Meneropong Prospek Bisnis Properti di Tengah Ancaman Resesi
Senin, 28 November 2022 - 23:03 WIB
"Indeks Demand Properti Komersial pada kuartal II-2022 juga naik sebesar 1,58% (yoy). Hal ini memberikan keyakinan bahwa sektor properti masih akan tetap tumbuh," jelas David dalam diskusi tersebut.
Hal senada diungkapkan Presiden Direktur PT ERA Indonesia Darmadi Darmawangsa. Optimisme pelaku usaha sektor properti ditandai dengan banyaknya developer yang tetap meluncurkan proyek baru meskipun kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi.
“Itu dikarenakan hunian merupakan kebutuhan primer, sehingga demand akan selalu ada. Masih banyak sekali orang yang butuh hunian dan belum terpenuhi,” katanya.
Dalam kurun 40 tahun terakhir, lanjut Darmadi, 90% penduduk kelas menengah atas di Indonesia kekayaannya berasal dari kepemilikan properti. “Kalau tidak investasi di properti, pasti kekayaannya akan tergerus inflasi. Sebab salah satu yang bisa menutup inflasi memang dari kenaikan harga properti,” katanya.
Besaran kenaikan harga properti memang tidak dapat diukur pasti. Namun berdasarkan pengalaman Darmadi, kenaikannya selalu di atas inflasi.
Chief Marketing Officer Bukit Podomoro Jakarta Zaldy Wihardja menambahkan, keyakinan APL dalam menatap 2023 itu dibuktikan dengan tetap berinvestasi dan membangun properti di kawasan Jakarta Timur. Hal itu dilakukan sebagai strategi untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang menginginkan aset dengan pertumbuhan nilai.
Di Jakarta Timur, Zaldy mengungkapkan, kenaikan harga tanahnya relatif terlambat dibandingkan wilayah Jakarta yang lain. Tapi dalam waktu lima tahun terakhir kenaikannya paling tinggi. Apalagi Pemerintah DKI Jakarta berencana untuk menjadikan kawasan Jakarta Timur sebagai kawasan hunian, bukan lagi industri.
"Kami membangun Bukit Podomoro Jakarta karena potensi pertumbuhannya masih sangat tinggi. Saat ini harga tanahnya masih sekitar Rp20-25 juta per meter, separo dari harga di Jakarta Pusat dan Selatan. Tapi saya yakin 3-4 tahun lagi harga tanah di Jakarta Timur akan melejit," ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Presiden Direktur PT ERA Indonesia Darmadi Darmawangsa. Optimisme pelaku usaha sektor properti ditandai dengan banyaknya developer yang tetap meluncurkan proyek baru meskipun kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi.
“Itu dikarenakan hunian merupakan kebutuhan primer, sehingga demand akan selalu ada. Masih banyak sekali orang yang butuh hunian dan belum terpenuhi,” katanya.
Dalam kurun 40 tahun terakhir, lanjut Darmadi, 90% penduduk kelas menengah atas di Indonesia kekayaannya berasal dari kepemilikan properti. “Kalau tidak investasi di properti, pasti kekayaannya akan tergerus inflasi. Sebab salah satu yang bisa menutup inflasi memang dari kenaikan harga properti,” katanya.
Besaran kenaikan harga properti memang tidak dapat diukur pasti. Namun berdasarkan pengalaman Darmadi, kenaikannya selalu di atas inflasi.
Chief Marketing Officer Bukit Podomoro Jakarta Zaldy Wihardja menambahkan, keyakinan APL dalam menatap 2023 itu dibuktikan dengan tetap berinvestasi dan membangun properti di kawasan Jakarta Timur. Hal itu dilakukan sebagai strategi untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang menginginkan aset dengan pertumbuhan nilai.
Di Jakarta Timur, Zaldy mengungkapkan, kenaikan harga tanahnya relatif terlambat dibandingkan wilayah Jakarta yang lain. Tapi dalam waktu lima tahun terakhir kenaikannya paling tinggi. Apalagi Pemerintah DKI Jakarta berencana untuk menjadikan kawasan Jakarta Timur sebagai kawasan hunian, bukan lagi industri.
"Kami membangun Bukit Podomoro Jakarta karena potensi pertumbuhannya masih sangat tinggi. Saat ini harga tanahnya masih sekitar Rp20-25 juta per meter, separo dari harga di Jakarta Pusat dan Selatan. Tapi saya yakin 3-4 tahun lagi harga tanah di Jakarta Timur akan melejit," ungkapnya.
(uka)
tulis komentar anda