penegakan hukum pada peti,” tuturnya.
Eko menambahkan dari aspek penegakan hukum, Polri juga sangat terbatas sumber dayanya. Pasalnya, tidak hanya menangani perkara pertambangan saja, namun ada 55 perkara perundangan yang harus ditangani. “Kalau semua perkara pertambangan ini harus dihadapkan pada penegakan hukum saja, pasti resource-nya kurang. Tapi memang harus tetap ada penegakan hukum,” kata dia.
Pakar Hukum Pertambangan dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menilai ada dua faktor yang menjadi penyebab munculnya peti, yakni faktor sosial dan hukum. Faktor sosial adalah di mana kegiatan sudah menjadi pekerjaan turunan karena dilakukan secara turun menurun oleh masyarakat setempat. Sementara secara hukum, peti muncul akibat ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pertambangan.
Dia menekankan pentingnya mendorong pemberantasan peti secara terus menerus karena isu penyelesaiannya sangat penting untuk pertambangan nasional. “Satgas perlu dibentuk karena menjadi bentuk keseriusan negara sehingga bisa mendapatkan penerimaan negara dari penambangan legal," kata dia.
Sementara itu, Kepala Unit 3/Subdit V Sumber Daya Alam Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Komisaris (Polisi) Eko Susanda mengatakan, selagi aspek hukumnya jelas, pelibatan kepolisian dalam penindakan kegiatan tambang ilegal akan sangat mudah. "Namun jika aspek hukumnya masih abu-abu itu akan sangat berat. Kepolisian jadi ada keraguan juga kalau mau melakukan penegakan hukum pada peti,” tuturnya.
Eko menambahkan dari aspek penegakan hukum, Polri juga sangat terbatas sumber dayanya. Pasalnya, tidak hanya menangani perkara pertambangan saja, namun ada 55 perkara perundangan yang harus ditangani. “Kalau semua perkara pertambangan ini harus dihadapkan pada penegakan hukum saja, pasti resource-nya kurang. Tapi memang harus tetap ada penegakan hukum,” kata dia.
Pakar Hukum Pertambangan dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menilai ada dua faktor yang menjadi penyebab munculnya peti, yakni faktor sosial dan hukum. Faktor sosial adalah di mana kegiatan sudah menjadi pekerjaan turunan karena dilakukan secara turun menurun oleh masyarakat setempat. Sementara secara hukum, peti muncul akibat ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pertambangan.
Dia menekankan pentingnya mendorong pemberantasan peti secara terus menerus karena isu penyelesaiannya sangat penting untuk pertambangan nasional. “Satgas perlu dibentuk karena menjadi bentuk keseriusan negara sehingga bisa mendapatkan penerimaan negara dari penambangan legal," kata dia.
(fai)
tulis komentar anda