Perbandingan Kekayaan Low Tuck Kwong dan Hartono Bersaudara, Siapa Paling Tajir di RI?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harta kekayaan raja batu bara Indonesia, Low Tuck Kwong terus melesat naik hingga menjelang akhir Januari 2023 untuk mengukuhkan dirinya sebagai orang terkaya di Indonesia . Mengutip laman daftar Real Time Billionaire Forbes, Sabtu (29/1/2023), kekayaan Low Tuck Kwong naik menjadi USD 28,2 miliar atau sekitar Rp422,7 triliun (asumsi kurs Rp14.990).
Kekayaan pemilik Bayan Resources (BYAN), Low Tuck Kwong melesat naik mengalahkan Hartono bersaudara . Selain mempunyai usaha batu bara, pria kelahiran Singapura ini juga memimpin perusahaan energi terbarukan Singapura bernama Metis Energy atau sebelumnya dikenal sebagai Manhattan Resources.
Mengukuhkan diri sebagai orang terkaya di Indonesia, Low Tuck Kwong menggeser Hartono bersaudara yang sudah menduduki posisi puncak dalam beberapa tahun terakhir. Sedangkan dalam daftar orang terkaya sedunia, Low Tuck Kwong bertengger pada posisi ke-51 per akhir pekan hari ini.
Sementara itu harta Hartono bersaudara juga mengalami peningkatan hingga awal tahun 2023, dimana tercatat Robert Budi Hartono memiliki kekayaan sebesar 23,9 miliar dollar AS atau bertambah USD 553 juta yang setara dengan 2,37% menurut daftar Real Time Billionaire Forbes.
Selanjutnya Michael Hartono mengantongi harta kekayaan mencapai USD21,5 miliar yang menurut data terbaru Forbes, meningkat USD 531 juta. Jumlah itu masing-masing setara dengan Rp358 trilun dan Rp322,2 triliun. Robert berada di posisi 68 daftar orang terkaya sejagat dan Michael di posisi 70.
Sebelumnya pada 26 Desember 2022 kekayaan Low Tuck Kwong tercatat sebesar USD 27,8 miliar, dimana artinya dalam waktu sebulan lebih kekayaannya meroket kurang lebih 1 miliar dollar AS.
Booming harga komoditas batu bara di tengah perang Rusia Ukraina, membuat pundi-pundi harta pengusaha batu bara itu terus menumpuk tinggi. Harga saham BYAN juga terus melesat dan sempat menyentuh level tertingginya pada Desember lalu.
Harga saham yang terus meningkat turut membuat kapitalisasi pasar BYAN naik menjadi Rp 686 triliun, dan mengokohkan diri sebagai emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Low Tuck Kwong merupakan pemegang saham mayoritas BYAN, dengan menggengam 2,03 miliar atau setara 60,93% saham BYAN. Diketahui jiwa pengusaha Low Tuck Kwong sudah dipupuk sejak remaja, dimana Ia bekerja di perusahaan konstruksi ayahnya yang berada Singapura.
Kemudian pada tahun 1972, dirinya pindah ke Indonesia untuk mendapatkan kesempatan yang lebih besar. Seiring berjalannya waktu, pekerjaannya sebagai kontraktor bangunan mengalami perkembangan dan mendapatkan durian runtuh pada tahun 1997 karena ada yang membeli tambang pertamanya.
Diketahui, Low mendukung SEAX Global yang membangun sistem kabel laut bawah laut untuk konektivitas internet yang menghubungkan Singapura, Indonesia, dan Malaysia.
Di sisi lain Robert dan Michael selain memiliki perusahaan raksasa Djarum, dua bersaudara itu juga pemegang saham terbesar di Bank Central Asia (BCA). Mereka berdua melalui Farindo Holding Ltd. menguasai 51 % saham BCA.
Selain itu, mereka juga memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 65.000 hektare di Kalimantan Barat sejak tahun 2008, serta sejumlah properti di antaranya pemilik Grand Indonesia dan perusahaan elektronik. Salah satu bisnis Group Djarum di sektor ini bergerak di bawah bendera Polytron yang telah beroperasi lebih dari 30 tahun.
Kekayaan pemilik Bayan Resources (BYAN), Low Tuck Kwong melesat naik mengalahkan Hartono bersaudara . Selain mempunyai usaha batu bara, pria kelahiran Singapura ini juga memimpin perusahaan energi terbarukan Singapura bernama Metis Energy atau sebelumnya dikenal sebagai Manhattan Resources.
Mengukuhkan diri sebagai orang terkaya di Indonesia, Low Tuck Kwong menggeser Hartono bersaudara yang sudah menduduki posisi puncak dalam beberapa tahun terakhir. Sedangkan dalam daftar orang terkaya sedunia, Low Tuck Kwong bertengger pada posisi ke-51 per akhir pekan hari ini.
Sementara itu harta Hartono bersaudara juga mengalami peningkatan hingga awal tahun 2023, dimana tercatat Robert Budi Hartono memiliki kekayaan sebesar 23,9 miliar dollar AS atau bertambah USD 553 juta yang setara dengan 2,37% menurut daftar Real Time Billionaire Forbes.
Selanjutnya Michael Hartono mengantongi harta kekayaan mencapai USD21,5 miliar yang menurut data terbaru Forbes, meningkat USD 531 juta. Jumlah itu masing-masing setara dengan Rp358 trilun dan Rp322,2 triliun. Robert berada di posisi 68 daftar orang terkaya sejagat dan Michael di posisi 70.
Sebelumnya pada 26 Desember 2022 kekayaan Low Tuck Kwong tercatat sebesar USD 27,8 miliar, dimana artinya dalam waktu sebulan lebih kekayaannya meroket kurang lebih 1 miliar dollar AS.
Booming harga komoditas batu bara di tengah perang Rusia Ukraina, membuat pundi-pundi harta pengusaha batu bara itu terus menumpuk tinggi. Harga saham BYAN juga terus melesat dan sempat menyentuh level tertingginya pada Desember lalu.
Harga saham yang terus meningkat turut membuat kapitalisasi pasar BYAN naik menjadi Rp 686 triliun, dan mengokohkan diri sebagai emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Low Tuck Kwong merupakan pemegang saham mayoritas BYAN, dengan menggengam 2,03 miliar atau setara 60,93% saham BYAN. Diketahui jiwa pengusaha Low Tuck Kwong sudah dipupuk sejak remaja, dimana Ia bekerja di perusahaan konstruksi ayahnya yang berada Singapura.
Kemudian pada tahun 1972, dirinya pindah ke Indonesia untuk mendapatkan kesempatan yang lebih besar. Seiring berjalannya waktu, pekerjaannya sebagai kontraktor bangunan mengalami perkembangan dan mendapatkan durian runtuh pada tahun 1997 karena ada yang membeli tambang pertamanya.
Diketahui, Low mendukung SEAX Global yang membangun sistem kabel laut bawah laut untuk konektivitas internet yang menghubungkan Singapura, Indonesia, dan Malaysia.
Di sisi lain Robert dan Michael selain memiliki perusahaan raksasa Djarum, dua bersaudara itu juga pemegang saham terbesar di Bank Central Asia (BCA). Mereka berdua melalui Farindo Holding Ltd. menguasai 51 % saham BCA.
Selain itu, mereka juga memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 65.000 hektare di Kalimantan Barat sejak tahun 2008, serta sejumlah properti di antaranya pemilik Grand Indonesia dan perusahaan elektronik. Salah satu bisnis Group Djarum di sektor ini bergerak di bawah bendera Polytron yang telah beroperasi lebih dari 30 tahun.
(akr)