Enam Serikat Pekerja Konsisten Bertahan di Tim Teknis RUU Ciptaker
loading...
A
A
A
JAKARTA - Enam Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) menyatakan konsisten terus bertahan dalam Tim Teknis pembahas klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang terdiri dari unsur Pemerintah, Apindo, dan unsur SP/SB.
Keenam SP/SB tersebut yakni KSPSI pimpinan Yorrys Raweyai, KSBSI, KSarbumusi, KSPN, FSP Perkebunan dan FSP Kahutindo. Dua SP/SB yang mundur dari pembahasan RUU Ciptaker adalah KSPSI pimpinan Andi Gani Nena Wea dan KSPI.
Sekjen Presidium SP/SB Indonesia yang juga menjabat sebagai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Ristadi, menjelaskan dibentuknya tim teknis pembahas klaster ketenagakerjaan merupakan dorongan, tuntutan dan aspirasi SP/SB.
Di berbagai kesempatan, pihaknya juga menuntut kepada pemerintah soal pelibatan/partisipasi SP/SB dalam tim pembahas. Karenanya, menjadi sangat aneh setelah dibentuk tim pembahas malah ada SP/SB mungundurkan diri dari tim teknis
"Maka dengan segala resiko, kami menjaga konsistensi sikap atas apa yang sudah kami tuntut yaitu pembentukan tim. Kekhawatiran hanya sebagai legitimasi atau dimanfaatkan sekedar formalitas sudah kami hitung sebelumnya," ujar Ristadi kepada pers di Jakarta, Rabu (15/7/2020).
Ristadi menambahkan, alasan enam SP/SB untuk terus bertahan di dalam tim pembahas klaster ketenagakerjaan juga sebagai strategi perjuangan. Dengan berada di tim pembahas, maka banyak hal yang bisa dilakukan dalam perjuangan. Tak hanya aksi unjuk rasa tapi bisa lewat publikasi, lobi politik, negosiasi, dan dialog sosial.
"Masuk di tim teknis adalah bagian dari negosiasi dan dialog sosial, tanpa mengabaikan upaya-upaya perjuangan lainya. Forum tersebut kami gunakan semaksimal mungkin untuk menyuarakan aspirasi-aspirasi yang berkembang dari anggota kami," katanya.
Ristadi menambahkan, masuknya enam SP/SB akan dimanfaatkan SP/SB sebagai media formal untuk menyampaikan usulan, masukan, keberatan, dan penolakan SP/SB terhadap klaster ketenagakerjaan dalam RUU Ciptaker
"Jadi sangat keliru dan tidak benar berada di tim teknis menjadi legitimasi. Kami memutuskan untuk tetap berjuang di dalam tim teknis dengan segala konsekuensinya," katanya.
Ristadi mengungkapkan, sejarah mencatat bahwa sikap gerakan SP/SB sulit untuk satu suara. Dulu, saat pembahasan RUU Ketenagakerjaan yang kemudian disahkan menjadi UU Nomor 13 tahun 2003 terjadi, ada SP/SB yang masuk dalam tim pembahasan dan ada juga yang di luar melakukan penolakan. Selanjutnya, saat lahirnya UU BPJS juga terjadi hal yang sama, ada SP/SB yang masuk ikut membahas, ada juga SP/SB yang tidak mau ikut membahas.
Keenam SP/SB tersebut yakni KSPSI pimpinan Yorrys Raweyai, KSBSI, KSarbumusi, KSPN, FSP Perkebunan dan FSP Kahutindo. Dua SP/SB yang mundur dari pembahasan RUU Ciptaker adalah KSPSI pimpinan Andi Gani Nena Wea dan KSPI.
Sekjen Presidium SP/SB Indonesia yang juga menjabat sebagai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Ristadi, menjelaskan dibentuknya tim teknis pembahas klaster ketenagakerjaan merupakan dorongan, tuntutan dan aspirasi SP/SB.
Di berbagai kesempatan, pihaknya juga menuntut kepada pemerintah soal pelibatan/partisipasi SP/SB dalam tim pembahas. Karenanya, menjadi sangat aneh setelah dibentuk tim pembahas malah ada SP/SB mungundurkan diri dari tim teknis
"Maka dengan segala resiko, kami menjaga konsistensi sikap atas apa yang sudah kami tuntut yaitu pembentukan tim. Kekhawatiran hanya sebagai legitimasi atau dimanfaatkan sekedar formalitas sudah kami hitung sebelumnya," ujar Ristadi kepada pers di Jakarta, Rabu (15/7/2020).
Ristadi menambahkan, alasan enam SP/SB untuk terus bertahan di dalam tim pembahas klaster ketenagakerjaan juga sebagai strategi perjuangan. Dengan berada di tim pembahas, maka banyak hal yang bisa dilakukan dalam perjuangan. Tak hanya aksi unjuk rasa tapi bisa lewat publikasi, lobi politik, negosiasi, dan dialog sosial.
"Masuk di tim teknis adalah bagian dari negosiasi dan dialog sosial, tanpa mengabaikan upaya-upaya perjuangan lainya. Forum tersebut kami gunakan semaksimal mungkin untuk menyuarakan aspirasi-aspirasi yang berkembang dari anggota kami," katanya.
Ristadi menambahkan, masuknya enam SP/SB akan dimanfaatkan SP/SB sebagai media formal untuk menyampaikan usulan, masukan, keberatan, dan penolakan SP/SB terhadap klaster ketenagakerjaan dalam RUU Ciptaker
"Jadi sangat keliru dan tidak benar berada di tim teknis menjadi legitimasi. Kami memutuskan untuk tetap berjuang di dalam tim teknis dengan segala konsekuensinya," katanya.
Ristadi mengungkapkan, sejarah mencatat bahwa sikap gerakan SP/SB sulit untuk satu suara. Dulu, saat pembahasan RUU Ketenagakerjaan yang kemudian disahkan menjadi UU Nomor 13 tahun 2003 terjadi, ada SP/SB yang masuk dalam tim pembahasan dan ada juga yang di luar melakukan penolakan. Selanjutnya, saat lahirnya UU BPJS juga terjadi hal yang sama, ada SP/SB yang masuk ikut membahas, ada juga SP/SB yang tidak mau ikut membahas.