30.000 Karyawan Freeport Terancam ‎Kehilangan Pekerjaan

Selasa, 18 Agustus 2015 - 15:28 WIB
30.000 Karyawan Freeport Terancam ‎Kehilangan Pekerjaan
30.000 Karyawan Freeport Terancam ‎Kehilangan Pekerjaan
A A A
PAPUA - Total sebanyak 30.004 pegawai PT Freeport Indonesia, yang sebagian besar adalah putra bangsa terancam kehilangan pekerjaan, menyusul belum adanya kepastian perpanjangan operasional perusahaan tambang tersebut.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin mengungkapkan, pasca-dikeluarkan UU No 4 tahun 2009 tentang Minerba, pengajuan perpanjangan dilakukan dua tahun sebelum berakhirnya masa operasional tambang. Freeport kini dihadapkan pada sebuah pilihan.

Menurutnya, kontrak karya PT Freeport Indonesia akan berakhir pada 2021, proses perpanjangan sedianya dilakukan pada 2019. Persoalannya adalah, kandungan deposit yang ada pada tambang Grasberg akan habis pada 2017.

"Jadi selain faktor alam karena kemarau panjang, faktor lain yang kita hadapi saat ini, yaitu Freeport belum mendapatkan kepastian hukum untuk bisa melanjutkan operasional," ujarnya, Selasa (18/8/2015).

Meski belum mendapat kepastian dari pemerintah, kata Maroef, Freeport sejak 2008 sudah mempersiapkan infrastruktur tambang underground yang nilainya mencapai USD4 miliar sebagai antisipasi berakhirnya operasional tambang Grasberg.

"Investasi Freeport betul-betul berani mempertaruhkan suatu kondisi yang belum mendapat kepastian tetapi sudah menanamkan investasinya untuk menyiapkan underground. Kalau saja 2017 tidak dilanjutkan, berapa banyak karyawan yang akan berhenti bekerja," jelasnya.

Berdasarkan data, total karyawan PT Freeport berjumlah 30.004 orang. Mayoritas atau sekitar 97% merupakan anak-anak bangsa Indonesia. Belum termasuk keluarga karyawan yang berada di Tembagapura, Mimika, Kuala Kencana, yang jumlahnya hampir mencapai 150.000 jiwa dan penduduk Mimika sebanyak 300.000 jiwa.

"Artinya, kurang lebih 50% berhubungan dengan Freeport. Jadi, kalau seandainya kontrak karya ini tidak diperpanjang, dampaknya bukan hanya dari sisi bisnis, tapi social cost-nya juga besar. Kemudian, economical environment dan political environment juga harus dikalkulasi," paparnya.

Vice President Underground Mine Operation PT Freeport Indonesia, Hengky Rumbino mengatakan, perusahaan ini memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap Papua. Sebab, keberadaannya membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat.

"Di sini kami belajar banyak mengenai operasi penambangan dan membuat kami memiliki skill. Freeport juga sangat peduli dengan pengembangan karyawannya," ujar Hengky.

Karena itu, Freeport sangat berarti bagi masyarakat Papua. Apalagi, tidak semua penduduk di daerah ini memiliki pendidikan tinggi yang memahami ilmu pertambangan secara baik.

"Tetapi di sini (Freeport) orang dengan hanya pendidikan SMP dan SMA diberi pendidikan dan training, serta kesempatan untuk melakukan operasi yang sama dengan di luar negeri, pada akhirnya membuat mereka memiliki skill," terangnya.

Sehingga, mereka memiliki pengalaman yang dapat digunakan di perusahaan manapun tempatnya bekerja. Bagi mereka yang memiliki pendidikan tinggi, kata Hengky, Freeport memberikan kesempatan untuk berkarier dan berada pada top management.

"Secara keseluruhan pegawai Freeport ada 30.000 orang. Dari jumlah itu, 40% di antaranya adalah karyawan asli Papua. Bahkan, enam putra asli Papua kini sudah menduduki jabatan sebagai vice president. Kami sangat terakomodasi diberi keahlian dan kepercayaan untuk menduduki level-level. Jadi, Freeport sangat berarti bagi kami," tandasnya.

Baca juga:

Freeport: Surat Ekspor Konsentrat Belum Keluar

Perpanjangan Kontrak Freeport Berpotensi Langgar Konstitusi
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6397 seconds (0.1#10.140)