Harga BBM Belum Turun, Respons Pemerintah Terhadap Pasar Dinilai Baik
Senin, 27 April 2020 - 05:49 WIB
Fajriyah juga menjelaskan, Pertamina membutuhkan waktu untuk mengolah minyak mentah di kilang Pertamina, baik minyak mentah yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Terlebih apabila menggunakan minyak mentah dari luar negeri, maka pengadaan dan pembelian dilakukan pada bulan-bulan sebelumnya. “Bahkan untuk beberapa kontrak impor, ada yang sudah dibeli tiga bulan sebelumnya,” ungkapnya.
Selanjutnya produk BBM yang sudah jadi juga membutuhkan waktu untuk distribusi sampai ke tangan masyarakat, bahkan sampai ke desa-desa di 3T melalui program BBM Satu harga. Selain harga minyak dunia, hal lain yang menjadi acuan adalah nilai tukar rupiah.
Hal ini krusial, karena Pertamina melakukan transaksi pembelian minyak mentah dalam kurs dollar Amerika sementara menjual BBM dengan kurs rupiah. “Hal ini juga menjadi perhitungan tersendiri yang menentukan harga BBM saat ini,” kata dia.
Senada dengan pernyataan tersebut, sebelumnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati juga menjelaskan, bahwa Pertamina tidak seperti trading company, tidak bisa langsung menurunkan harga BBM nonsubsidi mengikuti pergerakan harga minyak mentah dunia. Pasalnya, Pertamina tidak bisa langsung menyetop operasi seluruh kilang dan produksi dari blok migasnya, kemudian beralih mengimpor BBM dan minyak mentah dengan harga murah.
“Kami tidak mungkin meng-adjust seluruh capex (belanja modal) dan opex (biaya operasional) supaya sesuai dengan harga crude hari ini. Terus terang saja, biaya produksinya itu lebih tinggi dibandingkan harga crude hari ini. Kami prioritaskan crude dalam negeri,” kata Nicke.
Nicke menerangkan, Pertamina patuh terhadap ketentuan pemerintah terkait harga BBM. Bahkan saat ini, harga bensin dan solar Pertamina tergolong cukup rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Nicke menekankan, penurunan harga minyak mentah global juga bukan berarti membuat Pertamina untung besar-besaran. “Pasalnya, melemahnya nilai tukar rupiah juga berdampak kenaikan biaya impor minyak dan BBM,” pungkasnya.
Selanjutnya produk BBM yang sudah jadi juga membutuhkan waktu untuk distribusi sampai ke tangan masyarakat, bahkan sampai ke desa-desa di 3T melalui program BBM Satu harga. Selain harga minyak dunia, hal lain yang menjadi acuan adalah nilai tukar rupiah.
Hal ini krusial, karena Pertamina melakukan transaksi pembelian minyak mentah dalam kurs dollar Amerika sementara menjual BBM dengan kurs rupiah. “Hal ini juga menjadi perhitungan tersendiri yang menentukan harga BBM saat ini,” kata dia.
Senada dengan pernyataan tersebut, sebelumnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati juga menjelaskan, bahwa Pertamina tidak seperti trading company, tidak bisa langsung menurunkan harga BBM nonsubsidi mengikuti pergerakan harga minyak mentah dunia. Pasalnya, Pertamina tidak bisa langsung menyetop operasi seluruh kilang dan produksi dari blok migasnya, kemudian beralih mengimpor BBM dan minyak mentah dengan harga murah.
“Kami tidak mungkin meng-adjust seluruh capex (belanja modal) dan opex (biaya operasional) supaya sesuai dengan harga crude hari ini. Terus terang saja, biaya produksinya itu lebih tinggi dibandingkan harga crude hari ini. Kami prioritaskan crude dalam negeri,” kata Nicke.
Nicke menerangkan, Pertamina patuh terhadap ketentuan pemerintah terkait harga BBM. Bahkan saat ini, harga bensin dan solar Pertamina tergolong cukup rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Nicke menekankan, penurunan harga minyak mentah global juga bukan berarti membuat Pertamina untung besar-besaran. “Pasalnya, melemahnya nilai tukar rupiah juga berdampak kenaikan biaya impor minyak dan BBM,” pungkasnya.
(akr)
tulis komentar anda