Perang Dagang Energi Hijau Membayangi Hubungan UE dan AS di Tengah Perang Rusia Ukraina
loading...
A
A
A
DAVOS - Menteri Keuangan Jerman, Christian Lindner mengungkapkan, potensi perang dagang yang bisa merusak hubungan antara Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) terkait subsidi hijau tetap ada. AS tahun lalu menyetujui investasi besar-besaran senilai USD 370 miliar untuk teknologi ramah iklim, termasuk insentif pajak untuk mobil listrik yang dibuat di Amerika.
Namun undang-undang energi hijau yang mencakup beberapa aturan yang condong kepada produk "buatan Amerika", telah menimbulkan kekhawatiran di Eropa bahwa bisnis di luar AS akan dirugikan. Dalam kunjungan ke Washington bulan lalu, presiden Prancis Emmanuel Macron mengkritik aturan AS dan menyebutnya "super agresif".
Sedangkan Lindner mengatakan, dia tidak ingin melihat Uni Eropa memulai perang dagang dengan AS atas aturan tersebut. "Kita harus menghindari segala jenis persaingan, terkait siapa yang mampu membayar lebih banyak subsidi," katanya.
"Itu tidak boleh terjadi," tegas Lindner.
Komentar Lindner menandakan, terbentangnya tantangan yang ada di depan ketika Eropa mencoba merespons terhadap undang-undang iklim AS, yang secara resmi disebut Undang-Undang Pengurangan Inflasi.
Prancis telah mengusulkan untuk menanggapinya dengan insentif "beli Eropa" sebagai pesaingnya, dan pejabat Uni Eropa minggu ini juga menjanjikan langkah-langkah tegas.
Lindner mengungkapkan, menjaga level playing field menjadi penting, tetapi dia ingin melihat kedua belah pihak menegosiasikan pengecualian untuk perusahaan atau mengembangkan kesepakatan perdagangan baru, daripada mencoba untuk saling perang memberikan subsidi.
"Ada ancaman untuk level playing field dan saya menganggap ini serius tapi ... kami menghabiskan dan berinvestasi lebih banyak daripada pihak AS sehingga kami tidak perlu takut," katanya.
"Dalam konteks Eropa, beberapa di antaranya mereka melihat Undang-Undang Pengurangan Inflasi sebagai kesempatan untuk memperkenalkan kebijakan yang telah mereka usulkan di masa lalu. Saya pikir ini adalah kesempatan untuk memperkuat daya saing kita di tingkat Eropa, membuat kemajuan lebih lanjut pada serikat pasar modal, untuk bernegosiasi dengan pihak AS soal perjanjian perdagangan bebas - tetapi tidak membayar lebih banyak subsidi," ujarnya.
Berbeda dengan perusahaan mobil besar Prancis, banyak perusahaan Jerman sudah menancapkan kakinya di AS, termasuk mendirikan pabrik.
Aturan "buatan Amerika" telah mendorong penolakan bahkan dari beberapa perusahaan Amerika, pasalnya banyak di antaranya bergantung pada suku cadang yang diproduksi di negara lain.
Meski begitu Ia menyakini pemulihan ekonomi di kawasan Eropa bakal lebih cepat. Lindner menunjukkan, salah satunya buktinya bahwa inflasi di Jerman telah mencapai puncaknya tahun lalu.
"Mungkin pemulihan ekonomi global dan ekonomi Eropa bakal lebih cepat dari yang diharapkan," katanya.
Namun undang-undang energi hijau yang mencakup beberapa aturan yang condong kepada produk "buatan Amerika", telah menimbulkan kekhawatiran di Eropa bahwa bisnis di luar AS akan dirugikan. Dalam kunjungan ke Washington bulan lalu, presiden Prancis Emmanuel Macron mengkritik aturan AS dan menyebutnya "super agresif".
Sedangkan Lindner mengatakan, dia tidak ingin melihat Uni Eropa memulai perang dagang dengan AS atas aturan tersebut. "Kita harus menghindari segala jenis persaingan, terkait siapa yang mampu membayar lebih banyak subsidi," katanya.
"Itu tidak boleh terjadi," tegas Lindner.
Komentar Lindner menandakan, terbentangnya tantangan yang ada di depan ketika Eropa mencoba merespons terhadap undang-undang iklim AS, yang secara resmi disebut Undang-Undang Pengurangan Inflasi.
Prancis telah mengusulkan untuk menanggapinya dengan insentif "beli Eropa" sebagai pesaingnya, dan pejabat Uni Eropa minggu ini juga menjanjikan langkah-langkah tegas.
Lindner mengungkapkan, menjaga level playing field menjadi penting, tetapi dia ingin melihat kedua belah pihak menegosiasikan pengecualian untuk perusahaan atau mengembangkan kesepakatan perdagangan baru, daripada mencoba untuk saling perang memberikan subsidi.
"Ada ancaman untuk level playing field dan saya menganggap ini serius tapi ... kami menghabiskan dan berinvestasi lebih banyak daripada pihak AS sehingga kami tidak perlu takut," katanya.
"Dalam konteks Eropa, beberapa di antaranya mereka melihat Undang-Undang Pengurangan Inflasi sebagai kesempatan untuk memperkenalkan kebijakan yang telah mereka usulkan di masa lalu. Saya pikir ini adalah kesempatan untuk memperkuat daya saing kita di tingkat Eropa, membuat kemajuan lebih lanjut pada serikat pasar modal, untuk bernegosiasi dengan pihak AS soal perjanjian perdagangan bebas - tetapi tidak membayar lebih banyak subsidi," ujarnya.
Berbeda dengan perusahaan mobil besar Prancis, banyak perusahaan Jerman sudah menancapkan kakinya di AS, termasuk mendirikan pabrik.
Aturan "buatan Amerika" telah mendorong penolakan bahkan dari beberapa perusahaan Amerika, pasalnya banyak di antaranya bergantung pada suku cadang yang diproduksi di negara lain.
Meski begitu Ia menyakini pemulihan ekonomi di kawasan Eropa bakal lebih cepat. Lindner menunjukkan, salah satunya buktinya bahwa inflasi di Jerman telah mencapai puncaknya tahun lalu.
"Mungkin pemulihan ekonomi global dan ekonomi Eropa bakal lebih cepat dari yang diharapkan," katanya.
(akr)