Harga BBM Nonsubsidi Naik-Turun Lebih Menguntungkan? Ini Kata Ekonom
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penetapan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi secara dinamis mengikuti harga keekonomiannya dinilai akan menguntungkan masyarakat. Namun, masyarakat dinilai perlu dibiasakan sekaligus diberi pemahaman terkait pengaturan harga BBM nonsubsidi tersebut.
Sejatinya, pemerintah memberikan hak kepada badan usaha untuk menentukan harga BBM nonsubsidi. Pasal 8 Permen ESDM No 20/2021 menyebutkan, harga jual eceran BBM jenis umum di titik serah setiap liter, dihitung dan ditetapkan oleh badan usaha. Hal ini mengacu pada formula harga tertinggi yang terdiri atas harga ditambah PPN, dan PBBKB dengan margin paling tinggi 10% dari harga dasar. Aturan itu berlaku untuk BBM nonsubsidi yang dijual badan usaha, BUMN maupun swasta.
"Sebenarnya ini justru menguntungkan masyarakat karena ada penyesuaian harga lebih cepat dalam konteks harga minyak mentah rendah," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, Jumat (10/2/2023).
Dia pun menilai masyarakat lama-lama akan terbiasa dengan penyesuaian harga BBM nonsubsidi. Namun, imbuh dia, agar kebiasaan menghadapi harga BBM yang fluktuatif itu muncul, Pertamina dan pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara masif serta mengumumkan formulasi harga yang transparan.
Dalam hal ini, kata dia, teknologi informasi maupun media sosial bisa dimanfaatkan secara maksimal agar sosialisasi lebih merata. Sebab, kata Bhima, kendati penetapan harga sudah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), masyarakat masih kerap dibingungkan dengan cara penghitungan harga BBM.
"Idealnya, ada website untuk pengumuman formulasi, variabel seperti level nilai tukar yang digunakan, harga acuan BBM Singapura, dan sebagainya," ujarnya.
Sementara, pengamanat ekonomi energi dari UGM Fahmy Radhi menilai ide untuk mengevaluasi harga BBM nonsubsidi mengikuti harga keekonomian yang dinamis sangat tepat. Fahmy pun menegaskan bahwa hal ini wajar dan memang diatur oleh pemerintah.
"Jika dibiarkan floating tidak akan ada perubahan harga secara drastis yang akan mengejutkan masyarakat. Tapi misalnya jika tiba-tiba harga minyak dunia naik, tapi harga terus ditahan dan baru dua-tiga bulan kemudian naik signifikan, justru masyarakat akan terkejut," paparnya.
Menurut Fahmy, menjadi pekerjaan Pertamina dan pemerintah untuk menggencarkan edukasi kepada masyarakat tentang mekanisme penetapan harga BBM nonsubsidi yang benar. Dia yakin konsumen BBM nonsubsidi akan menerima fluktuasi harga, apalagi naik-turun harganya pun tidak terlalu besar.
"Secara tidak sadar konsumen akan terbiasa dengan harga yang berubah, baik harga naik ataupun turun mengikuti perkembangan harga minyak global. Kebijakan ini menurut saya tepat dan konsumen nantinya secara otomatis akan terbiasa," kata Fahmy.
Sebelumnya, anggota Komite Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) Basuki Trikora Putra juga menegaskan bahwa tidak ada yang salah dengan penetapan harga BBM nonsubsidi oleh badan usaha secara berkala. Terlebih, kata dia, penetapan harga BBM nonsubsidi oleh badan usaha juga memperhatikan kondisi pertumbuhan ekonomi, sektor industri, daya beli dan kelangsungan bisnis.
Sejatinya, pemerintah memberikan hak kepada badan usaha untuk menentukan harga BBM nonsubsidi. Pasal 8 Permen ESDM No 20/2021 menyebutkan, harga jual eceran BBM jenis umum di titik serah setiap liter, dihitung dan ditetapkan oleh badan usaha. Hal ini mengacu pada formula harga tertinggi yang terdiri atas harga ditambah PPN, dan PBBKB dengan margin paling tinggi 10% dari harga dasar. Aturan itu berlaku untuk BBM nonsubsidi yang dijual badan usaha, BUMN maupun swasta.
"Sebenarnya ini justru menguntungkan masyarakat karena ada penyesuaian harga lebih cepat dalam konteks harga minyak mentah rendah," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, Jumat (10/2/2023).
Dia pun menilai masyarakat lama-lama akan terbiasa dengan penyesuaian harga BBM nonsubsidi. Namun, imbuh dia, agar kebiasaan menghadapi harga BBM yang fluktuatif itu muncul, Pertamina dan pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara masif serta mengumumkan formulasi harga yang transparan.
Dalam hal ini, kata dia, teknologi informasi maupun media sosial bisa dimanfaatkan secara maksimal agar sosialisasi lebih merata. Sebab, kata Bhima, kendati penetapan harga sudah diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), masyarakat masih kerap dibingungkan dengan cara penghitungan harga BBM.
"Idealnya, ada website untuk pengumuman formulasi, variabel seperti level nilai tukar yang digunakan, harga acuan BBM Singapura, dan sebagainya," ujarnya.
Sementara, pengamanat ekonomi energi dari UGM Fahmy Radhi menilai ide untuk mengevaluasi harga BBM nonsubsidi mengikuti harga keekonomian yang dinamis sangat tepat. Fahmy pun menegaskan bahwa hal ini wajar dan memang diatur oleh pemerintah.
"Jika dibiarkan floating tidak akan ada perubahan harga secara drastis yang akan mengejutkan masyarakat. Tapi misalnya jika tiba-tiba harga minyak dunia naik, tapi harga terus ditahan dan baru dua-tiga bulan kemudian naik signifikan, justru masyarakat akan terkejut," paparnya.
Menurut Fahmy, menjadi pekerjaan Pertamina dan pemerintah untuk menggencarkan edukasi kepada masyarakat tentang mekanisme penetapan harga BBM nonsubsidi yang benar. Dia yakin konsumen BBM nonsubsidi akan menerima fluktuasi harga, apalagi naik-turun harganya pun tidak terlalu besar.
"Secara tidak sadar konsumen akan terbiasa dengan harga yang berubah, baik harga naik ataupun turun mengikuti perkembangan harga minyak global. Kebijakan ini menurut saya tepat dan konsumen nantinya secara otomatis akan terbiasa," kata Fahmy.
Sebelumnya, anggota Komite Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) Basuki Trikora Putra juga menegaskan bahwa tidak ada yang salah dengan penetapan harga BBM nonsubsidi oleh badan usaha secara berkala. Terlebih, kata dia, penetapan harga BBM nonsubsidi oleh badan usaha juga memperhatikan kondisi pertumbuhan ekonomi, sektor industri, daya beli dan kelangsungan bisnis.
(fai)