Perbandingan Harga Kereta KRL Baru dan KRL Bekas yang Impor dari Jepang
loading...
A
A
A
Sedangkan untuk pembelian 16 train set baru dari PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA hampir Rp4 triliun. KCI berencana impor KRL bekas tersebut adalah sebanyak 10 train set, yang berasal dari Jepang. Impor kereta bekas memang menjadi pilihan utama untuk menggantikan kereta-kereta yang dikonservasi.
Terdapat pilihan lain dengan melakukan upgrade teknologi pada kereta yang akan dikonservasi, hanya saja pilihan tersebut membutuhkan waktu 1-2 tahun untuk pengerjaannya. KAI Commuter juga sudah berdiskusi dengan INKA, Jepang dan Spanyol terkait sharing upgrade teknologi ini.
Untuk diketahui KCI sudah mengajukan izin untuk mengimpor KRL bekas dari Jepang. Alasannya, ada 16 train set KRL Jabodetabek yang harus dipensiunkan pada 2023 dan 2024. KCI telah mengajukan surat izin impor KRL Bekas Jepang ke Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan sejak 13 September 2022.
Dalam surat yang diajukan tersebut, KCI berencana akan mengimpor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru (BMTB) berupa 120 unit KRL type E217 untuk kebutuhan 2023 dan 228 unit KRL dengan tipe yang sama untuk kebutuhan 2024. Adapun pos tarif/HS Code 8603.10.00.
KRL type E217 merupakan KRL yang diperkenalkan East Japan Railway Company (JR East) dan kini sudah pensiun. KRL jenis ini diproduksi pada akhir 1995 hingga akhir 1999 dan melayani rute Yokosuka-Sobu Rapid di Jepang.
Adapun pabrikan yang memproduksi KRL jenis ini adalah Tokyu Car Corporation (J-TREC Yokohama), Kawasaki Heavy Industries, JR East Niitsu Vehicle Manufacturing (J-TREC Niitsu), dan JR East Ofuna Plant.
Terpikat Kereta Bekas
Awal mula kereta bekas Jepang wara-wiri di Indonesia, dimulai dengan hibah pada tahun 2000 lalu. Dimana kala itu Pemerintah Kota Tokyo menghibahkan KRL Toei seri 6000 kepada pemerintah Indonesia.
Ini salah satu kereta legendaris, karena merupakan KRL berpendingin (AC) eks-Jepang pertama yang beroperasi di Indonesia. Kereta ini juga menandai dimulainya era modernisasi KRL Jabotabek.
Kereta asal Jepang umumnya didesain untuk masa pakai hingga 50 tahun. Namun, ketika kereta memasuki usia 30 tahun, biaya perawatannya menjadi semakin mahal. Atas pertimbangan mahalnya biaya perawatan operator-operator kereta di Jepang, mereka terpaksa menghancurkan atau menjual kereta-kereta bekasnya.
Terdapat pilihan lain dengan melakukan upgrade teknologi pada kereta yang akan dikonservasi, hanya saja pilihan tersebut membutuhkan waktu 1-2 tahun untuk pengerjaannya. KAI Commuter juga sudah berdiskusi dengan INKA, Jepang dan Spanyol terkait sharing upgrade teknologi ini.
Untuk diketahui KCI sudah mengajukan izin untuk mengimpor KRL bekas dari Jepang. Alasannya, ada 16 train set KRL Jabodetabek yang harus dipensiunkan pada 2023 dan 2024. KCI telah mengajukan surat izin impor KRL Bekas Jepang ke Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan sejak 13 September 2022.
Dalam surat yang diajukan tersebut, KCI berencana akan mengimpor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru (BMTB) berupa 120 unit KRL type E217 untuk kebutuhan 2023 dan 228 unit KRL dengan tipe yang sama untuk kebutuhan 2024. Adapun pos tarif/HS Code 8603.10.00.
KRL type E217 merupakan KRL yang diperkenalkan East Japan Railway Company (JR East) dan kini sudah pensiun. KRL jenis ini diproduksi pada akhir 1995 hingga akhir 1999 dan melayani rute Yokosuka-Sobu Rapid di Jepang.
Adapun pabrikan yang memproduksi KRL jenis ini adalah Tokyu Car Corporation (J-TREC Yokohama), Kawasaki Heavy Industries, JR East Niitsu Vehicle Manufacturing (J-TREC Niitsu), dan JR East Ofuna Plant.
Terpikat Kereta Bekas
Awal mula kereta bekas Jepang wara-wiri di Indonesia, dimulai dengan hibah pada tahun 2000 lalu. Dimana kala itu Pemerintah Kota Tokyo menghibahkan KRL Toei seri 6000 kepada pemerintah Indonesia.
Ini salah satu kereta legendaris, karena merupakan KRL berpendingin (AC) eks-Jepang pertama yang beroperasi di Indonesia. Kereta ini juga menandai dimulainya era modernisasi KRL Jabotabek.
Kereta asal Jepang umumnya didesain untuk masa pakai hingga 50 tahun. Namun, ketika kereta memasuki usia 30 tahun, biaya perawatannya menjadi semakin mahal. Atas pertimbangan mahalnya biaya perawatan operator-operator kereta di Jepang, mereka terpaksa menghancurkan atau menjual kereta-kereta bekasnya.