Puluhan Gerai Transmart Milik CT Tumbang, Pengamat: Salah Kelola
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tren belanja online dan e-commerce tak dimungkiri ikut melibas eksistensi gerai ritel seperti supermarket. Salah satunya gerai Transmart milik pengusaha Chairul Tanjung (CT) yang bertumbangan dalam kurun 2021-2023.
Pengamat menilai rontoknya puluhan waralaba berkelas salah satu pengusaha terkaya di Indonesia itu kemungkinan akibat adanya mismanajemen atau salah kelola.
"Jadi, kalau misalnya persoalan tiba-tiba tutup banyak dan (berdiri) sebentar, pasti ada kesalahan dari manajemen, juga karena analisa pasar dan konsumen retail itu sendiri," kata pengamat dari International Trade and Commerce Pusan National University, Korea Selatan, Dimas Harris Sean Keefe, Rabu (8/2/2023).
Menurut dia, analisa pasar dan konsumen perlu menjadi perhatian utama perusahaan di tengah maraknya retail yang bertumbangan di tengah atau pascapandemi Covid-19.
Dengan kata lain, perusahaan harus memperhatikan lingkungan, profit, tipe ekonomi dan kondisi sosial masyarakat yang sudah beranjak belanja online.
"Transmart yang dulu sama sekarang pasti perlu adanya pendekatan-pendekatan. Saya yakin mereka juga melakukan hal itu, bisa saja mereka terlambat," tukasnya.
Merujuk berbagai riset, kata dia, saat ini konsumen lebih menyukai sustainability dalam perusahaan yang berkelanjutan dengan memperhatikan kualitas. Faktor lainnya juga soal demografi dan lokasi yang strategis dari berdirinya retail tersebut.
"Misalnya pas konsumen butuh, tetapi ternyata untuk ke Transmart itu jauh dari lokasi, tidak ada ataupun dekat dari rumah, maka harus ada jemput bola dari Transmart," bebernya.
Sebelumnya, ramai beredar kabar soal penutupan gerai ritel Transmart di sejumlah wilayah Indonesia. Manajemen Transmart pun buka suara atas kabar tutupnya gerai ritel di beberapa wilayah Indonesia.
Vice President Corporate Communication Transmart, Satria Hamid mengatakan, penutupan gerai Transmart tersebut lantaran efek pandemi yang mendorong masyarakat jadi malas berbelanja di toko offline. Sehingga, gerai-gerai Transmart yang tak mampu bertahan mau tidak mau harus menutup gerainya.
"Yang pasti ini (masalah) serius, bahwa memang kita dihadapkan di masa pandemi itu sendiri. Bisa dibilang biang keroknya lah. Jadi opsi tutup itu adalah serangkaian opsi terakhir yang kita lakukan untuk sebuah toko," ungkap Satria.
Pengamat menilai rontoknya puluhan waralaba berkelas salah satu pengusaha terkaya di Indonesia itu kemungkinan akibat adanya mismanajemen atau salah kelola.
"Jadi, kalau misalnya persoalan tiba-tiba tutup banyak dan (berdiri) sebentar, pasti ada kesalahan dari manajemen, juga karena analisa pasar dan konsumen retail itu sendiri," kata pengamat dari International Trade and Commerce Pusan National University, Korea Selatan, Dimas Harris Sean Keefe, Rabu (8/2/2023).
Menurut dia, analisa pasar dan konsumen perlu menjadi perhatian utama perusahaan di tengah maraknya retail yang bertumbangan di tengah atau pascapandemi Covid-19.
Dengan kata lain, perusahaan harus memperhatikan lingkungan, profit, tipe ekonomi dan kondisi sosial masyarakat yang sudah beranjak belanja online.
"Transmart yang dulu sama sekarang pasti perlu adanya pendekatan-pendekatan. Saya yakin mereka juga melakukan hal itu, bisa saja mereka terlambat," tukasnya.
Merujuk berbagai riset, kata dia, saat ini konsumen lebih menyukai sustainability dalam perusahaan yang berkelanjutan dengan memperhatikan kualitas. Faktor lainnya juga soal demografi dan lokasi yang strategis dari berdirinya retail tersebut.
"Misalnya pas konsumen butuh, tetapi ternyata untuk ke Transmart itu jauh dari lokasi, tidak ada ataupun dekat dari rumah, maka harus ada jemput bola dari Transmart," bebernya.
Sebelumnya, ramai beredar kabar soal penutupan gerai ritel Transmart di sejumlah wilayah Indonesia. Manajemen Transmart pun buka suara atas kabar tutupnya gerai ritel di beberapa wilayah Indonesia.
Vice President Corporate Communication Transmart, Satria Hamid mengatakan, penutupan gerai Transmart tersebut lantaran efek pandemi yang mendorong masyarakat jadi malas berbelanja di toko offline. Sehingga, gerai-gerai Transmart yang tak mampu bertahan mau tidak mau harus menutup gerainya.
"Yang pasti ini (masalah) serius, bahwa memang kita dihadapkan di masa pandemi itu sendiri. Bisa dibilang biang keroknya lah. Jadi opsi tutup itu adalah serangkaian opsi terakhir yang kita lakukan untuk sebuah toko," ungkap Satria.
(ind)