Usia Garuda Indonesia Diramal Hanya Tinggal 4 Tahun Saja
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) tbk dinilai hanya akan mampu bertahan empat tahun atau hingga 2024 meski mendapat dana talangan pemerintah sebesar Rp 8,5 triliun. Anggaran itu dianggap hanya memperpanjang nafas perseroan.
Pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati mengatakan, beban utang yang ditanggung maskapai penerbangan nasional plat merah yang mencapai USD2 miliar atau Rp31,9 triliun membuat kondisi perusahan tidak akan bertahan lama.
Walau pemerintah akan menggelontorkan dana Rp8,5 triliun, kata dia, anggaran tersebut justru hanya bermanfaat dalam jangka pendek saja. Sementara pada jangka panjang, bunga pinjaman justru menjadi beban baru bagi Garuda indonesia.
"Saya menilai kemampuan Garuda hanya mampu bertahan minimal sampai 2024 saja. Walau ada dana talangan, itu memperpanjang nafas saja, setahun ini ada pandemi keuangan Garuda memang berdara dara," ujar Arista di Jakarta, Rabu (15/7/2020).
( )
Menurut Arista, dana talangan yang diberikan pemerintah kepada Garuda Indonesia pada dasarnya bersifat membantu. Meski begitu, ada dimensi bisnis yang tidak bisa dilepaskan dari bantuan tersebut. Artinya, pemerintah berharap ada keuntungan yang nanti diperoleh yakni bunga pinjaman. Harapan itu, kata dia, manakala Garuda mampu keluar dari fase krisisnya.
Saham Garuda Indonesia, lanjut dia, tidak secara penuh dimiliki negara. Ia memperkirakan setidaknya 3,2% saham perseroan dimiliki swasta dan sisanya dimiliki negara. Karena itu, faktor bisnis dalam bantuan tidak bisa dipungkiri.
Hal senada pun diutarakan Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, saat memberikan pandangan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR. Kata Irfan, pihaknya memproyeksikan kerugian Garuda Indonesia tahun ini mencapai USD1,1 miliar atau setara Rp16 triliun. Kerugian itu selain merosotnya pendapatan perseroan juga termasuk beban bunga dari dana talangan sebesar Rp 8,5 triliun.
( )
Arista mencatat, walau saat ini Kementerian BUMN sudah mengambil sejumlah langkah strategis untuk menyelamatkan perseroan dari tekanan keuangan. Tapi persoalan akan berbeda jika langkah tersebut tidak dilakukan pemerintah setelahnya. "Pak Erick full membantu Garuda, bahwa sampai 2024 masih aman karena di backup full BUMN, tapi gak tau di tahun 2025? Kemungkinan sesuatu yang akan terjadi," ujarnya.
Sebelumnya, Komisi VI DPR Deddy Sitorus mengatakan, dana talangan pemerintah tidak akan menyelesaikan masalah di Garuda Indonesia. Dia menilai selain persoalan dampak yang terjadi akibat pandemi Covid-19 terdapat persoalan lain.
Menurutnya pandemi tidak hanya memberikan dampak kepada Garuda Indonesia, namun juga ekosistem penerbangan yang harus segera diadaptasi. “Mekanisme ini (dana talangan) akhirnya dipilih untuk menyelamatkan ekuitas Garuda Indonesia ya. Ini tidak hanya selesai dengan menginjeksi itu saja,” kata Deddy
Dia menjelaskan Garuda Indonesia seharusnya memperhatikan aspek keuangan, operasional, produk yang dipasarkan, dan ekosistem industri. Di mana terdapat perbaikan yang bersifat menyeluruh dan konsisten.
Pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati mengatakan, beban utang yang ditanggung maskapai penerbangan nasional plat merah yang mencapai USD2 miliar atau Rp31,9 triliun membuat kondisi perusahan tidak akan bertahan lama.
Walau pemerintah akan menggelontorkan dana Rp8,5 triliun, kata dia, anggaran tersebut justru hanya bermanfaat dalam jangka pendek saja. Sementara pada jangka panjang, bunga pinjaman justru menjadi beban baru bagi Garuda indonesia.
"Saya menilai kemampuan Garuda hanya mampu bertahan minimal sampai 2024 saja. Walau ada dana talangan, itu memperpanjang nafas saja, setahun ini ada pandemi keuangan Garuda memang berdara dara," ujar Arista di Jakarta, Rabu (15/7/2020).
( )
Menurut Arista, dana talangan yang diberikan pemerintah kepada Garuda Indonesia pada dasarnya bersifat membantu. Meski begitu, ada dimensi bisnis yang tidak bisa dilepaskan dari bantuan tersebut. Artinya, pemerintah berharap ada keuntungan yang nanti diperoleh yakni bunga pinjaman. Harapan itu, kata dia, manakala Garuda mampu keluar dari fase krisisnya.
Saham Garuda Indonesia, lanjut dia, tidak secara penuh dimiliki negara. Ia memperkirakan setidaknya 3,2% saham perseroan dimiliki swasta dan sisanya dimiliki negara. Karena itu, faktor bisnis dalam bantuan tidak bisa dipungkiri.
Hal senada pun diutarakan Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, saat memberikan pandangan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR. Kata Irfan, pihaknya memproyeksikan kerugian Garuda Indonesia tahun ini mencapai USD1,1 miliar atau setara Rp16 triliun. Kerugian itu selain merosotnya pendapatan perseroan juga termasuk beban bunga dari dana talangan sebesar Rp 8,5 triliun.
( )
Arista mencatat, walau saat ini Kementerian BUMN sudah mengambil sejumlah langkah strategis untuk menyelamatkan perseroan dari tekanan keuangan. Tapi persoalan akan berbeda jika langkah tersebut tidak dilakukan pemerintah setelahnya. "Pak Erick full membantu Garuda, bahwa sampai 2024 masih aman karena di backup full BUMN, tapi gak tau di tahun 2025? Kemungkinan sesuatu yang akan terjadi," ujarnya.
Sebelumnya, Komisi VI DPR Deddy Sitorus mengatakan, dana talangan pemerintah tidak akan menyelesaikan masalah di Garuda Indonesia. Dia menilai selain persoalan dampak yang terjadi akibat pandemi Covid-19 terdapat persoalan lain.
Menurutnya pandemi tidak hanya memberikan dampak kepada Garuda Indonesia, namun juga ekosistem penerbangan yang harus segera diadaptasi. “Mekanisme ini (dana talangan) akhirnya dipilih untuk menyelamatkan ekuitas Garuda Indonesia ya. Ini tidak hanya selesai dengan menginjeksi itu saja,” kata Deddy
Dia menjelaskan Garuda Indonesia seharusnya memperhatikan aspek keuangan, operasional, produk yang dipasarkan, dan ekosistem industri. Di mana terdapat perbaikan yang bersifat menyeluruh dan konsisten.
(akr)