Kejar Target Bebas Emisi Karbon, Kemen BUMN Kembangkan 5 Inisiatif Strategis
Senin, 17 Oktober 2022 - 20:03 WIB
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kemen BUMN) mengembangkan 5 (lima) insiatif strategis untuk mendorong BUMN membangun portopolio dan ekosistem dalam rangka mendukung dekarbonisasi dan mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060.
Wakil Menteri BUMN I, Pahala N. Mansyuri dalam Panel III SOE International Conference menjelaskan salah satu fokus besar Kementerian BUMN adalah mendorong BUMN agar tidak hanya memberikan nilai dan dampak positif bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga berinovasi dan mengubah model bisnisnya.
“Jadi kami melihat perubahan dekarbonisasi sebagai peluang bagi BUMN Indonesia. Karena kami melihat itu sebagai peluang untuk benar-benar meningkatkan ketahanan energi dan kemandirian energi kita,”ucap Pahala.
Dalam konferensi yang mengangkat tema “Energy Transition and Green Development for Sustainable Growth”, Pahala menguraikan dalam jangka pendek perubahan akan mengalami percepatan sebagai dampak krisis Rusia-Ukraina. Namun Kementerian BUMN melihat pada tren jangka menengah, dengan menawarkan 5 inisiatif utama. Pertama, membentuk ekosistem pasar karbon antar BUMN untuk mempercepat agenda dekarbonisasi dan menetapkan role model bagi pembentukan pasar karbon nasional serta menjalan Nature Base Solution (NBS). Kedua, mengembangkan kapasitas EBT, antara lain Geothermal, Biomassa, Biofuel, dan lainnya. Ketiga, membangun ekosistem EV untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak, mengurangi impor dan subsidi bahan bakar. Keempat, mekanisme transisi energi melalui upaya mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga batubara. Kelima, mengembangkan klaster industri hijau.
Lebih lanjut menurut Pahala, Pemerintah telah menetapkan bahwa Indonesia benar-benar dapat mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 dan mengurangi emisi sekitar 32% pada sekitar tahun 2030. Untuk itu, BUMN harus mampu mengembangkan portofolio inisiatif, baik untuk masing-masing BUMN atau sebagai ekosistem BUMN atau BUMN bekerja sama dengan yang lain untuk membantu mencapai National Determined Contribution (NDC).
“Di lingkungan Kementerian BUMN, sejak tahun lalu, kita sudah menetapkan bahwa setiap tahun harus memiliki KPI. Setidaknya telah ditetapkan apa yang akan menjadi target pengurangan emisi. Yang kedua apa yang harus dilakukan dan apa insiatifnya untuk membangun peluang bisnis,”ujarnya.
Dalam panel konferensi tersebut, President of Schlumberger Asia, Amy Chua mengungkapkan perusahaan migas yang ia pimpin melakukan tiga pendekatan untuk dekarbonisasi yakni mengurangi emisi sendiri, membantu klien/pelanggan dalam pengurangan emisi dan memulai berinvestasi dalam energi baru.
“Jadi saya pikir portofolio yang akan datang ini pada akhirnya akan menjadi bagian dari transisi energi kita,”kata Amy Chua.
Namun menurutnya, regulasi pasti memainkan peran besar. Ia mencontohkan di Eropa, pada tahun 2005, ketika Komisi Uni Eropa menciptakan sistem transisi. Eropa mengalami kemajuan cepat 15-17 tahun kemudian. Pengurangan emisi yang mereka lakukan sangat fenomenal karena emisinya berkurang hampir 43% dan melakukan penelurusan hingga 42,8%. Ia menilai tanpa kebijakan yang jelas, pengurangan emisi akan memakan waktu lebih lama.
“Kolaborasi dan kemitraan menjadi penting. Tidak ada satu entitas pun yang dapat melakukannya sendiri. Kami terbiasa melakukan itu, jadi kami memiliki banyak kemitraan dan kolaborasi di seluruh dunia sekarang,”ujarnya.
Wakil Menteri BUMN I, Pahala N. Mansyuri dalam Panel III SOE International Conference menjelaskan salah satu fokus besar Kementerian BUMN adalah mendorong BUMN agar tidak hanya memberikan nilai dan dampak positif bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga berinovasi dan mengubah model bisnisnya.
“Jadi kami melihat perubahan dekarbonisasi sebagai peluang bagi BUMN Indonesia. Karena kami melihat itu sebagai peluang untuk benar-benar meningkatkan ketahanan energi dan kemandirian energi kita,”ucap Pahala.
Dalam konferensi yang mengangkat tema “Energy Transition and Green Development for Sustainable Growth”, Pahala menguraikan dalam jangka pendek perubahan akan mengalami percepatan sebagai dampak krisis Rusia-Ukraina. Namun Kementerian BUMN melihat pada tren jangka menengah, dengan menawarkan 5 inisiatif utama. Pertama, membentuk ekosistem pasar karbon antar BUMN untuk mempercepat agenda dekarbonisasi dan menetapkan role model bagi pembentukan pasar karbon nasional serta menjalan Nature Base Solution (NBS). Kedua, mengembangkan kapasitas EBT, antara lain Geothermal, Biomassa, Biofuel, dan lainnya. Ketiga, membangun ekosistem EV untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak, mengurangi impor dan subsidi bahan bakar. Keempat, mekanisme transisi energi melalui upaya mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga batubara. Kelima, mengembangkan klaster industri hijau.
Lebih lanjut menurut Pahala, Pemerintah telah menetapkan bahwa Indonesia benar-benar dapat mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 dan mengurangi emisi sekitar 32% pada sekitar tahun 2030. Untuk itu, BUMN harus mampu mengembangkan portofolio inisiatif, baik untuk masing-masing BUMN atau sebagai ekosistem BUMN atau BUMN bekerja sama dengan yang lain untuk membantu mencapai National Determined Contribution (NDC).
“Di lingkungan Kementerian BUMN, sejak tahun lalu, kita sudah menetapkan bahwa setiap tahun harus memiliki KPI. Setidaknya telah ditetapkan apa yang akan menjadi target pengurangan emisi. Yang kedua apa yang harus dilakukan dan apa insiatifnya untuk membangun peluang bisnis,”ujarnya.
Dalam panel konferensi tersebut, President of Schlumberger Asia, Amy Chua mengungkapkan perusahaan migas yang ia pimpin melakukan tiga pendekatan untuk dekarbonisasi yakni mengurangi emisi sendiri, membantu klien/pelanggan dalam pengurangan emisi dan memulai berinvestasi dalam energi baru.
“Jadi saya pikir portofolio yang akan datang ini pada akhirnya akan menjadi bagian dari transisi energi kita,”kata Amy Chua.
Namun menurutnya, regulasi pasti memainkan peran besar. Ia mencontohkan di Eropa, pada tahun 2005, ketika Komisi Uni Eropa menciptakan sistem transisi. Eropa mengalami kemajuan cepat 15-17 tahun kemudian. Pengurangan emisi yang mereka lakukan sangat fenomenal karena emisinya berkurang hampir 43% dan melakukan penelurusan hingga 42,8%. Ia menilai tanpa kebijakan yang jelas, pengurangan emisi akan memakan waktu lebih lama.
“Kolaborasi dan kemitraan menjadi penting. Tidak ada satu entitas pun yang dapat melakukannya sendiri. Kami terbiasa melakukan itu, jadi kami memiliki banyak kemitraan dan kolaborasi di seluruh dunia sekarang,”ujarnya.
(atk)
tulis komentar anda