Ekonomi FMCG Indonesia
Senin, 24 Oktober 2022 - 15:37 WIB
Mendukung industri rumahan dengan keunggulan kompetitif untuk mendorong pemulihan yang tangguh dan inklusif tidak hanya memerlukan intervensi khusus oleh pemerintah, tetapi harus mencakup langkah-langkah yang mencerminkan kebijakan yang lebih ramah bisnis dan birokrat yang lebih cerdas yang memungkinkan lingkungan bisnis kita membantu untuk menghadapi tantangan dunia yang paling bergejolak, tidak pasti, dan kompleks di era pasca pandemi ini.
Peningkatan infrastruktur, serta peningkatan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia. Indonesia membutuhkan rantai pasokan yang efisien dan transparan, penggunaan teknologi dan proses yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas produk, regulasi yang disederhanakan, dan kemitraan yang efektif antara bisnis dan pemerintah.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5-7% persen pada tahun 2023, Indonesia harus menargetkan realisasi investasi antara Rp1.200 – Rp.1500 triliun. Secara garis besar, untuk mendapatkannya, realisasi penanaman modal baik lokal maupun asing harus ditingkatkan hingga 22-25 persen.
Kementerian Penanaman Modal/BKPM tampaknya berkomitmen untuk memfasilitasi investor dengan mempromosikan Indonesia sebagai tujuan investasi yang ramah iklim, memberikan pendampingan layanan perizinan melalui Online Single Submission-Risk Based Assessment (OSS-RBA), membantu financial closing, menyampaikan end-to-end services, dan membantu investor mencapai tahap produksi.
Ada tantangan di depan. Namun, dengan solidaritas, kewaspadaan, dan ketahanan. Ekonomi di Asia Tenggara ini dapat kita harapkan di tahun yang akan datang. Ketidakstabilan geopolitik tetap menjadi ancaman utama bagi ekonomi global, seperti dalam survei Maret 2022, dan inflasi telah melampaui harga energi yang bergejolak menjadi kekhawatiran kedua yang paling banyak dikutip. Gangguan rantai pasokan melengkapi tiga risiko global teratas, diikuti oleh harga energi yang bergejolak dan kenaikan suku bunga.
Lanskap Pasar FMCG di Indonesia
Produk FMCG banyak dan mudah ditemukan di pasaran, seperti produk makanan dan minuman, perlengkapan mandi, sabun, sampo, pasta gigi, kosmetik, pisau cukur, deterjen dan obat-obatan. Tingginya permintaan barang FMCG membuat pasar industri FMCG di Indonesia sangat menjanjikan. Hal ini ditandai dengan hadirnya perusahaan-perusahaan besar seperti Nestle, Unilever, Orang Tua, Mayora, Sasa, KC Softex dan lain-lain.
Sebagai salah satu pasar FMCG yang berkembang pesat di Asia Tenggara, pasar FMCG di Indonesia semakin maju seiring dengan peningkatan tuntutan dan perubahan gaya hidup penduduknya. Sejak 2018, rumah tangga Indonesia telah mengalokasikan hampir 20-30 persen dari total pengeluaran rumah tangga mereka untuk produk FMCG.
Pada kuartal ketiga 2020 setiap segmen FMCG di tanah air mengalami peningkatan rata-rata pengeluaran konsumen per trip, dengan segmen makanan yang mengalami perubahan tertinggi. Bulan lalu kenaikan harga bensin 20% tidak diragukan lagi, permintaan dan konsumsi FMCG yang turun sementara dengan daya beli dan kepercayaan konsumen di seluruh SES turun. Nmun, hal tersebut menunjukkan bahwa dalam waktu 3-6 bulan akan terbentuk tingkat keseimbangan dan antusiasme konsumen akan menjadi lebih kuat.
Apalagi, dengan mempertimbangkan perilaku konsumen Indonesia terhadap produk FMCG bermerek selama pandemi Covid-19, prospek pasar FMCG di tanah air akan tetap kuat. Ke depan, saya yakin, semua segmen FMCG akan terus mencatat perubahan positif dalam rata-rata volume pembelian konsumen per perjalanan dengan perubahan yang lebih tinggi pada segmen makanan dan minuman, perawatan rumah, susu, dan perawatan pribadi.
Peningkatan infrastruktur, serta peningkatan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia. Indonesia membutuhkan rantai pasokan yang efisien dan transparan, penggunaan teknologi dan proses yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas produk, regulasi yang disederhanakan, dan kemitraan yang efektif antara bisnis dan pemerintah.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5-7% persen pada tahun 2023, Indonesia harus menargetkan realisasi investasi antara Rp1.200 – Rp.1500 triliun. Secara garis besar, untuk mendapatkannya, realisasi penanaman modal baik lokal maupun asing harus ditingkatkan hingga 22-25 persen.
Kementerian Penanaman Modal/BKPM tampaknya berkomitmen untuk memfasilitasi investor dengan mempromosikan Indonesia sebagai tujuan investasi yang ramah iklim, memberikan pendampingan layanan perizinan melalui Online Single Submission-Risk Based Assessment (OSS-RBA), membantu financial closing, menyampaikan end-to-end services, dan membantu investor mencapai tahap produksi.
Ada tantangan di depan. Namun, dengan solidaritas, kewaspadaan, dan ketahanan. Ekonomi di Asia Tenggara ini dapat kita harapkan di tahun yang akan datang. Ketidakstabilan geopolitik tetap menjadi ancaman utama bagi ekonomi global, seperti dalam survei Maret 2022, dan inflasi telah melampaui harga energi yang bergejolak menjadi kekhawatiran kedua yang paling banyak dikutip. Gangguan rantai pasokan melengkapi tiga risiko global teratas, diikuti oleh harga energi yang bergejolak dan kenaikan suku bunga.
Lanskap Pasar FMCG di Indonesia
Produk FMCG banyak dan mudah ditemukan di pasaran, seperti produk makanan dan minuman, perlengkapan mandi, sabun, sampo, pasta gigi, kosmetik, pisau cukur, deterjen dan obat-obatan. Tingginya permintaan barang FMCG membuat pasar industri FMCG di Indonesia sangat menjanjikan. Hal ini ditandai dengan hadirnya perusahaan-perusahaan besar seperti Nestle, Unilever, Orang Tua, Mayora, Sasa, KC Softex dan lain-lain.
Sebagai salah satu pasar FMCG yang berkembang pesat di Asia Tenggara, pasar FMCG di Indonesia semakin maju seiring dengan peningkatan tuntutan dan perubahan gaya hidup penduduknya. Sejak 2018, rumah tangga Indonesia telah mengalokasikan hampir 20-30 persen dari total pengeluaran rumah tangga mereka untuk produk FMCG.
Pada kuartal ketiga 2020 setiap segmen FMCG di tanah air mengalami peningkatan rata-rata pengeluaran konsumen per trip, dengan segmen makanan yang mengalami perubahan tertinggi. Bulan lalu kenaikan harga bensin 20% tidak diragukan lagi, permintaan dan konsumsi FMCG yang turun sementara dengan daya beli dan kepercayaan konsumen di seluruh SES turun. Nmun, hal tersebut menunjukkan bahwa dalam waktu 3-6 bulan akan terbentuk tingkat keseimbangan dan antusiasme konsumen akan menjadi lebih kuat.
Apalagi, dengan mempertimbangkan perilaku konsumen Indonesia terhadap produk FMCG bermerek selama pandemi Covid-19, prospek pasar FMCG di tanah air akan tetap kuat. Ke depan, saya yakin, semua segmen FMCG akan terus mencatat perubahan positif dalam rata-rata volume pembelian konsumen per perjalanan dengan perubahan yang lebih tinggi pada segmen makanan dan minuman, perawatan rumah, susu, dan perawatan pribadi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda