Kaya Minyak, Arab Saudi Ternyata Tak Lepas dari Utang
Jum'at, 19 Agustus 2022 - 13:56 WIB
JAKARTA - Kaya minyak Arab Saudi ternyata tak lepas dari utang. Negara itu harus utang untuk memenuhi defisit anggaran. Defisit APBN pertama terjadi pada 2014, di mana saat itu Arab Saudi melaporkan defisit sebesar 54 miliar riyal atau sekitar Rp 203 triliun. Saat itu posisi utang pemerintah mencapai 60,1 miliar riyal atau sekitar Rp 225 triliun.
Defisit besar itu terjadi saat perluasan kompleks dua masjid suci, yaitu Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah, yang diharapkan dapat menampung 2,5 juta jamaah. Kala itu, harga minyak jatuh sehingga tak mampu membiayai perluasan masjid.
Pada 2015, Arab Saudi kembali mengalami kerugian setelah raja baru, Salman bin Abdulaziz Al Saud memutuskan ikut perang sipil di Yaman. Defisit APBN Saudi pada 2015 membengkak menjadi 367 miliar riyal atau setara Rp 1.378 triliun. Total utang Saudi di 2015 bertambah menjadi 142 miliar riyal atau setara Rp 533 triliun.
Tak berhenti di situ, defisit tetap berlanjut di 2016 meskipun ekonomi membaik. Tahun itu, Arab Saudi mencatatkan defisit 297 miliar riyal atau setara Rp 1.115 triliun jauh dari prediksi 326 miliar riyal atau setara Rp 1.224 triliun.
Sementara total utang meningkat mencapai 316,5 miliar riyal atau setara Rp 1,188 triliun. Tumpukan utang tersebut dampak dari rendahnya harga minyak dunia dalam 2,5 tahun terakhir. Tahun 2017 defisit Arab Saudi mengceil jadi 8,9% dari total APBN. Total defisit turun menjadi 230 miliar riyal atau setara Rp 863 triliun. Sementara utang negara itu menjadi 443,1 miliar riyal atau setara Rp 1.663 triliun.
Pada 2018, Arab Saudi terus memperbaiki pereskonomiannya. Tercatat penerimaan negara naik menjadi 783 miliar riyal atau setara Rp 2.900 triliun dan defisit tercetat 195 miliar riyal atau setara Rp 732 triliun sementara hutang negara naik ke angka 558 miliar riyal atau sekitar Rp 2.095 triliun.
Paruh pertama 2018, Saudi menerbitkan obligasi. Surat utang negara itu berhasil menarik dana sebesar 41,25 miliar riyal atau sekitar Rp 154 triliun. Pada 2019 mengalami defisit kembali sebesar 131,5 miliar riyal atau sekitar Rp 493 triliun serta menambah utang menjadi 657 miliar riyal atu sekitar Rp 2.466 triliun.
Kementerian Keuangan Arab Saudi memproyeksikan defisit anggaran 2020 meningkat menjadi sekitar USD79 miliar atau Rp1,1 kuadriliun dengan asumsi Rp 14.148 per dolar AS. Pembengkaan defisit tersebut disebabkan pandemi Covid-19. Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan setempat, defisit anggaran diproyeksikan meningkat di akhir 2020 menjadi sekitar 298 miliar riyal dan diproyeksikan mengecil sampai 2021 menjadi 141 miliar riyal.
Defisit besar itu terjadi saat perluasan kompleks dua masjid suci, yaitu Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah, yang diharapkan dapat menampung 2,5 juta jamaah. Kala itu, harga minyak jatuh sehingga tak mampu membiayai perluasan masjid.
Pada 2015, Arab Saudi kembali mengalami kerugian setelah raja baru, Salman bin Abdulaziz Al Saud memutuskan ikut perang sipil di Yaman. Defisit APBN Saudi pada 2015 membengkak menjadi 367 miliar riyal atau setara Rp 1.378 triliun. Total utang Saudi di 2015 bertambah menjadi 142 miliar riyal atau setara Rp 533 triliun.
Tak berhenti di situ, defisit tetap berlanjut di 2016 meskipun ekonomi membaik. Tahun itu, Arab Saudi mencatatkan defisit 297 miliar riyal atau setara Rp 1.115 triliun jauh dari prediksi 326 miliar riyal atau setara Rp 1.224 triliun.
Sementara total utang meningkat mencapai 316,5 miliar riyal atau setara Rp 1,188 triliun. Tumpukan utang tersebut dampak dari rendahnya harga minyak dunia dalam 2,5 tahun terakhir. Tahun 2017 defisit Arab Saudi mengceil jadi 8,9% dari total APBN. Total defisit turun menjadi 230 miliar riyal atau setara Rp 863 triliun. Sementara utang negara itu menjadi 443,1 miliar riyal atau setara Rp 1.663 triliun.
Pada 2018, Arab Saudi terus memperbaiki pereskonomiannya. Tercatat penerimaan negara naik menjadi 783 miliar riyal atau setara Rp 2.900 triliun dan defisit tercetat 195 miliar riyal atau setara Rp 732 triliun sementara hutang negara naik ke angka 558 miliar riyal atau sekitar Rp 2.095 triliun.
Paruh pertama 2018, Saudi menerbitkan obligasi. Surat utang negara itu berhasil menarik dana sebesar 41,25 miliar riyal atau sekitar Rp 154 triliun. Pada 2019 mengalami defisit kembali sebesar 131,5 miliar riyal atau sekitar Rp 493 triliun serta menambah utang menjadi 657 miliar riyal atu sekitar Rp 2.466 triliun.
Kementerian Keuangan Arab Saudi memproyeksikan defisit anggaran 2020 meningkat menjadi sekitar USD79 miliar atau Rp1,1 kuadriliun dengan asumsi Rp 14.148 per dolar AS. Pembengkaan defisit tersebut disebabkan pandemi Covid-19. Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan setempat, defisit anggaran diproyeksikan meningkat di akhir 2020 menjadi sekitar 298 miliar riyal dan diproyeksikan mengecil sampai 2021 menjadi 141 miliar riyal.
tulis komentar anda