Pengusaha Minta Persoalan Minyak Goreng Tidak Dicampur Aduk dengan Kepentingan Politik
Senin, 01 Agustus 2022 - 20:08 WIB
JAKARTA - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengeluhkan masalah minyak goreng yang tak kunjung usai. Sebab itu, mereka meminta agar urusan tersebut diserahkan ke Perum Bulog dan RNI.
"Agar pasokan dan harga minyak goreng bisa tetap terjaga dengan baik sampai ke hilir, maka serahkan semuanya ke Bulog dan RNI," ujar Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga dalam diskusi virtual, Senin (1/8/2022).
Tak hanya itu, pihaknya juga meminta agar persoalan minyak goreng tidak dicampur aduk dengan kepentingan politik. Pasalnya minyak goreng merupakan komoditi strategis. "Saya lihat ada persoalan politik di belakang ini. Nah, kalau sudah dicampur aduk bisnis dengan politik bakal susah," jelasnya.
Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI Eugenia Mardanugraha menyatakan kebijakan minyak goreng perlu dilakukan dengan cara terbaik, yaitu kebijakan yang paling minimum mendistorsi pasar.
Menurutnya distorsi terjadi karena adanya perbedaan harga pasar dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sehingga memunculkan aksi spekulan yang membeli lebih banyak dari kebutuhan, praktik pengemasan ulang minyak goreng curah ke dalam kemasan, praktik penyeludupan atau ekspor gelap. "Oleh karena itu kebijakan HET dihapuskan saja," kata dia.
"Agar pasokan dan harga minyak goreng bisa tetap terjaga dengan baik sampai ke hilir, maka serahkan semuanya ke Bulog dan RNI," ujar Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga dalam diskusi virtual, Senin (1/8/2022).
Tak hanya itu, pihaknya juga meminta agar persoalan minyak goreng tidak dicampur aduk dengan kepentingan politik. Pasalnya minyak goreng merupakan komoditi strategis. "Saya lihat ada persoalan politik di belakang ini. Nah, kalau sudah dicampur aduk bisnis dengan politik bakal susah," jelasnya.
Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI Eugenia Mardanugraha menyatakan kebijakan minyak goreng perlu dilakukan dengan cara terbaik, yaitu kebijakan yang paling minimum mendistorsi pasar.
Menurutnya distorsi terjadi karena adanya perbedaan harga pasar dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sehingga memunculkan aksi spekulan yang membeli lebih banyak dari kebutuhan, praktik pengemasan ulang minyak goreng curah ke dalam kemasan, praktik penyeludupan atau ekspor gelap. "Oleh karena itu kebijakan HET dihapuskan saja," kata dia.
(nng)
tulis komentar anda