Minyak Jatuh di Bawah USD85 per Barel, Harga BBM Bakalan Turun?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak dunia jatuh pada akhir pekan, Jumat (10/2/2023), setelah sejumlah data ekonomi dunia menunjukkan adanya potensi resesi global. Namun, kejatuhan itu dapat diimbangi berkat pemulihan permintaan bahan bakar yang cukup kuat di China setelah Beijing membuka gembok pembatasannya.
Hingga pukul 09:17 WIB minyak Brent untuk April 2023 di Intercontinental Exchange (ICE) turun 0,37% di level USD84,19 per barel. Sedangkan West Texas Intermediate AS untuk pengiriman Maret 2023 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) melemah 0,50% di USD77,67 per barel.
Amerika Serikat baru merilis data klaim pengangguran yang meningkat lebih dari ekspektasi. Kenaikan ini muncul seiring pemecatan pekerja yang meluas di berbagai perusahaan, sehingga membangkitkan kekhawatiran terhadap potensi resesi.
"Sentimen semalam tampaknya condong ke sisi negatif setelah data pengangguran di AS, tetapi saya memperkirakan pemulihan permintaan China akan lebih memiliki dampak terhadap prospek harga hingga (paruh kedua) 2023," kata Head of Commodity Research National Australia Bank, Baden Moore.
Melansir Reuters, Jumat (10/2/2023), cadangan minyak negeri Paman Sam mengalami kenaikan secara akumulatif sejak Juni 2021 hingga per minggu ini, dipicu tren inflasi dan laju suku bunga. Pasokan yang lebih tinggi berpotensi dapat membebani harga minyak.
Namun demikian, ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga yang lebih rendah dapat mendorong dolar melemah, yang pada gilirannya mendukung harga minyak. Jika greenback lebih lemah, maka akan membuat minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, yang sering kali memicu pembelian.
Pasar juga masih mendapat dukungan dari langkah Arab Saudi yang meningkatkan harga resmi penjualan minyak mentahnya ke Asia. Kebijakan ini dinilai sebagai sinyal OPEC dalam mendukung pemulihan permintaan di China.
Jika harga minyak dunia terus turun, maka akan berdampak pada harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Baik Pertamina dan produsen swasta telah menurunkan harga BBM di SPBU mereka pada pekan pertama bulan ini, imbas turunnya harga minyak.
Hingga pukul 09:17 WIB minyak Brent untuk April 2023 di Intercontinental Exchange (ICE) turun 0,37% di level USD84,19 per barel. Sedangkan West Texas Intermediate AS untuk pengiriman Maret 2023 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) melemah 0,50% di USD77,67 per barel.
Amerika Serikat baru merilis data klaim pengangguran yang meningkat lebih dari ekspektasi. Kenaikan ini muncul seiring pemecatan pekerja yang meluas di berbagai perusahaan, sehingga membangkitkan kekhawatiran terhadap potensi resesi.
"Sentimen semalam tampaknya condong ke sisi negatif setelah data pengangguran di AS, tetapi saya memperkirakan pemulihan permintaan China akan lebih memiliki dampak terhadap prospek harga hingga (paruh kedua) 2023," kata Head of Commodity Research National Australia Bank, Baden Moore.
Melansir Reuters, Jumat (10/2/2023), cadangan minyak negeri Paman Sam mengalami kenaikan secara akumulatif sejak Juni 2021 hingga per minggu ini, dipicu tren inflasi dan laju suku bunga. Pasokan yang lebih tinggi berpotensi dapat membebani harga minyak.
Namun demikian, ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga yang lebih rendah dapat mendorong dolar melemah, yang pada gilirannya mendukung harga minyak. Jika greenback lebih lemah, maka akan membuat minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, yang sering kali memicu pembelian.
Pasar juga masih mendapat dukungan dari langkah Arab Saudi yang meningkatkan harga resmi penjualan minyak mentahnya ke Asia. Kebijakan ini dinilai sebagai sinyal OPEC dalam mendukung pemulihan permintaan di China.
Jika harga minyak dunia terus turun, maka akan berdampak pada harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Baik Pertamina dan produsen swasta telah menurunkan harga BBM di SPBU mereka pada pekan pertama bulan ini, imbas turunnya harga minyak.
(uka)