Peningkatan Produksi Minyak China Beri Angin Segar Industri Pelayaran RI

Kamis, 16 Juli 2020 - 10:58 WIB
loading...
Peningkatan Produksi...
Industri kapal semakin bergairah di tengah meningkatnya produksi minyak China. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Pemulihan permintaan minyak dari negara China yang cepat, turut berimbas postif terhadap industri pelayaran di Tanah Air. Salah satunya, emiten perkapalan PT Buana Lintas Lautan Tbk (BULL) yang memprediksi peningkatan laba bersih hingga 3,5 kali sepanjang 2020 dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 silam.

Direktur Utama BULL Kevin Wong mengatakan perseroan akan melanjutkan strategi yang berimbang dengan menggabungkan pendapatan usaha dari kontrak time-charter yang stabil dengan margin laba yang tinggi dari kerjasama dengan pool operator, didukung oleh tarif sewa internasional yang tinggi pada kuartal kedua tahun 2020. Hal ini mengakibatkan kinerja perusahaan meningkat signifikan dibandingkan kuartal pertama 2020 yang sudah kuat, dan menghasilkan EBITDA dan Laba Bersih yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal yang sama di 2019, dan mencapai titik tertinggi baru.

"Dengan demikian, EBITDA pada tahun 2020 diperkirakan akan melebihi 2,5x dari tahun 2019 dan juga laba bersih akan meningkat 3,5x lebih tinggi dari tahun 2019. Kinerja yang cemerlang yang diperkirakan, nilai pasar kami saat ini masih belum sepenuhnya mencerminkan kinerja kami karena PER kami tetap serendah 3,0 - 3,5x dan EV/EBITDA serendah 3,5x - 4,0x," kata Kevin dalam rilisnya di Jakarta, Kamis (16/7/2020).



Hasil yang lebih baik ini disebabkan oleh pertumbuhan armada yang berkelanjutan pada kuartal kedua tahun 2020 di mana BULL menerima 3 kapal besar tambahan, yang mengembangkan armada menjadi 33 kapal dengan total kapasitas sebesar 2,3 juta DWT. Faktor lain yang meningkatkan kinerja BULL adalah dampak positif dari pandemi Covid-19.

Pandemi Covid-19 telah menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam permintaan tambahan untuk kapal tanker minyak untuk tempat penyimpanan minyak terapung dan sempat mencapai titik tertinggi dimana lebih dari 400 kapal tanker digunakan untuk penyimpanan minyak terapung pada puncaknya, yang merupakan sekitar 10% dari armada tanker global. Ini lebih dari mengimbangi penurunan konsumsi dan produksi minyak karena penutupan ekonomi dunia dan lockdown.

Dinamika ini tercermin dalam tingkat TCE yang melonjak di kuartal kedua 2020 dari tarif sewa rata-rata yang sudah cukup tinggi pada kuartal pertama tahun 2020. TCE rata-rata untuk kapal tanker Long Range 2 (LR2) (kapal tanker ukuran sekitar 110,0000 DWT) meningkat sebesar 74,8% sedangkan TCE rata-rata untuk kapal tanker Handy (kapal tanker ukuran sekitar 30,000 - 40,000 DWT) turun menjadi 11,6%, sejalan dengan tren sebagian besar permintaan penyimpanan minyak terapung terkonsentrasi di segmen kapal tanker yang lebih besar.

Namun dampak Covid-19 lebih luas daripada hanya pada konsumsi dan produksi minyak. Karena sebagian besar ekonomi dunia memasuki masa lockdown dan pelabuhan-pelabuhan tidak beroperasi, termasuk semua negara pembangun kapal dan reparasi kapal terbesar, seperti China, Korea, Jepang, Singapura, yang menyebabkan penundaan pengiriman kapal baru yang sedang dibangun serta docking pemeliharaan yang diharuskan berdasarkan peraturan.

"Hal ini mengakibatkan antrian besar kapal yang harus melaksanakan docking pemeliharaan dan berhenti kerja sampai lebih dari 30 hari dalam beberapa bulan ke depan, setara dengan 5% dari armada tanker global. Bahkan selama Juni saja jumlah kapal yang sedang melaksanakan docking pemeliharaan 84% lebih banyak daripada di bulan Mei 2020. Sebanyak enam VLCC sedang melaksanakan docking pemeliharaan selama Juni dibandingkan dengan hanya satu pada bulan Mei," paparnya.



Lockdown Covid-19 juga menutup semua galangan scrap kapal, sehingga banyak kapal yang terpaksa tetap dioperasikan, padahal seharusnya dibesi-tuakan. Ketika galangan scrap kapal di Asia Selatan mulai dibuka, ini akan memungkinkan sebanyak 3,1 juta DWT kapal yang sudah tua dan tidak efisien dikeluarkan dari armada kapal tanker yang beroperasi dan dibesi-tuakan menurut perkiraan Braemar ACM.

Pemulihan permintaan minyak China yang cepat yang telah mengakibatkan permintaan minyak melonjak menjadi 13 juta barel per hari pada kuartal kedua dan diperkirakan akan lebih tinggi lagi year on year (yoy) mulai kuartal ketiga 2020 dan seterusnya dibandingkan dengan 2019, menurut Wood Mackenzie, telah menyebabkan kepadatan pelabuhan yang parah dengan jumlah kapal yang menunggu untuk membongkar muatan mereka meningkat dari kurang dari 10 kapal pada bulan April menjadi lebih dari 70 kapal pada bulan Juni. Situasi ini diperkirakan akan berlangsung selama dua hingga tiga bulan karena impor China yang tetap kuat.

"Ketika ekonomi negara lain dibuka kembali dan bergabung dengan China dalam mengimpor lebih banyak minyak, permintaan minyak diperkirakan akan melonjak dan kepadatan pelabuhan di seluruh dunia akan meningkat," terangnya.

Permintaan bahan bakar India yang telah turun 60% diperkirakan akan kembali ke tingkat pra-pandemi pada bulan September 2020, menurut Menteri Perminyakan India. Bahkan di Amerika Serikat pun permintaan BBM telah pulih dengan pesat dan telah kembali ke tingkat pra-coronavirus pada bulan Juli 2020. Kepadatan pelabuhan akan mengurangi ketersediaan tanker.

Yang lebih penting lagi, para produsen minyak dunia akan meningkatkan produksi mereka secara substansial di bulan Agustus. IEA memperkirakan produksi dari OPEC+ akan naik 2 juta barel per hari pada Agustus 2020 dan 2,7 juta barel per hari mulai Q3 2020 hingga Q4 2020. Produsen shale oil Amerika Serikat juga diperkirakan akan meningkatkan produksi mereka sebesar 1,5 juta barel per hari sejak Agustus. Bersama dengan pulihnya produksi minyak Libya yang menambahkan total 0,9 juta barel minyak per hari tambahan, dalam waktu dekat akan ada tambahan 4,4 - 5,1 juta barel minyak per hari dari produksi baru yang akan meningkatkan permintaan atas kapal tanker secara signifikan.

Mengingat besarnya pemulihan permintaan untuk kapal tanker dari peningkatan produksi minyak dan kendala ketersediaan kapal tanker karena kepadatan pelabuhan yang parah sebagai akibat dari pemulihan permintaan minyak yang cepat, kembalinya scrap kapal dan banyaknya kapal tanker yang akan berhenti operasi sementara untuk menjalankan kewajiban docking pemeliharaan, tarif kapal tanker internasional diperkirakan akan tetap tinggi hingga akhir tahun 2020 dan berlanjut hingga tahun 2021.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3049 seconds (0.1#10.140)