Krisis Real Estate China Belum Berakhir, IMF Beri Peringatan

Senin, 06 Februari 2023 - 15:34 WIB
loading...
Krisis Real Estate China Belum Berakhir, IMF Beri Peringatan
Dana Moneter Internasional atau IMF memperingatkan, bahwa krisis real estate China belum berakhir. Foto/Dok
A A A
BEIJING - Dana Moneter Internasional atau IMF mengatakan, China perlu berbuat lebih banyak untuk memperbaiki masalah real estat e-nya. Diketahui pasar properti berkontribusi sekitar seperempat dari PDB China sejauh ini.



Namun sektor tersebut telah menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi China, terutama sejak Beijing menindak tegas ketergantungan tinggi pengembang pada utang pada tahun 2020, lalu. Otoritas China mulai melonggarkan pembatasan pembiayaan untuk sektor ini selama beberapa bulan terakhir.

"Langkah-langkah kebijakan pihak berwenang baru-baru ini disambut baik, tetapi dalam pandangan kami diperlukan aksi tambahan untuk mengakhiri krisis real estat," kata Wakil Direktur di Departemen Asia Pasifik IMF, Thomas Helbling dalam sebuah pengarahan.

"Jika Anda melihat beragam kebijakannya, banyak dari mereka hanya mengatasi masalah pembiayaan untuk pengembang yang masih dalam kesehatan keuangan yang relatif baik, sehingga itu membantu," tambahnya dalam sebuah wawancara dengan CNBC.

"Tetapi masalah pengembang properti yang menghadapi kesulitan keuangan yang parah belum diatasi. Masalah stok besar perumahan yang belum selesai secara lebih luas belum ditangani," bebernya.



Kondisi pandemi Covid-19 dan kesulitan keuangan membuat konstruksi melambat hingga beberapa pembeli rumah menghentikan pembayaran hipotek mereka musim panas lalu sebagai protes.

Kemudian pihak berwenang China merespons dengan menekankan perlunya membantu pengembang menyelesaikan pembangunan apartemen pra-penjualan tersebut. Namun, ruang lantai perumahan yang dijual di China turun hampir 27% tahun lalu, sementara investasi real estat turun 10%, menurut data resmi.

"Saya pikir akan sangat membantu untuk mencari jalan keluar dan ... bagaimana restrukturisasi bisa dilakukan dan siapa yang akan menyerap kerugian jika ada kerugian," kata Helbling.

Dia juga menyerukan langkah-langkah tambahan untuk mengatasi stok besar apartemen yang belum selesai.

"Jika tidak, sektor ini akan terus merosot dan tetap menjadi risiko dan juga perlunya membatasi rumah tangga yang terlalu banyak terpapar ke sektor properti. Mereka menahan uang tunai dan tabungan untuk menjadi efek negatif bagi pemulihan ekonomi yang lebih luas," katanya.

Helbling menolak menyebutkan jangka waktu tertentu di mana sampai kapan pihak berwenang perlu bertindak sebelum situasinya menjadi jauh lebih buruk. "Semakin cepat Anda mengatasi risiko penurunan, semakin baik," ucapnya.

China Bilang Bukan Krisis

Analisis IMF adalah bagian dari laporan terbaru organisasi itu tentang China, setelah diskusi tahunan dengan pejabat China yang berakhir pada November.

Sementara itu para pejabat menolak penilaian real estat versu IMF, menurut sebuah pernyataan dalam laporan IMF oleh Direktur eksekutif untuk Republik Rakyat Tiongkok, Zhengxin Zhang dan Penasihat senior direktur eksekutif, Xuefei Bai tertanggal 12 Januari.

Pasar properti China umumnya beroperasi dengan lancar dan "tidak berada dalam situasi 'krisis'," kata pernyataan itu. Disebut juga bahwa situasi sektor properti China saat ini sebagai "evolusi alami dari 'deleveraging dan destocking' dalam beberapa tahun terakhir."

"Risiko terkait bersifat lokal dan hanya menyangkut perusahaan individu, dan dampaknya terhadap seluruh dunia relatif kecil," kata perwakilan bank sentral.

Ke depan, pihak China mengatakan, mereka akan bekerja untuk memastikan penyerahan apartemen yang sudah selesai, dan menggabungkan pengembang.

Pengembang properti China seperti Country Garden, Longfor dan R&F Properties telah merasakan efeknya, dimana saham mereka jatuh hampir dua kali lipat atau lebih selama 60 hari perdagangan terakhir atau sekitar tiga bulan, menurut Wind Information.

Tetapi perdagangan saham raksasa properti, Evergrande, Shimao dan Sunac telah dihentikan sejak Maret 2022. Laporan IMF menunjukkan bahwa sebagian besar investor di obligasi pengembang China telah terpengaruh.

"Pada November 2022, pengembang yang gagal bayar atau berpotensi gagal bayar — dengan harga obligasi rata-rata di bawah 40 persen dari nilai nominal — mewakili 38 persen dari pangsa pasar perusahaan tahun 2020 dengan harga obligasi yang tersedia," ungkap laporan itu.

"Kontraksi sektor ini juga menyebabkan tekanan di pemerintah daerah. Penurunan pendapatan penjualan tanah telah mengurangi kapasitas fiskal mereka," terangnya.

IMF sempat menaikkan ekspektasi pertumbuhan global untuk tahun ini karena pertumbuhan yang lebih baik dari proyeksi negara-negara besar dari akhir tahun lalu. Melunaknya tekanan inflasi dan berakhirnya pengendalian Covid China jadi sinyal positif.

Prediksi ekonomi dunia tumbuh 2,9% atau 0,2 poin persentase lebih baik dari yang diantisipasi pada bulan Oktober. Tapi itu masih melambat dari pertumbuhan 3,4% pada tahun 2022. Untuk China, IMF memproyeksikan pertumbuhan 5,2% tahun ini, lebih cepat dari laju 3% pada 2022.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5838 seconds (0.1#10.140)